Gubernur NTT Puji Terobosan Rumah Layak Huni Sumba Tengah: Inovasi yang Menurunkan Kemiskinan di Tengah Keterbatasan Fiskal
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM — Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, memuji langkah Bupati Sumba Tengah, Paulus S. K. Limu, yang dinilai berhasil menurunkan angka kemiskinan melalui program pembangunan rumah layak huni dan penguatan ekonomi keluarga. Pujian itu disampaikan dalam Rapat Kerja Pemerintah Provinsi bersama para bupati dan Wali Kota Kupang di Aula Rumah Jabatan Gubernur NTT, Jumat (21/11/2025).
Menurut Gubernur Melki, capaian Sumba Tengah patut dicatat karena dilakukan dalam keterbatasan fiskal. Kabupaten itu memiliki APBD paling kecil di NTT, namun mampu menurunkan kemiskinan hingga lima persen dalam lima tahun. “Terobosan Pak Paulus dalam membangun rumah layak huni sangat luar biasa,” ujarnya.
Target 35.000 Rumah Layak Huni di 2026
Gubernur Melki menegaskan komitmen pemerintah provinsi untuk memperluas program serupa. Pada 2026, Pemprov NTT menargetkan pembangunan 35.000 unit rumah layak huni melalui skema gotong royong desa dan kelurahan. Setiap desa dan kelurahan diwajibkan membangun 10 unit rumah.
“Kami mengadopsi pola yang dulu dipakai Kementerian PUPR. Model ini terbukti menekan kemiskinan yang kini berada di bawah 19 persen,” kata Gubernur Melki dilansir dari victorynews.id. Ia menambahkan, sejumlah daerah seperti Kota Kupang, Kabupaten Kupang, dan Sumba Tengah menunjukkan penurunan kemiskinan yang konsisten.
Inovasi Fiskal dan Alarm HIV & AIDS
Dalam forum yang dihadiri Bappenas, Ditjen Perbendaharaan, Badan Gizi Nasional, BUMD, serta perangkat daerah itu, Gubernur Melki juga menekankan perlunya inovasi fiskal. Ruang fiskal daerah makin menyempit, sehingga pemerintah daerah didorong mencari sumber pembiayaan alternatif, termasuk penerbitan obligasi daerah yang akan diajukan ke pemerintah pusat pada Desember mendatang.
Di sisi lain, Gubernur Melki menyampaikan kekhawatiran atas peningkatan kasus HIV dan AIDS di NTT. “Situasinya jauh lebih serius. Penularan tinggi terjadi pada remaja, mahasiswa, dan ibu rumah tangga. Ini alarm dini agar kita bekerja lebih cepat dan lebih serius,” ujarnya.
Menggerakkan Pekarangan: Jawaban Sumba Tengah atas Kemiskinan
Di tingkat kabupaten, Sumba Tengah meluncurkan program Pekarangan Pro Oli Mila Model (PK-POM), sebuah terobosan baru yang memadukan pemberdayaan ekonomi, perbaikan gizi, pendidikan, kesehatan, dan solidaritas sosial. Program ini menyasar 10.000 keluarga miskin yang tidak memiliki lahan sawah atau kebun.
Dalam sebuah kesempatan di Kupang, Bupati Paulus menegaskan bahwa kemiskinan tidak boleh diratapi, melainkan dilawan dengan kerja konkret. “Pekarangan harus menjadi sekolah ekonomi keluarga,” katanya.
Empat Sumber Pendapatan di Pekarangan
Setiap keluarga penerima PK-POM dibekali:
-. 3 ekor kambing
-. 11 ekor bebek produktif
-. Kolam lele dengan ribuan benih
-. Lahan hortikultura seluas 2 are
Dengan perhitungan konservatif, potensi pendapatan minimal keluarga bisa mencapai Rp1,2 juta per bulan, bahkan lebih dari itu bila produksi telur bebek stabil.
Selain produksi pangan, program ini mencakup pelatihan pengolahan pangan mulai pengolahan ikan lele, telur asin, hingga saus tomat rumahan.
Menekan Stunting dan Meningkatkan Gizi
Sumba Tengah masih memiliki 4.150 kasus stunting. Melalui PK-POM, pangan bergizi seperti telur, ikan, dan sayuran dapat diproduksi langsung di pekarangan. Program ini dirancang untuk memperbaiki asupan gizi ibu hamil, balita, hingga lansia.
Rumah Mandiri, Fondasi Perubahan
Pada periode pertama kepemimpinannya, Bupati Paulus membangun 4.000 unit Rumah Mandiri, sebuah model rumah layak huni dengan sanitasi, dapur sehat, dan ruang hidup yang memadai. Rumah sehat berkorelasi dengan penurunan penyakit dan peningkatan partisipasi sekolah.
Namun, Paulus menegaskan bahwa rumah saja tidak cukup. “Rumah tidak menurunkan kemiskinan kalau penghuninya tidak punya pendapatan,” ujarnya.
Tantangan Fiskal dan Lahirnya Terobosan Baru
Memasuki periode kedua, tantangan fiskal justru meningkat. APBD Sumba Tengah diperkirakan turun dari Rp500 miliar pada 2025 menjadi Rp400 miliar pada 2026, dengan 70 persen terserap belanja pegawai. Sisa anggaran pembangunan hanya sekitar Rp50 miliar.
“Anggaran kecil bukan alasan berhenti bekerja. Justru memaksa kita menemukan cara baru,” kata Paulus.
Refleksi itu melahirkan PK-POM sebagai strategi penanggulangan kemiskinan yang lebih komprehensif. Model ini menggabungkan lima aspek utama:
- Gizi keluarga berbasis pangan B2SA
- Pendapatan rumah tangga melalui pekarangan produktif
- Pemberdayaan SDM dengan pelatihan dan pendampingan
- Bela rasa melalui budaya berbagi hasil
- Keberlanjutan dengan sistem yang terukur
Menargetkan Penurunan Kemiskinan 10 Persen dalam Lima Tahun
Sumba Tengah saat ini memiliki tingkat kemiskinan sekitar 30 persen dengan 24.000 warga masuk kategori desil 1 dan 2. Bupati Paulus menargetkan penurunan kemiskinan 2 persen per tahun, atau 10 persen dalam lima tahun. Target ambisius itu dibarengi syarat kedisiplinan pelaksanaan.
Penerima manfaat wajib membangun kandang, kolam, dan kebun mereka sendiri. Bila tidak siap, bantuan dialihkan ke keluarga lain. Tidak ada bansos atau BLT baru; semua diarahkan pada pemberdayaan dan kemandirian.
Bupati Paulus juga menekankan budaya gotong royong sebagai motor pembangunan. “Rumah senilai Rp150 juta bisa dibangun dengan Rp70 juta karena kerelawanan warga,” ujarnya.
Menuju 2030: Jalan Panjang Keluar dari Lingkaran Kemiskinan
PK-POM ditargetkan menjadi tulang punggung penurunan kemiskinan Sumba Tengah hingga 2030. Model integratif dari rumah layak huni, gizi, pendapatan, pendidikan, kesehatan, hingga solidaritas sosial diharapkan membangun keluarga yang mandiri dan tahan terhadap perubahan.
“Anggaran kecil bukan hambatan. Selama masih ada belas kasih yang menggerakkan, kita bisa,” kata Bupati Paulus.
Program rumah layak huni yang mendapat apresiasi Gubernur Melki menjadi fondasi bagi strategi besar ini, sekaligus contoh praktik baik bagi kabupaten lain di NTT.*/Laurens Leba Tukan



Komentar