JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM -Ruang rapat Kementerian Kesehatan RI di Kuningan, Jakarta, Kamis siang (21/8/2025), terasa lebih hidup dari biasanya. Di hadapan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Bupati Sumba Tengah Paulus S. K. Limu menenteng setumpuk grafik dan tabel. Angka-angka itu bukan sekadar data. Ia adalah potret getir pelayanan kesehatan di sebuah kabupaten kecil di jantung Pulau Sumba—jalan-jalan tanah yang kerap terputus, tenaga medis yang terbatas, hingga satu-satunya RSUD yang masih berstatus tipe D dengan peralatan seadanya.
“Sumba Tengah ingin bergerak lebih cepat,” ujar Bupati Paulus, menatap Menteri. “Kami butuh dukungan penuh Kementerian untuk menurunkan stunting, mengurangi kematian ibu dan bayi, serta memperluas akses layanan dasar.”
Stunting Tinggi, Tapi Mulai Turun
Angka stunting masih menjadi beban terberat. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mencatat prevalensi stunting di Sumba Tengah 37,4 persen—salah satu yang tertinggi di Nusa Tenggara Timur. Namun kabar baik mulai muncul. Dari 6.581 balita yang diperiksa tahun ini, 1.019 atau 15,48 persen masih bermasalah gizi.
Sejak Juli, Pemkab menggelar Gerakan Aksi Bela Rasa. Seluruh OPD digerakkan memberi intervensi Pemberian Makanan Tambahan selama 14 hari untuk balita gizi buruk. Hasil awal cukup menjanjikan: jumlah balita gizi kurang turun dari 2.198 menjadi 1.456, kasus wasting menyusut dari 254 menjadi 186.
Kematian Ibu dan Bayi Belum Hilang
Meski menurun, duka tetap menyelimuti. Tahun ini, satu ibu meninggal akibat perdarahan pascapersalinan. Ada pula 204 ibu hamil dengan status Kurang Energi Kronis (KEK). Kematian bayi mencapai 12 kasus, mayoritas karena asfiksia dan kelainan bawaan.
Penyakit Menular yang Membandel
Tuberkulosis masih mengintai. Dari 1.523 warga diperiksa, 88 positif. Malaria sedang dikejar untuk eliminasi 2026. Self-assessment sudah 86 persen, kasus aktif tinggal tiga. Sebuah Perbup khusus diteken untuk mengawal target eliminasi itu.
Layanan Dasar yang Rapuh
Dengan populasi 92 ribu jiwa di wilayah seluas 1.869 kilometer persegi, infrastruktur kesehatan di Sumba Tengah masih rapuh. RSUD tipe D dengan hanya tujuh dokter spesialis—sebagian paruh waktu—dan ambulans layak jalan cuma satu. Dua puskesmas di Pahar dan Weeluri bahkan belum sesuai prototipe standar Kemenkes.
“Masalah klasik kami tetap sama: akses sulit, tenaga medis kurang, anggaran terbatas,” keluh Paulus.
Harapan ke Pemerintah Pusat
Dalam audiensi itu, Paulus tak sekadar mengadu. Ia membawa daftar permintaan: pembangunan RS Pratama di wilayah utara, peningkatan status RSUD, perbaikan puskesmas, penempatan dokter spesialis radiologi dan patologi klinik, tambahan ambulans, hingga digitalisasi pencatatan layanan primer.
Pemerintah daerah, kata Paulus, siap menyokong enam pilar transformasi kesehatan yang digagas Kemenkes. Fokusnya: menekan stunting, menurunkan angka kematian ibu dan bayi, mengendalikan penyakit menular, dan memperkuat layanan primer.
“Dengan dukungan pemerintah pusat, kami yakin Sumba Tengah bisa melahirkan masyarakat yang sehat, produktif, dan sejahtera,” ujarnya.
Paulus tidak sendiri. Di ruang itu hadir pula Bupati Timor Tengah Selatan Eduard Markus Lioe, Wakil Bupati Alor Rocky Winaryo, dan Bupati Sikka Juventus Prima Yoris Kago. “Kami meminta tambahan dokter, khususnya dokter spesialis, serta infrastruktur penunjang kesehatan di Kabupaten Sikka,” kata Juventus, menutup pertemuan siang itu.*/Laurens Leba Tukan
Komentar