GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Berita Hari Ini NTT Gubernur NTT
Beranda / Gubernur NTT / Dari Hiu Tikus ke Abon Tuna: Gubernur NTT Dukung Revolusi Laut Anak Muda

Dari Hiu Tikus ke Abon Tuna: Gubernur NTT Dukung Revolusi Laut Anak Muda

Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena ketika berdiskusi dengan Yodhikson Marvelous Bang dan Adeliede Ratu Kore, perwakilan dari Thresher Shark Indonesia (TSI) organisasi konservasi berbasis komunitas pesisir laut, di Ruang Kerja Gubernur NTT, Jumat (25/7/2025). Foto: Yozhy Hoely

Anak Muda, Hiu Tikus, dan Gubernur: Dari Laut Dalam Alor ke Ruang Kerja Melki Laka Lena

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM — Udara ruang kerja Gubernur Nusa Tenggara Timur siang itu terasa berbeda. Bukan karena tamu-tamu dari luar negeri atau rombongan pejabat pusat, melainkan karena dua anak muda datang membawa laporan konservasi tentang satwa laut yang nyaris tak dikenal masyarakat awam: Hiu Tikus Pelagis (Alopias pelagicus), predator pemalu dari kedalaman laut Alor dan Flores Timur.

Mereka adalah Yodhikson Marvelous Bang dan Adeliede Ratu Kore, perwakilan dari Thresher Shark Indonesia (TSI)  organisasi konservasi berbasis komunitas yang lahir tahun 2018. Di hadapan Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena, Jumat (25/7/2025), mereka memaparkan capaian lapangan yang selama ini nyaris luput dari sorotan media: perubahan pola hidup nelayan pesisir yang dahulu menggantungkan hidup dari perburuan Hiu Tikus kini mulai beralih ke tangkapan Tuna dan usaha mikro oleh istri-istri mereka.

“Angka perburuan Hiu Tikus turun drastis, dari sekitar 300 ekor per tahun jadi hanya 20–30 ekor. Ini bukan hanya karena larangan, tapi karena kami hadir dan hidup bersama mereka,” kata Yodhikson dengan tenang.

Konservasi Bukan Sekadar Larangan

Axel Habert dari Prancis Menang Tipis di Garis Finis, Gubernur Melki Ucapkan Proficiat

Sejak berdiri, TSI memilih jalur yang tidak banyak dilalui organisasi lingkungan lain: menyentuh akar ekonomi dan kebudayaan masyarakat pesisir. Pendekatan ini membuat mereka lebih dipercaya oleh komunitas nelayan tradisional. Di kampung-kampung pesisir Alor dan Solor Timur, mereka tidak hanya berbicara soal pelestarian satwa laut, tetapi juga membimbing keluarga nelayan untuk memproduksi abon Tuna, granola jagung titi, dan tenun dengan motif Hiu Tikus.

“Konservasi harus punya nilai ekonomi,” ujar Adeliede. “Kalau tidak, laut akan terus diobral demi bertahan hidup.”

Program yang dijalankan TSI tak berhenti di garis pantai. Di 15 sekolah, mereka telah mengembangkan kurikulum konservasi laut yang mengintegrasikan pengetahuan sains, budaya lokal, dan aksi langsung siswa. Beberapa siswa bahkan ikut dalam patroli pantai atau mencatat data ikan hasil tangkapan sebagai bagian dari pelajaran.

“Rencananya, kurikulum ini akan diterapkan di lima sekolah tambahan. Kami berharap dukungan Pemerintah Provinsi, khususnya dalam hal modul, alat peraga, dan pelatihan guru honorer,” tambah Yodhikson.

Gubernur Menyambut dengan Tangan Terbuka

Helikopter untuk Nagekeo: Melki Laka Lena Bergerak Cepat Hadapi Banjir Bandang

Gubernur Melki Laka Lena mendengarkan penuh perhatian. Sesekali ia mengangguk, lalu memberi instruksi singkat kepada para kepala dinas yang hadir mulai dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, hingga Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

“Luar biasa anak-anak muda ini,” kata Gubernur Melki. “Pemerintah tentu akan berikan dukungan penuh. Tidak hanya soal konservasi, tapi juga ekonomi kreatif dan pendidikan.”

Gubernur Melki menegaskan pentingnya menyinergikan program TSI dengan visi besar Pemerintah Provinsi NTT, termasuk melalui program One Village One Product (OVOP), ekowisata bahari, dan penguatan regulasi lokal. Ia bahkan membuka peluang untuk menjadikan model TSI sebagai referensi dalam pengelolaan wilayah pesisir lainnya.

“Semangat seperti ini yang kita butuhkan. Bukan sekadar menolak eksploitasi, tapi menciptakan alternatif yang membebaskan dan membanggakan rakyat kita sendiri,” ujar Gubernur Melki yang didampingi Asisten Administrasi Umum, Samuel Halundaka.

Dari Hiu ke Pari Mobula: Langkah Berikutnya

Empat Legislator NTT Bawa Suara ke Mabes Polri, Demi Keadilan untuk Kompol Cosmas

TSI kini bersiap melebarkan langkah. Setelah Hiu Tikus, mereka akan meluncurkan program konservasi Pari Mobula di Solor Timur, melibatkan anak muda sebagai motor kampanye digital. Platform media sosial akan menjadi alat utama Instagram, TikTok, hingga YouTube untuk menyampaikan pesan lingkungan dengan gaya segar dan khas generasi Z.

“Kami ingin konservasi jadi keren, jadi milik anak muda. Laut bukan masa lalu, tapi masa depan,” ujar Adeliede.

Tidak berhenti di edukasi dan kampanye, TSI juga menggagas usulan Peraturan Daerah tentang Konservasi Satwa Laut, untuk menguatkan kerangka hukum perlindungan biodiversitas pesisir yang selama ini tercerai-berai.

Gubernur merespons cepat. “Kita dukung rancangannya. Kita perlu regulasi yang tidak hanya melarang, tapi juga membimbing dan melindungi masyarakat pesisir dalam jangka panjang.”

Masa Depan Flobamorata Ada di Lautnya

Pertemuan itu selesai sebelum senja. Tapi gaungnya terasa seperti awal dari sebuah gerakan baru. Di tengah dunia yang makin tenggelam dalam krisis iklim dan eksploitasi sumber daya alam, dua anak muda datang membawa harapan dari kedalaman laut NTT.

Dan pemerintah melalui pemimpin daerah yang terbuka pada kolaborasi dan inovasi, menyambutnya dengan pintu terbuka.

“Kami tidak datang menawarkan proyek,” kata Yodhikson. “Kami datang membawa masa depan yang bisa kita bangun bersama.”

Di bawah cahaya lampu ruang kerja Gubernur, peta laut NTT tergantung di dinding. Mungkin sudah saatnya peta itu tak hanya dibaca sebagai batas wilayah, tapi sebagai lanskap harapan baru: laut yang dijaga, rakyat yang berdaya.*/Oan Wutun/Laurens Leba Tukan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement