Melki Laka Lena Beberkan Pokok-Pokok Penting UU Kesehatan/Omnibus Kesehatan

76
Ketua DPR RI Puan Maharani ketika menerima dokumen RUU Kesehatan dari Ketua Panja yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena. RUU tersebut yang kemudian disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR RI pada masa persidangan V Tahun sidang 2022-2023 pada hari Selasa (11/7/2023). Foto: ANTARA.News

LARANTUKA,SELATANINDONESIA.COM – Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena membeberkan sejumlah hal penting dalam UU Kesehatan (Omnibus Kesehatan).

Kepada SelatanIndonesia.com di Larantuka, Selasa (1/8/2023) menjelaskan, amanat UUD 1945: “Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan” dan “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak.”

Berdasarkan amanat itulah, DPR menginisiasi RUU tentang Kesehatan. “RUU tentang Kesehatan telah disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna Selasa 11 Juli 2023. Presiden secara resmi akan mengeluarkan menjadi UU dalam kurun waktu 30 hari sejak diterimanya naskah UU. RUU ini sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020-2024,” sebut Melki Laka Lena.

Ketua DPD I Partai Golkar NTT ini menjelaskan, pada tanggal 14 Februari 2023 RUU tentang Kesehatan telah disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI,  dengan sistematika rumusan RUU tentang Kesehatan terdiri dari 20 Bab dan 478 Pasal. “Tanggal 3 April 2023, diputuskan bahwa pembahasan terhadap RUU tentang Kesehatan ditugaskan kepada Komisi IX DPR RI sebagai salah satu Alat Kelengkapan Dewan yang akan membahasnya bersama dengan perwakilan dari Pemerintah,” jelas Melki Laka Lena.

Panitia Kerja (Panja) RUU tentang Kesehatan mulai bekerja terhitung sejak dibentuk pada tanggal 5 April 2023 di dalam Rapat Kerja bersama pemerintah dalam Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022–2023, hingga tanggal 19 Juni 2023 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023. Dalam rangka memperkaya wawasan untuk penyempurnaan konsepsi RUU tentang Kesehatan, Panja sangat menyadari bahwa pembahasan RUU ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan melibatkan masyarakat dalam keikutsertaan pembahasan RUU Kesehatan ini.

“Untuk itulah demi menjaga keterbukaan dan partisipasi bermakna (meaningfull participation) dari masyarakat, Panja telah melakukan tahapan konsultasi publik pada tanggal   11-12 April 2023 dan 10 Mei 2023, serta konsultasi publik di sela–sela pembahasan rapat Panja berdasarkan surat permohonan audiensi masyarakat yang telah diterima oleh Komisi IX DPR RI dari berbagai organisasi masyarakat, organisasi profesi, akademisi, asosiasi penyedia layanan kesehatan, lembaga keagamaan dan lembaga think tank. Masukan-masukan tersebut tentunya telah diakomodasi dan dipertimbangkan secara seksama di dalam RUU tentang Kesehatan ini,” jelasnya.

Disebutkan Melki Laka Lena, pencapaian pembangunan Kesehatan nasional mengalami disrupsi besar-besaran sejak pandemi COVID-19, berdampak luas terhadap seluruh tatanan masyarakat dengan menimbulkan beban tambahan dalam upaya peningkatan kualitas Kesehatan masyarakat, sehingga memaksa dunia, termasuk Indonesia untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi tersebut.

Situasi ini, kata dia membawa kesadaran pentingnya penguatan sistem kesehatan nasional, sehingga perlu dilakukan transformasi menyeluruh sebagai upaya perbaikan untuk meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat Indonesia dan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia.

“Berdasarkan identifikasi berbagai permasalahan di bidang Kesehatan, seperti Pelayanan Kesehatan yang masih didominasi pendekatan kuratif, ketersediaan dan distribusi Sumber Daya Kesehatan, kesiapan menghadapi krisis kesehatan, aspek kemandirian farmasi dan Alat Kesehatan, aspek pembiayaan, dan pemanfaatan Teknologi Kesehatan, dilakukanlah transformasi sistem Kesehatan. Akan tetapi, penyelenggaraan transformasi sistem Kesehatan memerlukan landasan regulasi yang kuat dan komprehensif. Pembenahan regulasi bidang Kesehatan juga diperlukan untuk memastikan struktur Undang-Undang di bidang Kesehatan tidak tumpang tindih dan tidak saling bertentangan,” katanya.

