WAIKABUBAK,SELATANINDONESIA.COM — Dengan kemeja putih khas dinas dan semangat yang tak surut diterpa angin pantai selatan, Bupati Sumba Barat, Yohanis Dade, SH., menyambangi Kecamatan Wanukaka, Rabu (2/7/2025). Kunjungan kerja itu bukan sekadar agenda rutin. Ia membawa niat mendengar langsung suara rakyat, dari keluhan infrastruktur hingga kisruh sertifikat tanah untuk gereja dan sekolah.
Didampingi Asisten Administrasi Umum dan Kepala PDUK, serta disambut Camat Wanukaka Adi Birru, S.Hut., pertemuan digelar dalam suasana terbuka dan apa adanya. Camat Adi melaporkan beragam persoalan akut: minimnya tenaga kerja untuk proyek pembangunan, pelayanan publik yang belum maksimal, hingga konflik pertanahan yang meruncing di beberapa titik.
“Ini wilayah strategis. Tapi kita masih hadapi kekurangan tenaga, dan ketertiban terganggu oleh sengketa tanah. Harus ada langkah cepat,” kata Adi di hadapan Bupati dan jajaran.
Masalah sosial juga turut mencuat. Dandim 1613, Letkol Inf. Ignasius Hali Sogen, S.H., M.Han., yang hadir dalam pertemuan, menyoroti meningkatnya kenakalan remaja, terutama aksi balap liar dan maraknya peredaran minuman keras di sekitar fasilitas publik seperti rumah sakit. “Pengawasan harus diperketat. Kita jaga generasi muda dari kebiasaan merusak masa depan,” ujarnya.
Di hadapan tokoh masyarakat, kepala desa, dan perwakilan sekolah, Bupati Yohanis berbicara lugas dan bernada tegas. Ia meminta agar tak ada aparat yang menghambat masuknya investasi. “Kalau ada investor masuk, jangan dipersulit. Infrastruktur harus tertata: jalan, air, pendidikan, kesehatan. Semua harus bergerak bersama,” katanya.
Salah satu prioritasnya adalah pengembangan Pantai Bendungan Lekalino. Bupati menegaskan akan memberi perhatian khusus agar kawasan itu menjadi magnet wisata dan ekonomi baru bagi Wanukaka. “Tempat ini punya potensi besar. Kita jadikan ikon,” ujarnya.
Ia juga menyentil perlunya pengendalian kebisingan kendaraan yang mulai mengganggu kenyamanan warga. “Tertibkan knalpot bising. Jangan biarkan kenyamanan masyarakat dirampas,” katanya.
Pertemuan itu menjadi ruang penting bagi warga untuk mengungkapkan aspirasi mereka. Daftarnya panjang:
- Jalan rusak dan jembatan tua,
- Guru dan tenaga honorer yang kurang,
- Pelayanan kesehatan yang belum memadai,
- Irigasi dan saluran air pertanian yang mangkrak,
- Masalah pupuk dan air bersih,
- Hingga ruang guru yang ‘menumpang’ di ruang perpustakaan.
Warga juga mengeluhkan soal beras bantuan yang dikembalikan karena “stok penuh”, serta kebutuhan sertifikat tanah untuk gereja, sekolah, dan kantor desa. Di tengah beragam keluhan, tetap ada harapan.
“Bupati hadir dan mendengar langsung. Itu penting bagi kami,” ujar seorang tokoh adat, sambil menunjuk lokasi calon pembangunan sumur bor yang diajukan warga.
Kunjungan kerja ini ditutup dengan pesan harapan dan tanggung jawab. Wanukaka, yang dulu hanya dilihat sebagai kampung nelayan dan petani, kini tengah bersiap menuju arah baru. Tapi jalan ke sana tak cukup dengan niat. Ia butuh keberanian mengambil keputusan, dan tangan yang bekerja, bukan sekadar hadir.*/ProkopimSB/Laurens Leba Tukan



Komentar