Festival budaya di Manua Kalada menjadi panggung ingatan kolektif dan lahirnya Yayasan Anak Sumba Bisa, penanda ikhtiar merawat warisan leluhur dan menyiapkan generasi penerus.
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Kampung Manua Kalada, Desa Wendewa Selatan, Kabupaten Sumba Tengah sore itu, Kamis (21/8/2025) ramai oleh irama gong dan tawa anak-anak. Warga berbondong datang, mengenakan kain tenun khas Sumba, untuk menyambut perhelatan Festival Budaya Memotret Jejak Leluhur. Di antara keramaian, sebuah momen baru lahir: peresmian Yayasan Anak Sumba Bisa, lembaga yang digagas untuk membekali anak-anak dengan pengetahuan sejarah dan budaya lokal.
Wakil Bupati Sumba Tengah, M. Umbu Djoka, hadir dengan pesan sederhana namun sarat makna. “Sejarah tidak bisa diubah, namun bisa ditelusuri dan ditulis kembali dengan benar. Harus ada dokumen sahih agar anak cucu kita mengetahui sejarah yang sebenarnya,” katanya, disambut tepuk tangan masyarakat. Ia menegaskan, adat dan budaya boleh dimodifikasi untuk mendukung peningkatan ekonomi, tapi nilai-nilai aslinya tak boleh hilang.
Philipus S. U. Duka, mewakili tuan rumah, menambahkan harapannya agar festival ini menjadi ruang belajar. “Semoga ini menjadi momen untuk menelusuri budaya dan mengevaluasi kekurangan sebagai bahan perbaikan. Lembaga pendidikan harus bisa menghadirkan pembelajaran berbasis budaya,” ujarnya.
Peluncuran Yayasan Anak Sumba Bisa menjadi penanda lahirnya sebuah komitmen bersama. Tidak sekadar menjaga dan merawat warisan leluhur, tapi juga memastikan anak-anak Sumba tumbuh dengan kesadaran sejarah dan kebanggaan identitasnya.
Acara ditutup dengan lantunan doa adat dan tarian Sanggar Mbarabanja. Malam jatuh di Manua Kalada, tapi gema pesan leluhur tetap hidup—bahwa budaya bukan sekadar cerita lama, melainkan jalan menuju masa depan.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan
Komentar