Melki Laka Lena menjelaskan, UU tentang Kesehatan telah mengalami proses pengembangan substansi yang ekstensif selama kurang lebih 3 (tiga) bulan terakhir, terdiri dari 20 Bab dan 458 Pasal. UU ini merupakan regulasi penting yang komprehensif di bidang kesehatan, dengan mencabut 11 UU terkait sektor kesehatan lama, dan untuk disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman.

UU Kesehatan Sebagai Tonggak Transformasi Kesehatan di Indonesia

Disebutkan Melki Laka Lena,  UU ini merupakan regulasi penting yang komprehensif di bidang kesehatan sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Menjabarkan agenda transformasi kesehatan yang bersifat reformis dan ambisius untuk:

  1. Upaya perbaikan pelayanan kesehatan di tingkat pertama (puskesmas dan klinik pratama) dan sekunder (rumah sakit) melalui penguatan penyelenggaraan upaya kesehatan dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif
  2. Pemerataan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan kemudahan akses layanan:
  • penguatan pelayanan kesehatan rujukan melalui pemenuhan infrastruktur, SDM, dan sarana prasarana,
  • pemanfaatan telemedisin,
  • pengembangan jejaring pengampuan layanan prioritas dan pelayanan unggulan nasional berstandar internasional.
  • pemerataan Fasilitas Pelayanan Kesehatan baik primer maupun rujukan

3. Penyediaan (kecukupan) dan pemerataan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan melalui:

  • percepatan produksi dan pemerataan jumlah dokter spesialis, melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis/subspesialis berbasis kolegium dan rumah sakit.
  • Penyederjanaan pengurusan perijinan menjadi cepat, mudah, dan sederhana melalui transparansi dalam proses Registrasi dan perizinan,
  • penyederhanaan proses perizinan melalui penerbitan STR yang berlaku seumur hidup
  • perbaikan dalam mekanisme penerimaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri melalui uji kompetensi yang transparan
  • pelindungan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang rentan dikriminalisasi
  • 4. Pemanfaatan Teknologi Kesehatan menjadi yang terdepan
  • akselerasi pemanfaatan teknologi biomedis untuk pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kedokteran presisi (precision medicine)
  • 5. penguatan Sistem Informasi Kesehatan
  • Dari sistem informasi yang terfragmentasi, menjadi terintegrasi.
  • Penguatan dan integrasi berbagai Sistem Informasi Kesehatan (SIK) ke Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKN) yang akan memudahkan setiap orang untuk mengakses data kesehatan yang dimilikinya tanpa mengurangi jaminan perlindungan data
  • 5. Penguatan kedaruratan Kesehatan
  • Dari sistem kesehatan yang rentan di masa wabah, menjadi tangguh.
  • diperlukan penguatan kesiapsiagaan pra bencana dan penanggulangan secara terkoordinasi dengan melakukan penyiapan tenaga kesehatan yang sewaktu-waktu diperlukan dapat dimobilisasi saat terjadi bencana atau masa kedaruratan
  • 6. Kemandirian kesehatan dalam negeri
  • Dari industri kesehatan yang bergantung ke luar negeri, menjadi mandiri di dalam negeri.
  • penguatan ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan melalui penguatan rantai pasok dari hulu hingga hilir, prioritisasi penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri, dan pemberian insentif kepada industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi dalam negeri
  • memberikan ruang eksositem untuk pengembangan inovasi kesehatan
  • 7. Penguatan pendanaan kesehatan
  • Dari pembiayaan yang tidak efisien, menjadi transparan dan efektif.
  • penerapan penganggaran berbasis kinerja dengan mengacu pada program kesehatan nasional yang dituangkan dalam Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) yang menjadi pedoman yang jelas bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

 Isu-Isu Krusial

Melki Laka Lena juga membeberkan beberapa isu krusial yang menjadi pembahasan di elemen masyarakat juga menjadi bagian serius di dalam pembahasan Panja.

