Dinas PUPR NTT merancang ulang strategi pembangunan infrastruktur demi menekan angka stunting dan kemiskinan ekstrem. Menjadikan air dan jalan sebagai urat nadi perubahan di bawah komando Gubernur Melki Laka Lena.
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Empat hari setelah dilantik menjadi Kepala Dinas PUPR Provinsi NTT oleh Gubernur Melki Laka Lena, Benyamin Nahak gelar temu media. Jumat (23/5/2025) pagi yang cerah di Kota Kupang, secangkir kopi dan selembar rencana pembangunan menjadi pembuka pertemuan antara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ir. Benyamin Nahak, dan 38 wartawan dari berbagai media lokal. Coffee Morning itu bukan sekadar ajang berbagi data, melainkan panggung awal kampanye besar, membangun NTT dari fondasi terdalamnya yaitu air, jalan, dan rumah layak huni.
“Kalau airnya bagus, jalannya mantap, dan rumahnya layak, maka stunting dan kemiskinan ekstrem itu bisa kita tekan secara signifikan,” kata Benyamin Nahak.
Pemerintah Provinsi NTT di bawah kepemimpinan Gubernur Melki Laka Lena dan Wakil Gubernur Johni Asadoma menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai jantung dari misi besar lima tahun ke depan. Fokusnya menurunkan stunting, mengurangi kemiskinan, dan menuntaskan kemiskinan ekstrem.
Air adalah Kunci
Ketersediaan air baku menjadi isu sentral. Di wilayah yang hanya diguyur hujan selama empat bulan dalam setahun, kebutuhan air harus diakali dengan pembangunan infrastruktur penyimpanan dan distribusi yang andal. Dinas PUPR merancang pembangunan satu embung di setiap desa sebagai solusi krisis air yang berkepanjangan.
“Dari bendungan, embung, irigasi, hingga mata air, semuanya kita sentuh. Ini bukan hanya untuk air minum, tapi untuk ketahanan pangan,” kata Beny Nahak, sapaan akrab Benyamin.
Angka cakupan layanan air minum saat ini masih di angka 88 persen. Artinya di bawah standar nasional 95 persen. Celah itulah yang ingin ditutup dengan membawa air dari sumber ke titik-titik padat penduduk.
Jalan Menuju Ketahanan
Di wilayah yang luas dengan topografi ekstrem seperti NTT, jalan adalah pembuka akses ke pangan, layanan kesehatan, dan pendidikan. Namun dari 2.600 kilometer jalan provinsi, kemantapannya masih di bawah 75 persen. Jalan kabupaten malah lebih panjang, mencapai 19.000 kilometer, namun nasibnya lebih buruk.
“Distribusi pangan tersendat. Sementara daerah-daerah dengan tingkat stunting dan kemiskinan tinggi justru terisolasi,” kata Beny.
Bandingkan dengan jalan nasional sepanjang 2.000 kilometer yang tingkat kemantapannya sudah mencapai 95 persen. Maka kolaborasi lintas sektor dan wilayah menjadi kebutuhan yang tak bisa ditunda. PUPR NTT menggandeng balai jalan, balai cipta karya, asosiasi konstruksi, dan dunia usaha untuk mempercepat pengerjaan infrastruktur.
Rumah yang Layak Hidup
Di sisi lain, lebih dari 450 ribu rumah di NTT masuk kategori tidak layak huni. Rumah-rumah ini menjadi simbol paling kasat mata dari kemiskinan ekstrem, tempat bertumbuhnya generasi yang terancam stunting. Maka program “Ayo Bangun NTT” bukan hanya slogan, tapi ajakan konkret yang melibatkan semua unsur: pemerintah pusat, daerah, swasta, dan media.
“Media harus ikut mengawasi, supaya pekerjaan kami transparan dan merata,” tegas Beny di hadapan wartawan.
Strategi Lima Tahun
Strategi Dinas PUPR NTT bukan mimpi jangka panjang yang kabur di tengah jalan. Mereka menargetkan pembangunan tuntas dalam lima tahun masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur. Harapannya, pergeseran anggaran kedua nanti bisa mengakomodasi pembangunan beberapa ruas jalan prioritas, sehingga konektivitas dan distribusi pangan dapat segera berjalan optimal.
NTT kini berdiri di persimpangan sejarahnya. Di bawah kepemimpinan baru, dengan arah pembangunan yang jelas, provinsi ini hendak membuktikan bahwa stunting dan kemiskinan ekstrem bukanlah takdir yang abadi. Dengan air yang mengalir, jalan yang terbuka, dan rumah yang kokoh, mimpi besar itu bisa dimulai dari desa-desa kecil di balik bukit dan padang savana.*/laurens leba tukan
Komentar