GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Hukrim
Beranda / Hukrim / Darah di Barak Sendiri: Menuntut Keadilan untuk Prada Lucky

Darah di Barak Sendiri: Menuntut Keadilan untuk Prada Lucky

Sidang perdana kasus kematian Prada Lucky Saputra Namo, prajurit Yonif 834/WM, digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (27/10/2025). Sidang perdana menghadirkan Terdakwa Lettu Ahmad Faisal. Foto: Buang Sine

Prajurit Bunuh Prajurit: Keluarga Prada Lucky Desak Hakim Jatuhkan Hukuman Penjara dan Pemecatan 22 Terdakwa

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Sidang perdana kasus kematian Prada Lucky Saputra Namo, prajurit Yonif 834/WM, digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (27/10/2025). Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan 22 prajurit aktif yang diduga melakukan penganiayaan berulang terhadap rekan satu kesatuan mereka sendiri.

Tim kuasa hukum keluarga korban meminta majelis hakim menjatuhkan pidana pokok penjara dan pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer bagi seluruh terdakwa, apabila terbukti bersalah.

“Pidana tambahan berupa pemecatan ini penting untuk memberi efek jera sekaligus menjaga martabat institusi TNI,” ujar Akhmad Bumi, SH, Ketua Tim Kuasa Hukum keluarga korban di Kupang.

Tim hukum yang mendampingi keluarga Prada Lucky terdiri atas Akhmad Bumi, SH, Nikolas Ke Lomi, SH, Yupelita Dima, SH., MH, Andi Alamsyah, SH, Ahmad Azis Ismail, SH, Reno Nurjali Junaedi, SH, Yusak Langga, SH, Yavet Alfons Mau, SH, dan Yacoba Y.S. Siubelan, SH.

Umbu Rudi Kabunang Desak Keadilan untuk Prada Lucky: TNI Profesional Lindungi Bangsa dan Negara, Manunggal Bersama Rakyat

Kronologi dan Duka di Barak Sendiri

Prada Lucky tercatat sebagai anggota Tabakpan 2.2 Ru 3 Ton 1 Kipan A Yonif TP 834/WM. Ia meninggal pada 6 Agustus 2025 di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, setelah diduga dianiaya oleh rekan-rekannya di lingkungan barak.

Bagi publik, tragedi ini menimbulkan keprihatinan mendalam. Kematian seorang prajurit bukan di medan tempur, melainkan di tangan sesama prajurit, menjadi tamparan keras bagi nilai-nilai keprajuritan dan persaudaraan TNI.

“Ketika seorang prajurit bersumpah menjaga kehormatan dan melindungi sesama, tak seorang pun membayangkan tragedi bisa datang dari dalam barisan sendiri,” kata Akhmad Bumi. “Kematian Prada Lucky harus menjadi pelajaran, bukan sekadar catatan duka yang terhapus waktu.”

Sorotan pada Tanggung Jawab Komando

Tanah yang Kembali ke Tangan Rakyat: Umbu Djoka dan Harapan Baru dari Makatakeri

Kuasa hukum menekankan pentingnya pemeriksaan terhadap komandan batalion dan jajaran di bawahnya untuk memastikan apakah ada unsur pembiaran atau kelalaian komando dalam kasus ini.

“Dalam hukum militer, setiap tindakan prajurit berada dalam tanggung jawab komandannya. Prinsip tanggung jawab komando harus diuji secara terang-benderang,” tegas Akhmad.

Mereka juga menyoroti peran Ricard Junimton Bulan, yang disebut sebagai saksi kunci karena mengetahui langsung peristiwa penganiayaan. Tim hukum berharap saksi memberi kesaksian secara jujur tanpa tekanan dari pihak mana pun.

Desakan Transparansi Persidangan

Tim kuasa hukum meminta agar sidang digelar terbuka untuk umum dan media diberi ruang untuk melakukan siaran langsung (live streaming). Hal ini dianggap penting untuk menjaga transparansi dan kepercayaan publik terhadap proses hukum di lingkungan peradilan militer.

Gereja dan Keluarga, Dua Sayap yang Mengangkat Generasi NTT

“Publik berhak tahu bagaimana keadilan ditegakkan bagi korban. Jangan sampai kasus ini meredup tanpa kebenaran terungkap,” ujar Akhmad.

Lebih dari Sekadar Penganiayaan

Menurut hasil investigasi tim hukum, penganiayaan terhadap Prada Lucky diduga terjadi berulang kali, bahkan ketika korban sudah tidak berdaya. Karena itu, mereka menilai perbuatan para terdakwa masuk kategori penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP, dengan kemungkinan penambahan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

Tragedi ini menjadi momentum refleksi bagi TNI untuk memperkuat nilai-nilai disiplin, kehormatan, dan kemanusiaan di dalam tubuh organisasi.

“Negara tidak boleh menutup mata atas nyawa yang gugur bukan di medan perang, tetapi di tangan sesama berseragam,” tutup Akhmad.

“Keadilan bagi Prada Lucky bukan hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum militer.”*/Laurens Leba Tukan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement