TAMBOLAKA,SELATANINDONESIA.COM – Duabelas rumah adat Sumba dengan atap yang menjulang tinggi berdiri apik ditepi pantai Ratenggaro, Desa Maliti Bondoate, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) menjadi titik awal pengembangan desa adat digital.
Letaknya yang persisi dipinggir laut membuat kampung adat ini menyatu dan selaras dengan keindahan alam dan angin pantai yang menyejukkan. Duabelas rumah adat yang beratap alang-alang ini berdiri kokoh mengitari kuburan para merapu (leluhur) kampung itu yang berada di tengah. Kampung adat ini sering dijuluki oleh para wisatawan sebagai Surga yang tertinggal di dunia. Untuk mencapai kampung adat Ratenggaro, harus menempuh perjalan dari Tambolaka, ibu kota kabupaten Sumba Barat Daya selama 1,5 jam dengan kendaraan yang disewakan.
Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Desa Wisata (Asidewi) bersama Asidewi NTT menggandeng sejumah pihak diantaranya LiveIn dan Telkomsel menggelar Live In 12.12 Soft Launching Special Guest di Kampung Adat Ratenggaro, Sabtu (12/12/2020).
Ketua Umum DPP Asidewi, Andy Yuwono yang ditemui di kampung adat Ratenggaro, Jumat (11/12/2020) menyebutkan, Asidewi memilih Kampung Adat Ratenggaro sebagai lokasi kegiatan akbar itu lantaran mengikuti kebijakan pemerintah bahwa, membangun pariwisata itu dipusatkan di Timur yaitu di NTT. “Kami memilih Sumba, bukan di Labuanbajo, karena kami ingin Asidewi itu mempunyai sebuah karya yang ideal yang original yang disuport oleh masyarakat yang memang belum tersentuh,” sebutnya.
Dikatakan Andy Yuwono, pihaknya memunculkan originalitas dari keinginan masyaraat lokal yang mempunyai semangat dan komitmen tetapi mereka masih belum merasakan kehadiran pemerintah. “Hari ini dukungan dari pemerintah pusat mulai dari Kementrain Pariwsata dan Ekonomi Kreatif dan Kemeds semuanya sudah hadir disini berarti apa yang kita lakukan bisa membuat Pemrintah Pusat datang dan melihat langsung, karena Sumba tidak kalah menarik dari Labuanbajo,” katanya.
Andi Yuwono yang didampingi Maryanto Kore Mega menyebutkan, untuk magnet desa wisata adalah origilalitas atau keasilan, serta kearifan lokal karena hal unik itu yang sedang menjadi incaran masyaratakat pariwisata dunia saat ini. “Ketika wisatawan bisa menginap, di rumah adat dan menyatu dengan tuan rumah masyarakat adat, bisa berinteraksi dengan masyarakat, itulah target kita dan itu masih ada di Sumba,” katanya.
Disebutkan Andi Yuwono, wilayah itu masih terkendala akses untuk komunikasi sinyal internet. “Kita hadir disini untuk mengajak termasuk pemerintah pusat agar warga adat disni juga punya kesempatan yang sama dengan daerah lain untuk yang bisa dengan mudah mengakses internet,” sebutnya.
Menurutnya, setelah akeses sinyal inetrnet bagus maka kampung adat itu bakal menjadi desa berbasisi digital yang dimulai dari pemesaranannya lewat digital, pembayaran digital, dan masyarakat tidak lagi susah untuk meperkenlakan potensi wisata yang dimiliki mereka. “Yang luar biasa adalah bisa untuk memasrakna potensi wisata adat ini keluar. Cukup dengan menggunakan sebuah portal yang namanya Live In yang digagas oleh Asidewi,” katanya.
Ia menjelaskan, Asidewi memberikan pemahaman dan pelatihan bagi masyarakat adat pasaca peluncuran itu. “Kita tidak akan menjadi apa-apa ketika hanya seremnonial saja, yang penting adalah setelah ini kita lakukan pelatihan meningkatkan kapasitas SDM, dan juga peningkatan manajemen kelembagaan, dan pendampingan sampai nanti mereka bisa mandiri dan mengelola desanya, sehingga mereka bisa menajdi tuan rumah yang baik dan tamu akan datang kesini tanpa melalui kita Asidewi,” ujarnya.
Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Sumba Barat Daya, Drh. Rihimeha Anggung Praing, MP mengaku sangat bersyukur karena kegiatan itu menjadi langkah maju bagi pariwisata di SBD. “Dari kampung Ratenggaro ini bakal menjdi model pengelolaan kampung adat di SBD dan Sumba seluruhnya bahkan samai NTT sehingga pengelolaan kamung adat harus terstrurktur dengan baik sehingga masyarakat adat bisa menjual potensinya dan sangat dinikmati oleh wisatawan karena keasliannya tetap terjaga,” ujarnya.***Laurens Leba Tukan