WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM – Mentari pagi baru menghangatkan Lapangan Kantor Bupati Sumba Tengah ketika deretan Aparatur Sipil Negara mulai mengambil posisi. Di tengah barisan, langkah Bupati Paulus S. K. Limu terlihat tegap. Dalam balutan seragam Korpri, ia berdiri bukan sekadar untuk memimpin prosesi, tapi menyampaikan pesan strategis: membangun sumber daya manusia unggul adalah jalan masa depan Sumba Tengah.
“Jangan anggap pengibaran bendera sebagai formalitas,” tegasnya membuka amanat. “Merah itu keberanian, putih itu kesucian. Semangat yang menyatukan kita sejak Surabaya 1945.”
Upacara kesadaran setiap tanggal 17 bukan sekadar rutinitas, lanjut Paulus, tetapi momen untuk menyadari tanggung jawab ASN sebagai agen perubahan. Ia menyitir UUD 1945 dan Panca Prasetya Korpri sebagai kompas moral birokrasi di Tana Waikanena Loku Waiklala—tanah peradaban yang ia sebut sebagai Soli Oli Mila, Peda Oli Jara.
Namun inti pidato Bupati pagi itu bukan hanya soal etos kerja atau disiplin atribut. Ia meletakkan garis tegas: siapa yang tak mengembangkan diri, akan tertinggal. “ASN dan PPPK yang baru tamat SLTA wajib kuliah. Kita sudah sediakan jalan lewat UKAW. Sistem hybrid, hemat biaya, dan bisa lanjut karier,” katanya.
Ia merinci perbandingan mencolok: kuliah tatap muka bisa menghabiskan Rp400 juta, sementara model hybrid hanya Rp50 juta selama empat tahun. Pemerintah daerah bahkan menjalin MoU dengan Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW), dan sudah membuka pintu bagi 60 calon mahasiswa. Targetnya? Seribu mahasiswa dalam waktu dekat. Kuliah akan dipusatkan di SMA Kristen Waibakul.
“Kalau tidak kuliah, maksimal pensiun di eselon III/a. Kalau kuliah, bisa naik sampai eselon II. Itu investasi terbaik: bukan pada aset fisik, tapi pada manusianya,” kata Bupati Paulus, menggarisbawahi tekadnya membangun birokrasi berilmu.
Pemerintah juga menyiapkan SOP pemberian beasiswa, agar lebih banyak mahasiswa dari Sumba Tengah bisa melanjutkan studi, baik di UKAW maupun di kampus lain. Ia menyebut sekitar 3.000 mahasiswa asal Sumba Tengah saat ini belum jelas kelanjutan pendidikannya. “Prioritas kita di sana,” tandasnya.
Tak hanya pendidikan, Bupati Paulus juga menyentuh sisi kemanusiaan. Ia memberi apresiasi kepada ASN dan PPPK yang sudah bergerak dalam aksi bela rasa untuk anak-anak dengan masalah gizi—bayi 2T, underweight, dan ibu hamil dengan KEK (Kekurangan Energi Kronis). Mulai minggu depan, para kepala sekolah dari jenjang SD hingga SMA juga akan dilibatkan dalam gerakan ini.
“Berbuat baiklah kepada sesama,” ucapnya menutup arahan pagi itu. “Maka kebaikan itu akan datang menemui kita.”
Upacara selesai. Tapi gema seruan “kuliah atau stagnan” menggantung di benak banyak ASN muda. Di Waibakul, revolusi birokrasi sedang dirancang bukan dari ruang seminar, tapi dari lapangan upacara dan ruang kuliah daring.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan
Komentar