  1. Pendanaan Kesehatan
  • Pendanaan Kesehatan bertujuan untuk mendanai pembangunan Kesehatan secara berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
  • Pemerintah Pusat melakukan pemantauan pendanaan Kesehatan secara nasional dan regional untuk memastikan tercapainya tujuan pendanaan Kesehatan tersebut diatas, melalui sistem informasi pendanaan Kesehatan (SIPK) yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional.
  • SIPK : seperangkat tatanan yang terintegrasi meliputi data, informasi, indikator, dan capaian kinerja pendanaan Kesehatan yang dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan dalam pembangunan Kesehatan.
  • Setiap fasyankes, instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, BPJS Kesehatan, BPJS TK, BUMN, BUMD, lembaga swasta, dan mitra pembangunan yang menjalankan fungsi Kesehatan melaporkan realisasi belanja Kesehatan dan hasil capaian setiap tahun melalui SIPK.
  • Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memprioritaskan anggaran Kesehatan untuk program dan kegiatan dalam penyusunan APBN dan APBD.
  • Anggaran Kesehatan tersebut merupakan anggaran selain untuk gaji dalam lingkup peningkatan Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat dengan tetap memperhatikan kesejahteraan bagi SDMK.
  • Pemerintah Pusat mengalokasikan anggaran Kesehatan dari APBN sesuai dengan kebutuhan program nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang Kesehatan (RIBK) dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja.
  • Sedangkan Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran Kesehatan dari APBD sesuai dengan kebutuhan Kesehatan daerah yang mengacu pada program Kesehatan nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang Kesehatan (RIBK) dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja.
  • Dalam rangka upaya peningkatan kinerja pendanaan Kesehatan, Pemerintah Pusat dapat memberikan insentif atau disinsentif kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan capaian kinerja program dan Pelayanan Kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
  • Dalam penyusunan anggaran Kesehatan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat berwenang untuk menyinkronkan kebutuhan alokasi anggaran untuk kegiatan:
    1. Upaya Kesehatan;
    2. penanggulangan bencana, KLB, dan/atau Wabah;
    3. penguatan Sumber Daya Kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
    4. penguatan pengelolaan Kesehatan;
    5. penelitian, pengembangan, dan inovasi bidang Kesehatan; dan
    6. program Kesehatan strategis lainnya sesuai dengan prioritas pembangunan nasional di sektor Kesehatan.
  • Dengan demikian diharapkan kebijakan kesehatan antara pusat dan daerah dapat berjalan secara terarah dan terpadu demi derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
  1. Aborsi
  • Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam KUHP.
  • Kriteria yang diperbolehkan dalam KUHP (Pasal 463) adalah:
    1. memberikan jaminan aborsi aman bagi korban kekerasan seksual, yang diperbolehkan hingga usia kehamilan 14 minggu; dan
    2. indikasi kedaruratan medis.
  • Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan tersebut hanya dapat dilakukan:
  1. oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan;
  2. pada fasyankes yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan; dan
  3. dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan.
  • Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab melindungi dan mencegah perempuan dari tindakan aborsi yang tidak aman serta bertentangan dengan KUHP.
  • Peraturan teknis akan diatur di PP
  1. Pelindungan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan

Pelindungan tenaga medis dan tenaga kesehatan terutama yang bertugas di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) serta daerah bermasalah kesehatan (DBK) atau daerah tidak diminati dapat memperoleh:

  1. tunjangan atau insentif khusus,
  2. jaminan keamanan,
  3. dukungan sarana prasarana dan alat kesehatan, \kenaikan pangkat luar biasa, dan
  4. pelindungan dalam pelaksanaan tugas.

Tenaga medis dan tenaga kesehatan saat menjalankan praktik (tugas) berhak mendapatkan pelindungan hukum baik dari tindak kekerasan, pelecehan, maupun perundungan.

  • Selain itu para tenaga medis dan tenaga kesehatan juga mendapatkan pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
  • Secara khusus, bagi tenaga medis yang diduga melakukan tindak pidana dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, harus melalui pemeriksaan majelis terlebih dahulu.
  1. Dokter Asing
  • Dokter spesialis dan subspesialis asing dan/atau Tenaga Kesehatan dengan kompetensi tertentu, dapat berpraktik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia dengan ketentuan tertentu:
  1. harus mendapat permintaan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang membutuhkan keahliannya;
  2. tujuan alih teknologi dan pengetahuan;
  3. masa praktek maksimal 2 tahun, dapat diperpanjang 1 kali dan hanya untuk 2 tahun berikutnya (pengecualian pemanfaatan di Kawasan Ekonomi Khusus).***Laurens Leba Tukan
Center Align Buttons in Bootstrap