GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Hukrim
Beranda / Hukrim / DPR RI Umbu Rudi Kabunang dan LPSK Turun Tangan Kunjungi Intan Korban Penganiayaan di Batam

DPR RI Umbu Rudi Kabunang dan LPSK Turun Tangan Kunjungi Intan Korban Penganiayaan di Batam

Anggota Frakasi Golkar DPR RI, Dapil NTT 2, Dr. Umbu Rudi Kabunang bersama Wakil Ketua LPSK, Sri Suparyati, dan Tim Shelter Sta. Theresia Batam, pimpinan Rm Pascal yang mendampingi dan merawat Intan, gadis asal Sumba Barat yang menjadi korban penyiksaan oleh majikannya di Batam, Kepulauan Riua. Kunjungan tersebut berlangusng Rabu (2/7/2025). Foto: Dok.URK

Anggota DPR RI dan LPSK Jemput Bola, Berkomitmen Dampingi hingga Pulih dan Kuliah Sampai Lulus Sarjana

BATAM,SELATANINDONESIA.COM – Tubuhnya belum pulih, tapi matanya sudah mulai bicara. Di sebuah sudut tenang Shelter Sta. Theresia di Batam, Intan—gadis 19 tahun asal Loli, Sumba Barat—mulai mengurai ceritanya dengan suara pelan. Luka bekas siksaan majikan yang dialaminya selama berbulan-bulan masih membekas di sekujur tubuh dan batinnya.

Intan adalah salah satu dari banyak pekerja rumah tangga asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berangkat ke luar daerah tanpa perlindungan hukum memadai. Cerita pilunya mencuat ke publik setelah Keluarga Besar Flobamora di Batam serta tim Shelter Sta. Theresia bersama para relawan dan pemuka agama menyelamatkannya dari rumah majikan tempat ia dianiaya secara sistematis.

Kabar itu cepat sampai ke telinga Dr. Umbu Rudi Kabunang, anggota DPR RI dari Fraksi Golkar daerah pemilihan NTT 2. Bersama Sri Suparyati, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Umbu Rudi langsung terbang ke Batam, mendatangi tempat Intan kini dirawat.

“Saya lihat langsung kondisinya. Sangat memprihatinkan, tapi ia masih punya semangat hidup. Kami tidak bisa tinggal diam,” kata Umbu Rudi kepada SelatanIndonesia.com, usai kunjungan di Batam, Rabu (2/7/2025).

Dari Rote untuk Dunia: SDN Papela Juara Nasional Sekolah Sehat, Siap Wakili Indonesia ke Vietnam

Kunjungan itu dimulai dengan rapat koordinasi bersama Ketua lembaga perlindungan saksi dan korban dan Wakil Ketua LPSK, serta tokoh gereja seperti Pendeta Musa Mau. Kemudian, rombongan mendatangi Shelter Sta. Theresia milik Romo Paskal, tempat Intan kini dirawat, ditemani pengurus shelter: Ibu Rut, Ibu Nasrani, dan Gloria.

LPSK memastikan perlindungan dan pemulihan penuh kepada Intan. “LPSK akan menanggung semua kebutuhan dan biaya medis, pendampingan psikologis, biaya hidup sesuai UMR Provinsi, dan biaya transportasi, hingga proses hukum,” kata Sri Suparyati seperti diungkapkan Umbu Rudi Kabunang. Bahkan, LPSK juga menjamin Intan bisa kembali ke Sumba jika menginginkannya

.“Atas nama keluarga besar dari Intan, saya ucapkan terima kasih pada Romo Pascal dan semua rekan-rekan dan keluarga besar Flobamora di Batam yang sudah membantu menyelaamatkan Intan, menjaga, dan merawat Intan keluarga kami dari Sumba,” sebut Umbu Rudi Kabunang.

Tak berhenti di situ. Dengan mata berkaca-kaca, Intan menyatakan impiannya: ingin kuliah di Jakarta dan menjadi orang berguna. “Saya kerja buat bantu orangtua di Sumba Barat. Tapi malah begini,” ujarnya lirih.

Umbu Rudi Kabunang langsung menyanggupi. “Saya akan bantu biaya kuliah sampai selesai sarjana. Kita tidak hanya ingin menyembuhkan lukanya, tapi juga membuka masa depan baru,” katanya.

Falentino Cup di TTU dan Misi CSR Bank NTT: Menyemai Bakat di Bumi Biinmafo

Politisi Golkar itu juga mendorong aparat penegak hukum menerapkan pasal yang tegas terhadap pelaku. “Ini penganiayaan berat. Bukan main-main,” tegas Umbu.

Dalam KUHP, penganiayaan berat diatur dalam Pasal 354 dengan ancaman hingga 8 tahun penjara, dan Pasal 355 jika dilakukan dengan rencana bisa dikenai hukuman hingga 12 tahun. Bila dilakukan secara bersama-sama, Pasal 170 KUHP dapat dikenakan dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara.

Intan masih kerap dihantui mimpi buruk. “Kadang ia masih terbangun malam hari, menangis,” di sampaikan langsung pada kami , Tapi dengan perlahan, ia mulai menapaki jalan pulih. Kehadiran legislator, tokoh gereja, dan lembaga negara menjadi sinyal bahwa negara tak berpaling dari luka-luka yang kerap tersembunyi di balik dapur majikan.

Sementara itu, para relawan dan aktivis migran berharap kasus ini jadi momentum untuk mengurai kembali benang kusut pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT—terutama perempuan—yang rentan dikirim tanpa prosedur, tanpa kontrak kerja, dan tanpa perlindungan.

“Ini bukan soal satu Intan. Ini soal ribuan anak perempuan NTT yang sedang bekerja dalam sunyi, dan kita tak tahu apa yang mereka alami di balik pintu rumah-rumah orang,” kata Pendeta Musa Mau.

Dari Sumba Tengah Menuju Istana: Menanam Padi, Menjemput Prabowo

Dari tahun ke tahun, NTT menjadi salah satu provinsi penyumbang tertinggi kasus perdagangan orang dan eksploitasi pekerja rumah tangga. Kisah Intan menyibak satu dari ribuan luka yang tersimpan. Namun untuk kali ini, negara memilih hadir—meski setelah luka telanjur dalam.*/Laurens Leba Tukan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement