KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Tiga orang terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan Talud Penahan Longsor Kali Belo, Desa Gekenderan, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur divonis penjara selama 1 tahun. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang menjatuhkan hukuman tersebut dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri Kupang, Senin (25/3/2024).
Ketiga terdakwa itu adalah Emanuel Laurensius Lusi Sogen selaku PPK, Yohanes Kia Doni selaku Direktur PT Entete Jaya Konstruksi dan Christianus Sunur selaku pelaksana.
Kuasa hukum Laurens Sogen, Lambertus Palang Ama dan Hendrikus Hali Atagoran mengatakan, keputusan hakim lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Kita sudah mendengar keputusan hakim terhadap perkara No 62 Tipikor Kupang. Pada akhirnya hakim memutuskan hukuman 1 tahun penjara,” ujar Lambertus Palang Ama usai siding putusan.
Menurut dia, berdasarkan putusan yang dibacakan majelis hakim, ada beberapa hal yang menjadi catatan, dimana masyarakat pasti menilai orang yang divonis bersalah pasti menerima uang atau menikmati hasil korupsi.
“Namun pak Laurens ini sama sekali tidak terbukti menerima aliran dana apapun, baik dari penyedia jasa atau pihak lain. Sehingga dalam putusan hakim tidak ada uang pengganti,” jelasnya.
Meski demikian, kliennya Laurens mengakui ada kelalaian sebagai PPK dalam mengendalikan kontrak kerja. “Ada beberapa hal yang dia lalai. Ya namanya manusia kan,” ujarnya.
Kuasa hukum lainnya, Hendrikus Hali Atagoran, SH, menegaskan tidak semua terpidana kasus korupsi menerima aliran uang, dan bahwa hal ini merupakan konsekuensi dari jabatan sebagai PPK. “Itu penegasan supaya masyarakat kita tahu, bahwa itu adalah konsekuensi dari sebuah jabatan sebagai PPK. Dan dia dianggap lalai, sehingga harus bertanggung jawab,” jelasnya.
Kecewa dengan Pemda Flotim
Atagoran mengaku kecewa dan mengecam sikap Pemerintah Daerah Flores Timur yang tidak memberikan komentar terhadap kasus ini, meskipun proyek tersebut dilakukan atas nama pemerintah.
Dia menegaskan, klien mereka yang mengerjakan proyek itu bukan atas kemauan pribadi, tetapi mengatasnamakan pemerintah. “Padahal Klien kami ini kerja atas nama pemerintah dan berdasarkan SK. Tetapi sejak awal penyidikan sampai putusan, pemerintah tidak pernah mengeluarkan komentar terkait kasus ini,” tegasnya.
Atagoran mengatakan, pihaknya masih belum menerima atau keberatan terkait dakwaan tentang jarak angkut pasir yang dititik berat ke kliennya. “Walaupun menerima putusan hakim, kami masih keberatan dengan dakwaan-dakwaan terkait jarak angkut pasir yang harus mengubah kontrak,” ujarnya.
Dengan putusan hakim selama setahun penjara, dan kliennya telah menjalani sekitar 5 bulan tahanan, maka hanya tersisa 7 bulan yang harus dijalani kliennya.
Terdakwa Laurens Sogen, mengaku menerima putusan hakim, dan berterima kasih untuk semua pihak yang terlibat, sehingga kasus ini sampai pada titik akhir, yakni putusan hakim. “Bahwa terkait putusan tadi, itu saya terima,” ujar Laurens.
Ia menyampaikan permohonan maaf untuk semua pihak, terutama keluarga, ASN, masyarakat Flores Timur, APH dan pemerintah. “Saya minta maaf. Mungkin akibat dari perbuatan saya sudah menimbulkan citra yang tidak baik. Tetapi pada prinsipnya saya hanya semata-mata melaksanakan pekerjaan sesuai ketentuan dan aturan,” ungkapnya.
Laurens mengaku yakin, suatu saat nanti, pokok perkara dalam kasus ini akan terbuka dan terang-benderang. “Perkara ini akan terang, bahwa sebenarnya seperti apa,” ujranya.
Asal tahu saja, kasus dugaan korupsi proyek pembangunan talud penahan longsor di Desa Gekeng Deran, Kecamatan Tanjung Bunga itu menelan dana dari BNPB tahun anggaran 2020 senilai Rp 2,7 miliar.*/Laures Leba Tukan