LEWOLEBA,SELATANINDONESIA.COM – Sebuah video yang beredar di media sosial facebook menghebohkan jagat maya Lembata, dimana Bruno Sukarto dilantik menjadi Raja Kedang oleh Ketua Majelis Agung Kerajaan Kedang.
Pelantikan Bruno sebagai Raja Kedang atau dikenal dengan istilah Rian Raya dalam video yang beredar ini terjadi pada Rabu (18/3/2020) di Desa Peusawa, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata.
Pelantikan Bruno Sukarto ini mendapat beragam reaksi dari netizen. Sebagian besar netizen menanggapi negatif pelantikan ini, sebagian lainnya mempertanyakan asal usul Kerajaan Kedang sampai pada proses pelantikan ini.
Dilansir dari Grup Facebook Bicara Lembata pada, Minggu 22/3/2020, sesorang dengan nama akun Legenda Kedang dalam akunnya menulis:
Haloo selamat malam..Kom su tau k belum kalo kami di kedang su ada raja kedang…
Kem pu raja kedang ini ni selama ini di luar..
Dia baru pulang kampung jo langsng di lantik jadi raja kedang ni ka..buat malu2 kami org kedang saja lee…
Tau dia punya kepentingan apa ka…
Jujur e…
Kem org kedang sangat malu kalo kem punya raja.
Menanggapi beragam reaksi para netizen, Bruno Sukarto memberikan tanggapan dengan membenarkan pristiwa pelantikan dirinya menjadi Rian Raya (Maharaja).
Dihubungi SelatanIndoensia.com, Minggu (22/3/2020) Bruno Sukarto menjelaskan, Kedang (Edang) adalah sebuah negeri yang ada sejak ribuan tahun silam di Pulau Lomblen, berdasarkan sejarah tutur dan riwayat dari orang tua leluhur bahwa dari Kedang peradaban manusia di mulai.
“Sejarah Dorong Dope (asal usul) manusia yang menyebar ke berbagai belahan dunia, yang saya sebut sebagai Mataram 1 (Mata Rantai Manusia Awal). Mengapa Kerajaan??. Sesungguhnya Kerajaan Kedang ada sejak ribuan tahun silam, bencana alam telah menghancurkannya. Mengingat UU No.5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan, dan panggilan nurani anak negeri Kedang dari Trah Leluhur Uyelewun selaku Meker Mukur Luby Lalung (Pemangku Kesulungan) dalam garis hirarki adat keturunan, untuk mengembangkan nilai-nilai luhur adat dan budaya Kedang, melestarikan warisan budaya,” ujar Bruno Sukarto.
Pendiri STIKOM Uyelindo Kupang ini menyebutkan, sejarah keberadaan Kedang tentunya akan menjadi tantangan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Juga, sisa-sisa peradaban berupa situs purba yang belum disentuh perlu penelitian oleh arkeolog.
Dikatakan Bruno, bentuk wadah seperti apa untuk menata sistem dan tatanan nilai-nilai warisan leluhur berdasarkan adat dan budaya Kedang? Dijelsakannya, karena hirarki kepemimpinan adat sama dengan bentuk kerajaan maka demi terselenggara semua aktivitas kegiatan adat budaya dalam upaya mengembangkan nilai-nilai luhur adat dan budaya Kedang, memperteguh persatuan dan kesatuan suku-suku, meningkatkan kesejahteraan, melestarikan dan menjadi kekayaan bangsa Indonesia maka terbentuklah “Kerajaan Adat” bukan Kerajaan Politik.
Bahkan, ia akan mengusulkan kepada pemerintah melalui Kemenkumham, 3 nama yaitu Kerajaan Adat Kedang – Mataram 1 (yang ini sulit mengingat nomenklaturnya), Lembaga Masyarakat Adat Kerajaan Kedang – Mataram 1, dan Lembaga Masyarakat Adat Kedang – Mataram 1.
“Dari ketiga nama tersebut diharapkan salah satu di setujui. Hanya karena terekspos mendahului proses perijinan dan kata “Kerajaan” yang akhir-akhir ini dianggap halusinasi maka menjadi pro kontra dan viral di medsos,” sebutnya.
Lebih jauh lagi, Bruno menjelaskan, kemunculan Kedang sebagai Kerajaan menjadi bentuk menambah kekayaan budaya bangsa dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia (UU Pasal 4 Nomor 5 tahun 2017).
“Karena kepemimpinan di Kedang disebut Rian Raya (Maharaja). Rian (Pembesar atau Maha) dan Raya (Raja),” ujar Bruno.
Disebutkannya, menjadi raja itu sama saja dengan ketua pada organisasi-organisasi yang ada. “Jadi gelar raja sama dengan ketua pada organisasi-organisasi lainnya. Tentunya tidak memiliki kekuasaan mutlak selayaknya seorang raja pada sistem pemerintahan berbentuk Kerajaan. Butuh pemimpin untuk memulai, dan saya sudah memulainya. Walau pro dan kontra,” pungkas Bruno Sukarto.*)Lagamaking
Editor: Laurens Leba Tukan