Bupati Paulus S. K. Limu menegaskan pentingnya solidaritas aparatur sipil negara dalam penanganan 4.415 balita bermasalah gizi, sembari menekankan penguatan perencanaan pembangunan dan pendidikan karakter.
WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM — Udara pagi di halaman kantor Bupati Sumba Tengah, Senin (4/8/2025), disambut barisan rapi ASN dan tenaga kontrak yang berdiri tegak mengikuti Apel Kekuatan. Dari atas mimbar, Bupati Paulus S. K. Limu menyampaikan lebih dari sekadar instruksi rutin. Ia menyerukan gerakan bela rasa.
“Terima kasih karena telah menjadi yang terkecil dan membantu 4.415 bayi dan balita,” ujarnya, menahan haru. “Kiranya Tuhan membalas setiap budi baik kita sekalian.”
Solidaritas para aparatur sipil negara (ASN) dalam membantu penanganan gizi buruk di Sumba Tengah bukan hanya dicatat sebagai capaian teknokratis, tetapi digarisbawahi Bupati Paulus sebagai gerakan moral dan sosial. Ia menyebut 90 persen bayi kategori 2T dan underweight kini menunjukkan peningkatan berat badan. Sinyalemen positif ini, kata dia, harus dijaga dengan intervensi terpadu dan pemetaan akar persoalan dari pola asuh, pola makan, hingga penyakit penyerta.
Bupati Paulus juga mengaitkan gerakan bela rasa ini dengan arah baru pembangunan karakter dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ia menyebut minimnya respon dari ASN terhadap program perkuliahan hibrida hasil MoU Pemda dengan Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) sebagai “alarm sunyi.”
“Pendidikan bukan sekadar gelar, tapi investasi pembentukan karakter, integritas, dan pola pikir kader pemerintahan masa depan,” tegasnya.
Tak hanya itu, arahannya juga menyinggung soal pembenahan perencanaan pembangunan daerah. Dokumen Rencana Strategis (Renstra), menurutnya, tidak boleh disusun secara birokratis atau tunggal oleh kasubag perencana. Perencanaan harus menjadi proses dialog lintas bidang dalam semangat Koordinasi, Integrasi, Sinergi, dan Berkelanjutan, atau KISS, istilah yang ia gaungkan.
“Anggaran kecil bukan halangan,” katanya, “tetapi ujian efektivitas, efisiensi, dan kecermatan kita menyusun prioritas.”
Apel pagi itu ditutup dengan ajakan kolaboratif yang bukan sekadar seremonial. Di tengah tantangan anggaran, data gizi buruk, dan kualitas SDM yang masih timpang, Paulus S. K. Limu membangun narasi baru tentang birokrasi yang hadir bukan hanya sebagai pelaksana teknis, tapi juga pelayan solidaritas.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan



Komentar