KUPANG,SELATANINDONESIA.COM — Gubernur Nusa Tenggara Timur Emanuel Melkiades Laka Lena menekankan pentingnya data yang akurat dan terukur dalam setiap kebijakan publik, terutama dalam pelaksanaan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Hal itu disampaikan saat membuka Rapat Koordinasi Survei Monitoring dan Evaluasi Program MBG se-Provinsi NTT yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT di Hotel Aston Kupang, Kamis (30/10/2025).
Kegiatan ini diikuti para kepala BPS kabupaten/kota se-NTT dan difokuskan untuk menilai efektivitas pelaksanaan Program MBG, termasuk dampaknya terhadap gizi anak sekolah, perilaku konsumsi sehat, serta pengaruh ekonomi di tingkat rumah tangga dan komunitas.
“Program MBG akan berhasil jika dijalankan secara terukur, transparan, dan berbasis data. Di sinilah peran BPS menjadi sangat penting,” ujar Gubernur Melki dalam sambutannya.
Ia menegaskan, hasil survei akan menjadi bahan evaluasi yang objektif bagi pemerintah daerah dalam memperbaiki tata kelola program, mulai dari logistik, kualitas bahan pangan, hingga keterlibatan penyedia lokal. “Saya adalah orang yang percaya data, dan tentunya percaya BPS,” tambahnya.
Evaluasi dan Pembelajaran Global
Kepala BPS Provinsi NTT, Matamira B. Kale, menjelaskan bahwa survei dilakukan untuk menangkap umpan balik dari siswa penerima program, orang tua, dan pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Survei dilaksanakan dalam dua tahap, Juli hingga November 2025, mencakup berbagai indikator sosial, ekonomi, dan perilaku konsumsi.
Matamira mencontohkan beberapa praktik baik dari negara lain. Di Amerika Serikat, program National School Lunch berhasil mengintegrasikan pemenuhan gizi anak sekolah dengan dukungan petani lokal melalui konsep Farm-to-School. Jepang menerapkan program “Gakko Kyushoku” yang menanamkan nilai menghargai pangan lokal, sementara Brasil mewajibkan 30 persen bahan makanan program sekolah berasal dari petani dan peternak lokal.
“Pendekatan serupa bisa diadaptasi di Indonesia, termasuk NTT, dengan menyesuaikan konteks lokal dan potensi bahan pangan daerah,” ujarnya.
Capaian dan Tantangan di NTT
Secara nasional, hingga September 2025, program MBG telah menyalurkan lebih dari 1,1 miliar porsi makanan bergizi dengan melibatkan 9.406 SPPG dan 337.060 tenaga kerja di seluruh Indonesia.
Di NTT, terdapat 32 SPPG yang tersebar di 15 kabupaten/kota, mayoritas berbentuk yayasan. Kota Kupang menjadi daerah dengan jumlah SPPG terbanyak, yakni 11 unit. Sebagian besar SPPG telah memiliki Nomor Induk Berusaha dan menggunakan dapur mandiri yang memanfaatkan fasilitas lama.
Program ini telah menyalurkan lebih dari 100.000 porsi makanan bergizi di NTT dengan distribusi rata-rata 2–4 kilometer. Namun, Matamira mengakui masih ada tantangan dalam hal infrastruktur, pasokan bahan baku, dan kapasitas permodalan.
Dari sisi tenaga kerja, pekerja perempuan memiliki jam kerja lebih panjang dibanding laki-laki, sedangkan dari sisi lingkungan, 95 persen limbah padat makanan dimanfaatkan kembali.
Sinergi untuk Kebijakan Berbasis Data
Gubernur Melki menegaskan, pemerintah provinsi akan terus mendukung kegiatan statistik dan survei yang dilakukan BPS untuk memastikan kebijakan publik berjalan berdasarkan bukti lapangan.
“Kerja BPS kalau akurat, sangat berpengaruh pada kebijakan yang akan kami ambil. Karena itu, kami akan terus bersinergi dengan BPS dalam penguatan data pembangunan, termasuk program MBG,” tegasnya.
Matamira menambahkan, rapat evaluasi ini diharapkan memperkuat komunikasi dan sinkronisasi antara BPS provinsi dan kabupaten/kota serta memperkuat komitmen lintas sektor untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan program gizi nasional.
“Survei ini bukan hanya soal angka, tapi juga soal masa depan anak-anak kita. Data yang kuat akan menjadi fondasi kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.*/Alex Raditia/Laurens Leba Tukan



Komentar