
Fadli Zon dijemput dengan tarian perang dari Adonara. Sebuah penyambutan penuh makna untuk sang Menteri Kebudayaan yang datang membawa misi peradaban.
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Hentakan kaki dan pekik perang menggema di lantai depan VIP Room Bandara El Tari, Kupang, Jumat pagi itu, (25/4/2025). Lima penari lelaki berbusana nowing dengan wajah serius dan tubuh kekar melangkah mantap. Di tangan mereka, parang, tombak dan periasi kayu terayun dalam ritme yang mencekam. Ini bukan sambutan biasa.
Tarian Hedung, ritual perang khas Adonara, menyambut kedatangan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, dalam kunjungan perdananya ke Nusa Tenggara Timur sebagai menteri. Di belakang para penari, Gubernur NTT Melki Laka Lena berdiri menyambut, tersenyum kecil, seolah ingin menegaskan bahwa di sini, budaya bukan basa-basi.
“Hedung ini lambang kehormatan tertinggi bagi tamu. Tapi juga penegasan, kami punya sejarah, punya martabat, dan kami ingin itu didengar,” ujar seorang pemuda Adonara yang ikut menari pagi itu.
Fadli tertegun sejenak sebelum melangkah. “Saya merasa disambut bukan hanya sebagai menteri, tapi sebagai bagian dari sebuah peradaban yang sudah sangat tua dan kaya,” katanya.
Kehadiran Fadli Zon di Kupang bukan agenda seremonial semata. Ia datang bersama Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono, Wakil Menteri Desa Paiman Raharjo, Anggota Komisi I DPR RI Gavriel Putranto Novanto dan beberapa pejabat pusat lain, membawa misi besar menjadikan kebudayaan sebagai tulang punggung pembangunan nasional.
“Dari Sabang sampai Merauke, termasuk Pulau Rote, budaya kita bukan hanya indah, tapi tua, mendalam, dan menyimpan cerita manusia purba hingga seni kontemporer,” ujar Fadli dalam sambutannya.
Ia menyebut Homo floresiensis yang ditemukan di Flores sebagai bukti bahwa wilayah NTT adalah bagian penting dalam peta peradaban dunia. “Ini bukan wilayah pinggiran, ini pusat dari narasi manusia,” katanya dengan nada penuh keyakinan.
Gubernur Melki Laka Lena, yang sejak awal berupaya menjadikan budaya sebagai fondasi pembangunan NTT, menyambut visi tersebut dengan antusias. “Kami senang menerima tamu-tamu penting di bandara, tapi kami juga ingin setiap penyambutan punya makna. Tarian Hedung itu simbol bahwa kami siap berdialog secara sejajar,” ujar Gubernur Melki.
Dari Kupang, Fadli dijadwalkan bertolak ke Flores Timur, mengunjungi Larantuka dan Adonara. Dua wilayah yang masih memelihara ekspresi budaya dalam bentuk paling otentik. Di sana, ia akan menghadiri ritual adat, menyaksikan festival rakyat, dan berdialog dengan para budayawan lokal.
Yang menarik, Fadli juga menyoroti kemunculan karya seni modern dari NTT yang menembus panggung nasional. Film Perempuan dari Pulau Rote, yang digarap sineas muda dan ASN lokal, disebutnya sebagai “cahaya dari timur yang sedang menyala.”
“Saya percaya talenta lokal di NTT mampu menjadi motor peradaban baru. Kita hanya perlu membuka ruang dan memberikan kepercayaan,” ujar Fadli.
Turut dalam rombongan, budayawan bambu asal Jawa Barat, Pak Jatnika, yang dikenal sebagai pelestari rumah bambu dan penggagas senam kebudayaan. Kolaborasi lintas daerah ini, menurut Fadli, adalah langkah konkret membangun jejaring budaya nasional.
Ketika rombongan Fadli Zon melangkah keluar bandara, denting giring-giring dan hunusan parang Adonara dalam tarian Hedung masih menggema di benak. Di balik gemuruh tari perang itu, NTT menyampaikan pesan, kami tak menunggu dilihat. Kami datang dengan budaya kami, tua, kokoh, dan siap menyapa dunia.*/)llt/ocep