Sore itu, panggung terbuka RRI Kupang berubah menjadi ruang kebangsaan. Gubernur NTT Melki Laka Lena berdiri berdampingan dengan anggota DPR RI Esthon Foenay, membuka Event Kita Indonesia 2025. Di tengah sorak anak muda dan denting musik nasionalis, keduanya memberi pesan sederhana tapi kuat: persatuan bangsa harus terus dipelihara lewat budaya dan kreativitas generasi muda.
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Sabtu sore (23/8/2025), langit Kupang berwarna jingga ketika halaman Open Stage RRI Kupang berubah menjadi arena pesta rakyat. Kursi-kursi terisi penuh, anak-anak muda berdiri di tepi panggung, sementara alunan musik pembuka membuat suasana semakin riuh. Di panggung yang berusia lebih dari empat dekade itu, deretan spanduk bertuliskan “Bersatu dalam Harmoni” menjadi latar simbolik bagi sebuah misi besar: merawat kebangsaan lewat seni dan siaran publik.
RRI Kupang tampak berusaha keluar dari citra klasiknya. Tak hanya hadir lewat udara, mereka menghadirkan pertunjukan on air, online, dan off air dalam satu kemasan. Generasi muda Kupang, yang terbiasa dengan layar ponsel dan platform digital, ikut meramaikan.
Gubernur dan Pesan Kebangsaan
Di tengah suasana meriah itu, Gubernur NTT Melki Laka Lena membuka secara resmi Event Kita Indonesia 2025. Dalam sambutannya, Melki menyelipkan refleksi tentang arti panggung ini.
“Di era digital, RRI tetap relevan dengan moto ‘Sekali di udara, tetap di udara’,” ujarnya. “Kita Indonesia bukan hanya hiburan, tapi ruang pembentukan karakter kebangsaan.”
Gubernur Melki merinci tiga pesan. Pertama, menjadikan acara ini sebagai ruang penanaman nilai persatuan dan cinta tanah air lewat lagu-lagu nasionalisme. Kedua, menjadikan panggung RRI sebagai wadah kreativitas anak muda NTT. Dan ketiga, mengarahkan pemanfaatan teknologi secara positif—mengasah kreativitas, memperkuat budaya, sekaligus membangun karakter bangsa.
“Panggung RRI ini jangan dibiarkan kosong. Setiap minggu bisa diisi siswa-siswi Kupang agar bakat mereka berkembang,” tegasnya.
Makna bagi NTT
Bagi Kupang dan NTT, acara ini bukan sekadar hiburan akhir pekan. Di daerah yang kerap dipandang jauh dari pusat, panggung seperti ini menjadi jembatan ekspresi sekaligus ruang penguatan identitas. Kreativitas anak muda NTT ditampilkan sejajar dengan agenda kebangsaan. Dari musik, tarian, hingga drama panggung, semuanya menjadi penanda bahwa nasionalisme bisa hadir dengan wajah segar dan lokal.
Turut hadir sejumlah tokoh: Ketua Yayasan Karya Musik Siloam Aki Kalla, pimpinan SKOLMUS Kupang Thevwil Wangge, hingga kepala sekolah musik setempat. Kolaborasi lintas komunitas membuat acara ini lebih dari sekadar program rutin RRI.
Konteks Nasional
Kepala LPP RRI Kupang, Yuliana Marta Doky, mengingatkan bahwa Kita Indonesia bukan hanya milik Kupang. “Acara ini digelar serentak oleh 65 satuan kerja RRI di seluruh Indonesia,” katanya. Program ini dirancang untuk memperingati HUT ke-80 Kemerdekaan RI dengan tema besar “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.”
Mengusung konsep 3G Plus (generasi, gaya hidup, gaul), RRI ingin menjangkau lintas segmen masyarakat. “Sebagai lembaga penyiaran publik, kami berkomitmen memperkuat jati diri bangsa dan menjembatani aspirasi masyarakat dengan para pengambil kebijakan,” ujar Yuliana.
Malam itu, ketika lampu panggung menyinari wajah para penampil muda, terasa jelas bahwa suara kebangsaan kini menemukan ritmenya lewat musik, tarian, dan siaran publik. Dari Kupang, gema persatuan itu dipancarkan ke seluruh Indonesia.
Lampu panggung meredup, tetapi gema kebangsaan masih bergaung di udara Kupang. Dari mikrofon RRI yang “sekali di udara tetap di udara,” pesan Melki dan Esthon mengalir ke seluruh penjuru: suara persatuan tak pernah padam, selama masih ada panggung yang hidup dan anak muda yang berani menyuarakan Indonesia.*/Fara Therik/Laurens Leba Tukan



Komentar