KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Ruang Sidang Utama DPRD Nusa Tenggara Timur pada Senin pagi (25/8/2025), berubah menjadi panggung politik anggaran. Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena, didampingi Wakil Gubernur Johni Asadoma, datang menyodorkan dokumen tebal: Nota Keuangan beserta Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025.
“Perubahan APBD ini bukan sekadar penyesuaian angka,” kata Gubernur Melki dalam pidato pengantar, “melainkan ikhtiar agar anggaran benar-benar hidup, bergerak, dan menjawab kebutuhan rakyat.” Kalimat itu segera menegaskan arah pidatonya: APBD sebagai alat perjuangan, bukan formalitas.
Dari HUT RI ke Panggung Anggaran
Gubernur Melki mengawali pidatonya dengan nada apresiatif. Ia mengingatkan riuh perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI, termasuk pameran pembangunan yang ramai diserbu warga dengan slogan “Ayo Beli Produk NTT”. Pujian juga ditujukan ke DPRD yang sebelumnya, pada 15 Agustus lalu, telah menyepakati Perubahan KUA dan PPAS, landasan utama bagi rancangan perubahan APBD yang kini digelar di hadapan para wakil rakyat.
“Sinergi antara pemerintah dan DPRD adalah kunci,” ujarnya. “Dengan fondasi yang kuat, kita mampu menyusun APBD yang adaptif, realistis, dan berpihak pada rakyat.”
Mengapa Perlu Berubah
Landasan hukum menjadi pijakan Gubernur. Pasal 161 PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri 77/2020 memberi ruang perubahan jika asumsi anggaran meleset, ada kebutuhan darurat, atau harus menindaklanjuti temuan audit BPK. Semua alasan itu, kata Melki, relevan untuk NTT 2025.
Data realisasi hingga 22 Agustus menunjukkan pendapatan baru 55,19 persen dari target Rp5,21 triliun, sementara belanja daerah terserap 45,53 persen. “Meski realisasi masih berproses, pemerintah terus mendayagunakan sumber daya agar sejalan dengan peningkatan pelayanan publik,” jelasnya.
Hitung Ulang Triliunan Rupiah
Dalam paparannya, Gubernur Melki menyodorkan pergeseran angka yang tak kecil.
Pendapatan Daerah turun Rp131,84 miliar menjadi Rp5,08 triliun. PAD anjlok 7,76 persen, transfer pusat berkurang 5,60 persen, namun ada tambahan Rp202 miliar dari pos “lain-lain pendapatan yang sah”.
Belanja Daerah justru naik Rp130,98 miliar menjadi Rp5,18 triliun. Belanja operasi meningkat, belanja modal menyusut tajam hampir 15 persen, sementara dana tak terduga melonjak seperempatnya. Hasil akhirnya: defisit Rp99,3 miliar yang ditutup lewat surplus pembiayaan.
Pembiayaan Daerah ditopang penerimaan Rp262,8 miliar dengan pengeluaran tetap Rp163,4 miliar. SILPA dipatok nol.
APBD untuk Rakyat
Di ujung pidatonya, Gubernur Melki merajut simpul politik: perubahan APBD bukan sekadar hitungan birokrat, melainkan strategi menjaga denyut pembangunan di tengah tantangan fiskal.
“Mari kita pastikan setiap rupiah kembali pada rakyat,” katanya lantang. “Dengan kebersamaan pemerintah, DPRD, dan masyarakat, NTT akan melangkah lebih cepat menuju kesejahteraan yang berkeadilan.”
Dokumen tebal Nota Keuangan itu kemudian berpindah tangan ke meja pimpinan DPRD. Mekanisme persidangan selanjutnya akan menguji seberapa jauh angka-angka yang disodorkan Gubernur benar-benar bisa menjawab janji: menjadikan APBD NTT bergerak, bukan beku di atas kertas.*/Ocep/Laurens Leba Tukan



Komentar