Emy Nomleni: Hentikan Eksploitasi Perempuan dan Anak di Besipae

2140
Ketua DPRD Provinsi NTT, Emiliana J. Nomleni dan Ketua Komisi I DPRD Provinsi NTT, Gabriel Beri Binna

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Ketua DPRD Provinsi NTT, Emiliana J. Nomleni menyeruhkan agar aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat di Besipae, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan agar jangan lagi mengekspolitasi perempuan dan anak.

“Kalau yang namanya tindakan kekerasan kepada semua elemen, itu harus ditolak, apalagi yang terjadi kalau kekerasan itu terhadap perempuan dan anak. Kita juga berharap bahwa kondisi seperti ini, harus juga ada keseimbangannya, bahwa selama ini perempuan dan anak yang selalu dieksploitasi sebagai alat untuk melakukan posisi tawar dan itu juga kami harus menolak, harus dihentikan,” tegas Emy Nomleni kepada SelatanIndonesia.com di Gedung DPRD NTT, Rabu (19/8/2020).

Ketua DPD PDI Perjuangan NTT ini mengatakan, tanpa melakukan kekerasan fisikpun, sebenarnya sudah terjadi sebuah kekerasan ketika perempuan dan anak itu dieksploitasi walaupun itu juga dalam kerangka menuntut hak.

“Apapun itu yang namanya perempuan dan anak disodorkan untuk menjadi alat tawar-menawar itu juga harus ditolak, apalagi terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak, itu sama-sama ditolak, itu catatan pentingnya,” ujar Emy.

Ia menambahkan, sekarang ini akan jadi korban misalnya masyarakat yang terdiri dari perempuan dan anak di Besipae yang tidur diluar dengan kondisi memprihatinkan, itu sebenarnya juga menjadi bagian dari sebuah posisi tawar. “Sehingga kami di DPRD Provinsi terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi untuk terus mengemukakan cara-cara persuasif, cara-cara negosiasi yang humanis untuk bagaimana melihat hak rakyat. Kan, tugas pemerintah adalah untuk melayani rakyat, itu harus diwujudkan,” sebutnya.

Emy mengatakan, kalaupun juga misalnya Besipae itu dianggap sebagai milik pemerintah, maka pemerintah juga ada dalam kondisi yang merangkul agar masyarakat itu ada pada posisi yang dijaga, dilindungi, dan tidak dikorbankan dalam kondisi apapun.

“Kami meminta agar Pemerintah Provinsi duduk bersama kembali dengan masyarakat adat, dengan Usif, Amaf, semua tokoh agama dengan tokoh masyarakat dan juga masyarakat yang sekarang ada di lokasi untuk ditemukan jalan keluarnya. Kalaupun dibilang bahwa sudah selesai, saya pikir belum selesai karena buktinya masih ada perdebatan-perdebatan,  berarti masih dibutuhkan ruang dan waktu lagi untuk melakukan komunikasi bersama, dan pemerintah tidak boleh lelah untuk berbicara dengan rakyatnya agar menemukan cara yang tepat,” ujarnya.

Menurut Emy, upaya damai dan komunikasi lanjutan itu juga termasuk advokasi dari pemerintah kepada masyarakat agar bisa mengerti tentang haknya tetapi dia juga mengerti tentang kewajibannya. “Kami di DPRD juga pada posisi untuk bagaimana bersama-sama pemerintah menemukan cara yang paling baik untuk masyarakat,” katanya.

Politisi asal Kabupaten TTS ini yakin bahwa dalam titik tertentu, akan ada kesepakatan bersama. “Tentu tidak bisa memuaskan semua pihak, tetapi kita meminimalisir hal-hal negatif dan menemukan pola yang paling sedikit resiko,” ujarnya.

Desakan yang sama tentang jangan lagi menampilkan anak-anak dalam berbagai aksi protes di Besipae juga datang dari Ketua Komisi I DPRD NTT, Gabriel Beri Binna. “Kita menolak yang namanya tindakan represif, dan pada saat yang sama kita juga menghimbau supaya pada saat protes, jangan kita mainkan anak-anak yang ditempatkan di barisan depan, menjadi pagar hidup. Ini juga kita tolak,” ujar politisi Partai Gerindra dari Kabupaten Alor ini.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap