
ENDE,SELATANINDONESIA.COM — Desa Wisata Waturaka yang terletak di kaki Gunung Kelimutu, Kecamatan Moni, Kabupaten Ende, kembali menunjukkan daya tariknya. Bukan hanya karena keindahan alam dan keramahan warganya, tetapi juga karena solidnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun desa.
Salah satu bukti nyata terlihat dari penanganan cepat kerusakan saluran irigasi sepanjang 20 meter yang sempat mengganggu aliran air ke lahan persawahan warga. Permintaan perbaikan ini disampaikan langsung oleh Kepala Desa Waturaka, Yoseph Alexander Wawo, dalam pertemuan bersama Gubernur Nusa Tenggara Timur, Melki Laka Lena, pada 4 April 2025.
endengar keluhan tersebut, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi NTT langsung bergerak cepat. Tanpa menunggu lama, mereka turun tangan menyediakan material bangunan seperti semen, pasir, dan batu, sementara tenaga kerja berasal dari para petani dan warga desa secara gotong royong.
Kini, pekerjaan telah rampung 100 persen. Saluran irigasi tinggal menunggu proses pengeringan sebelum kembali dialiri air, yang akan menyuburkan lahan pertanian warga sebagaimana sebelumnya.
“Kami sangat berterima kasih atas respon cepat dari Pak Gubernur dan Dinas PUPR. Ini menunjukkan perhatian besar pemerintah terhadap desa kecil seperti kami,” ungkap Yoseph Alexander Wawo. Ia menambahkan bahwa irigasi tersebut sangat vital karena menopang pertanian lokal dan ketahanan pangan desa.
Desa Waturaka memang bukan desa biasa. Berstatus sebagai Desa Wisata, Waturaka dikenal luas karena menawarkan pengalaman wisata berbasis alam dan budaya. Wisatawan yang datang tidak hanya menikmati pemandangan spektakuler pegunungan dan udara sejuk, tetapi juga diajak menyatu dengan kehidupan masyarakat local menginap di homestay, belajar menenun, dan ikut panen bersama petani.
Perbaikan irigasi ini bukan hanya soal infrastruktur. Ini adalah bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan desa wisata yang berkelanjutan. Dengan lancarnya sistem irigasi, sektor pertanian yang menjadi tulang punggung desa tetap terjaga, dan pada saat yang sama memperkuat daya tarik wisata berbasis kehidupan agraris.
Kolaborasi antara pemerintah daerah, dinas teknis, dan masyarakat seperti ini patut menjadi contoh untuk daerah-daerah lain di NTT. Di Waturaka, gotong royong bukan hanya slogan, tapi kenyataan yang hidup dan menggerakkan pembangunan dari desa.*/)llt