WAINGAPU,SELATANINDONESIA.COM – Tradisi “kawin tangkap” di kalangan masyarakat Pulau Sumba akhir-akhir ini marak terjadi. Tradisi ini sebenarnya merupakan kebiasaan orang Sumba yang bila dimaknai secara mendalam, telah menjadi kesepakatan kedua belah pihak keluarga yang anaknya akan dikawinkan. Sehingga “kawin tangkap” bukanlah asal-asalan dilakukan karena akan berdampak dalam kehidupan sosial budaya dan kemasyarakatan sehari hari.
Lantaran fenomena itu oleh banyak pihak dipandang melanggar hak-hak perempuan dan anak, sehingga memantik Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga mengumpulkan seluruh bupati sedaratan Sumba untuk membangun kesepakatan bersama menghentikan praktek kawin tangkap.
“Harkat dan martabat perempuan dan anak di pulau Sumba Wajib dikembalikan pada posisi yang sebenarnya. Budaya Sumba merupakan budaya turun temurun yang oleh nenek moyang orang Sumba sangat dijunjung tinggi, hanya dalam praktek saat ini budaya tersebut telah mengalami perubahan/deviasi yang negative,” sebut Menteri Bintang ketika berbicara dalam acara Penandatanganan Kesepahaman dan Deklarasi Gerakan bersama Pelindungan Perempuan dan Anak di Pulau Sumba oleh Bupati Sedaratan Sumba, di Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur, Kamis (2/7/2020). Menteri Bintang didampingi oleh Wakil Gubernur NTT, Josef A. Nae Soi.
Contoh nyata dipaparkan Menteri Bintang adalah praktek “kawin tangkap” di pulau Sumba yang menurutnya, terjadi pelanggaran atas hak-hak perempuan dan anak. “Apalagi perlakuan itu menimpa anak dibawah umur,” ujarnya.
Menteri Bintang memberikan apresiasi terhadap seluruh penggiat dan pemerhati hak-hak perempuan dan anak di pulau Sumba, dan semoga dengan upaya yang dilakukan hari ini dapat memberikan perubahan terhadap perlindungan hak perempuan dan anak serta mendapatkan solusi yang tepat dalam mengentaskan masalah budaya “kawin tangkap” di pulau Sumba.
‘Saya mengharapkan dukungan dari seluruh Bupati di daratan Sumba dalam mendukung upaya meningkatkan derajad dan martabat perempuan dan anak di Pulau Sumba,” ujarnya.
Wakil Gubernur NTT, Josef Nai Soi saat itu mengatakan, momentum pertemuan seluruh bupati dengan Menteri PPPA itu merupakan salah satu upaya untuk mendudukkan kembali harkat dan martabat perempuan Sumba dalam kehidupan budaya Sumba.
“Nilai-nilai budaya yang ada dan diturunkan oleh nenek moyang tidak bisa dihapus, akan tetapi pengaplikasian dalam kehidupan itu yang harus disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan jaman”, ujar Wagub Nae Soi.
Wagub berharap, pertemuan itu dapat menghasilkan kesepahaman bersama untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari tentang pelaksanaan nilai-nilai budaya, kedudukan, hak dan martabat perempuan dan anak di Pulau Sumba.
Dalam keterangan tertulis kepada SelatanIndonesia.com, Bupati Sumba Barat, Agustinus Niga Dapawole menyebutkan, pada prinsipnya pemerintah tidak menyetujui adanya kawin tangkap. Olehnya, ia mengusulkan agar kedepannya dibuatkan regulasi yang menolak praktek pelaksanaan kawin tangkap di Sumba Barat dan Pulau Sumba pada umumnya.*) RDjS
Editor: Laurens Leba Tukan