Okupan Akui Tanah Besipae Milik Pemprov NTT

1122
Salah satu warga yang mendiami lahan Besipae, Melkianus Bunga ketika berdialog dengan Kepala Badan Aset dan Pendapatan Daerah Provinsi NTT, Dr. Zet Sonny Libing, Karo Humas, Dr. Marius Ardu Jelamu dan Staf Khusus Gubernur NTT, Pius Rengka di kawsan Besipae, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten TTS, Jumat (21/8/2020). Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

BESIPAE,SELATANINDONESIA.COM – Salah satu dari sekian warga yang melakukan okupasi lahan di Besipae, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) mengakui bahwa lahan yang ditempati sejak tahun 2010 itu adalah milik pemerintah provinsi NTT.

Bahkan, pelaku okupan ini dengan tahu dan sadar bahwa ia membangun rumah dan berkebun di atas lahan yang bukan haknya. “Saya sebelumnya dari Kabupaten Kupang, setelah pensiun saya ke sini lihat ada lahan kosong milik Pemerintah Provinsi NTT maka sejak awal tahun 2010 saya datang bangun rumah disni dan saat itu saya sendiri. Ini lokasi saat itu masih kosong. Malahan orang dari Dinas Peteranakan NTT juga datang tanya, saya tidak takut tinggal sendiri di sini,” sebut Melkianus Bunga (69 tahun) yang ditemui SelatanIndonesia.com di Besipae, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten TTS, Jumat (21/8/2020).

Mekianus Bunga mengatakan, sejak ia membangun rumah di lokasi itu, tidak ada protes atau teguran dari pemerintah meskipun lahan itu milik pemerintah. “Setalah saya bangun rumah baru orang dari mana-mana datang dan bangun rumahnya di sini. Tapi saya yang pertama bangun di sini pada tahun 2010,” ujarnya.

Melkianus Bunga juga menghendaki agar lahan yang digunakannya untuk membangun rumah itu segera disertifikasi oleh pemerintah. “Kami juga mau untuk dapat sertifikat, tetapi yang jadi soal di Pemda TTS adalah untuk mendapatkan akte anak saja kita susah sekali. Tapi memang kami lebih senang kalau ada sertifikat, sehingga kami terima kalau memang pemerintah mengatur untuk ada sertifikat,” katanya.

Ia meluapkan kekecewaanya karena aparat pemerintah membongkar pagar miliknya dan masyarakat lain di wilayah itu. “Ini daerah sapi, tapi tidak ada pagar lagi karena dibongkar, bagaimana kami mau berkebun. Saya juga kaget, ketika dari belakng datang, lihat pagar semua sudah rata dengan tanah,” katanya.

Menurut Pemerintah Desa Limnanutu, Kecamatan Amnuban Selatan, kawasan yang dihuni oleh para okupan itu masuk RT 20. Didalamnya hanya terdata 13 kepala Kelurga (KK), namun kini hanya tinggal 11 KK saja karena  satu KK pindah ke Polo dan satunya merantau. “Jadi yang katanya 37 KK itu, kini hanya 11 KK yang terdaftar,” ujar Kepala Seksi Pemerintahan Desa Linamnutu, Yakob Jesae Longo.

Yakob mengatakan, KK lain yang mendiami wilayah itu tidak  terdata identitas kependudukannya. “Sesuai mekanisme admintrasi, seharusnya masyarakat yang ingin namanya terdata, harus mendatangi kantor desa dan melapor diri dengan membawa surat pindah dari desa asal ke desa yang akan akan ditempati. Tetapi KK yang mendiami  wilayah itu, tidak melaporkan diri dan belakangan sudah diketahui sudah menempati kawasan itu. Kami juga tidak mengetahi secara pasti, dari mana asal desa masing-masing para penghuni itu,” sebutnya.

Kepala Badan Aset dan Pendapatan Daerah Provinsi NTT, Dr. Zet Sonny Libing mengatakan, pemerintah mengambil berbagai tindakan di loaksi Besipae lantaran para okupan selama menempati lokasi itu lalu mengklaim bahwa lahan yang digarap itu adalah miliknya.

“Pemerintah Provinsi NTT saat ini mengkapling lahan seluas 800M2 untuk masing-masing Kepala Keluarga dan membangun rumah yang bakal dilengkapi dengan sertifikat  untuk diberikan kepada masyarakat di Besipae lalu diperbolehkan untuk mengelolah lahan seluas kemampuan untuk ksejahteraannya tetapi tidak boleh mengkalim sebagai lahan miliknya,” ujar Sonny Libing.

Diberitakan sebelumnya, telah terjadi kesepakatan antara pemegang hak ulayat lahan Besipae dengan pemerintah provinsi NTT di Kantor Camat Amnuban Selatan, Kabupaten TTS, Jumat (21/8/2020). Adapun kesepakatan yang dibangun itu antara lain, para pihak baik Keluarga Nabuasa dan Pemerintah Provinsi NTT menyepakati bahwa areal Besipae seluas 3.780 hektar tetap menjadi milik Pemrpov NTT sesuai kesepakatan tahun 1982. Juga menyepakati untuk mengkapling tanah seluas 800 M2 per KK untuk diperuntukan bagi para kepala keluarga yang kini sedang menemparti areal seluas 3.780 ha itu.

Selain itu, Pemprov NTT menyapakti untuk mengidentifikasi wilayah desa Limamnutu, Enoneten, Polo, Mio, dan Oeekam yang masuk dalam kawasan 3.780 ha untuk dikeluarkan dari sertifikat kawasan tersebut untuk diserahkan kepada masyarakat di lima desa tersebut.

Disepakati pula keluarga Nabuasa meminta Pemprov NTT untuk mengelola dan memanfaatkan lahan tersebut dengan melibatkan seluruh masyarakat dalam setiap program pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu disepakati untuk mengakhiri semua permasalahan yang sedang terjadi, dan pernyataan itu dilakukan atas kerelaan dan tanpa intervensi dari pihak manapun.

Kesepakatan itu ditandatangani oleh Frans Nabuasa yang merupakan pelaku sejarah penyerahan lahan Besipae kepada pemerintah provinsi NTT untuk dikerjasamalan dengan Australia pada tahun 1982 silam, Usif Nope Nabuasa, yang merupakan putra dari Alm. Usif L.B Nabuasa dan Usif P. R. Nabuasa. Ketiganya ini adalah pemegang hak ulayat atas lahan seluas 3.780 ha di Besipae.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap