LA,SELATANINDONESIA.COM – Rabu siang, (20/8/2025) di Los Angeles, udara musim panas terasa kering. Di gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), rombongan pengusaha Indonesia tampak bersemangat. Mereka baru saja menyelesaikan World Convention Full Gospel Business Men’s Fellowship International (FGBMFI) di Miami, Florida, dan melanjutkan perjalanan ke kota pusat hiburan dunia itu.
Dipimpin National President FGBMFI Indonesia, Dalie Sutanto, bersama Ketua Umum KADIN NTT, Bobby Lianto, rombongan disambut hangat Konsul Jenderal RI, Purnomo Ahmad Chandra. Agenda pertemuan itu sederhana namun penting: berbicara tentang peluang ekspor Indonesia ke Amerika, terutama dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalie membuka percakapan dengan kabar gembira: Indonesia akan menjadi tuan rumah World Convention FGBMFI tahun 2026 di Bali. Namun pertemuan tak sekadar berbagi rencana acara rohani lintas bangsa itu. Topik cepat bergeser ke hal yang lebih strategis: diplomasi dagang.
Konjen Purnomo memaparkan peluang besar yang dimiliki Indonesia di bawah skema “tarif Trump” yang masih berlaku. “Kopi dari Brasil masuk ke Amerika dengan bea masuk 50 persen. Dari Indonesia hanya 19 persen. Jadi peluang kita jauh lebih besar,” ujarnya. Pesan itu sederhana: Indonesia mesti lebih berani memanfaatkan keunggulan tarif untuk mengekspor sebanyak mungkin.
Di tengah diskusi, perhatian juga tertuju pada salah satu anggota rombongan: Hengky Lianto, pengusaha kakao di Sumba Barat sekaligus Badan Pengawas FGBMFI. Ia datang bukan hanya sebagai bagian dari delegasi, tapi juga membawa harapan dari Sumba Barat. Hengky memperkenalkan produk cokelat Ghaura yang sudah menembus pasar Eropa dan Singapura. Ia juga menitipkan Lamoringa, produk berbasis kelor dari NTT yang sedang naik daun.
Setelah pertemuan resmi, rombongan menuruni tangga menuju Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) yang berada di bawah koordinasi KJRI. Di ruang pamer sederhana itu, deretan produk Indonesia dipamerkan untuk publik Amerika. Satu momen membuat Bobby Lianto dan rombongan tersenyum lebar: Ghaura Chocolate dan Lamoringa ternyata sudah lebih dulu dipajang di sana.
Ada rasa bangga yang sulit ditutupi. Produk asal tanah kering berbatu NTT, yang selama ini identik dengan keterbelakangan, kini hadir sejajar dengan produk unggulan nasional di jantung pasar Amerika. Dari kebun kakao di Sumba Barat hingga rak pameran di Los Angeles, perjalanan panjang itu menyimpan makna simbolis: diplomasi dagang tidak hanya tentang perjanjian tarif dan regulasi, tapi juga tentang bagaimana daerah di ujung timur Indonesia bisa mengibarkan bendera di panggung global.
Pertemuan singkat itu memberi pesan ganda. Di satu sisi, ada strategi besar pemerintah melalui KJRI dan ITPC untuk memperkuat ekspor Indonesia. Di sisi lain, ada kebanggaan lokal yang perlahan menemukan tempatnya. Produk NTT tidak lagi sekadar cerita tentang potensi, melainkan bukti nyata bahwa dari Lamoringa dan Ghaura Chocolate, diplomasi dagang Indonesia bisa punya rasa.*/BL/Laurens Leba Tukan
Komentar