
Oleh Ronald P.C. Fanggidae,
Dosen FEB Universitas Nusa Cendana
Ketidakpastian perekonomian global merujuk pada kondisi di mana faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi ekonomi suatu negara tidak dapat diprediksi dengan akurat. Teori ini menjelaskan bahwa fluktuasi dalam harga komoditas, perubahan kebijakan moneter di negara besar, dan gejolak politik dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Dalam konteks ini, investor cenderung bersikap hati-hati, yang dapat mempengaruhi arus investasi asing dan pertumbuhan ekonomi domestik. Selain itu, ketidakpastian dapat memicu volatilitas di pasar keuangan, yang berdampak pada nilai tukar dan inflasi. Oleh karena itu, negara-negara perlu mengembangkan kebijakan yang adaptif untuk mengatasi risiko yang muncul dari ketidakpastian global.
Bayangkan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai kapal yang berlayar di lautan ketidakpastian, dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai kompas yang menjaga arah. BI-Rate yang tetap pada 5,75% berusaha menjaga stabilitas di tengah gelombang inflasi dan fluktuasi harga. Namun, suku bunga tinggi menjadi batu berat yang menghambat akses modal bagi awak kapal yang bergantung pada hasil laut dan pertanian. Jika kapal tetap stabil, investor akan bersedia naik, melihat potensi besar di NTT. Dengan komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, NTT dapat menavigasi tantangan menuju masa depan yang lebih cerah.
Pada 7–9 Mei 2025, saya berkesempatan menghadiri acara BI Sapa Akademisi yang diadakan oleh Bank Indonesia di Jakarta. Forum ini berfungsi sebagai platform dialog strategis antara akademisi dan otoritas moneter untuk menanggapi tantangan ekonomi global, sekaligus memperkuat kontribusi ilmu pengetahuan dalam pembangunan nasional. Salah satu topik yang dibahas adalah hasil RGD bulan April 2025 dan kebijakan moneter terkini. Indonesia kini menghadapi ketidakpastian perekonomian yang semakin meningkat, dan kebijakan Bank Indonesia (BI) memainkan peran penting dalam mengatasi tantangan ini. Terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT), dampak dari kebijakan BI dapat dirasakan secara signifikan, mengingat daerah ini memiliki karakteristik ekonomi yang unik. Dengan BI-Rate yang tetap pada 5,75%, tujuan utama Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar. Namun, bagi NTT, yang sebagian besar bergantung pada sektor pertanian dan perikanan, kebijakan ini memiliki implikasi yang kompleks. Suku bunga yang tinggi dapat menyulitkan akses pembiayaan bagi petani dan pelaku usaha kecil, yang sering kali membutuhkan modal untuk meningkatkan produksi dan memperluas usaha mereka.
Ketidakpastian global, seperti fluktuasi harga komoditas dan inflasi yang tinggi, juga mempengaruhi daya beli masyarakat di NTT. Kenaikan biaya barang dan jasa dapat mengurangi konsumsi, yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi lokal. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang ketat perlu diimbangi dengan program-program yang mendukung masyarakat agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dari sisi positif, kebijakan BI yang fokus pada stabilitas dapat meningkatkan kepercayaan investor. NTT memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata dan sumber daya alam. Jika stabilitas ekonomi terjaga, diharapkan lebih banyak investasi masuk ke daerah ini, yang pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, pemerintah daerah juga perlu beradaptasi dengan kondisi ini. Investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan pelatihan keterampilan harus menjadi prioritas agar masyarakat NTT siap bersaing dalam ekonomi yang semakin kompleks. Program-program yang mendukung pengembangan UMKM juga harus diperkuat, sehingga pelaku usaha lokal dapat bertahan dan berkembang di tengah ketidakpastian. Selain itu, komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting. Kebijakan yang terintegrasi akan memungkinkan NTT untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menghadapi tantangan ekonomi. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan agar mereka merasa memiliki kebijakan yang diambil.
Secara keseluruhan, meskipun ketidakpastian perekonomian global memberikan tantangan besar, kebijakan BI yang berfokus pada stabilitas dapat menjadi landasan untuk pertumbuhan ekonomi di NTT. Dengan pendekatan yang inklusif dan adaptif, diharapkan NTT dapat mengatasi tantangan ini dan menuju masa depan yang lebih baik.(*)