Tangis Nenek Siti Tumpah di Ujung Pena

524
Wartawan senior dan Pemred Mediantt.com Joz Diaz menyerahkan bantuan sembako kepada Nenek Siti Abdullah di kediamannya RT 16 RW 7 Kelurahan Penfui, Kota Kupang, Jumat (14/2/2020) Foto; SelatanIndonesia.com/laurens leba tukan

(KUPANG,SELATANINDONESIA.COM) – Perempuan rentah itu berjalan sedikit membungkuk ke arah pintu gubuk tua miliknya. Mengenakan daster putih yang nampak kusut, pun tanpa alas kaki, ia lalu memberi salam kepada satu persatu rombongan wartawan yang terhimpun dalam Forum Wartawan Provinsi NTT yang mengunjunginya sore itu.

Rinai gerimis mulai menetes dari langit Penfui. Bahkan di ruang tamu gubuknya itu di sebuah sudut tampak tetesan air hujan dari atap gubuk tua Nenek Siti. Tetesan air hujan tembus hingga ke lantai semen yang sebagiannya mulai pecah dan terkelupas lantaran termakan usia.

Di sudut kanan gubuk tua berdinding papan lapuk itu terpapampang kalender tahun 2019, dengan foto Walikota Kupang Jefri Riwukoreh dan isterinya. Persisi diatas kalender itu tersimpan sebuah ember plastik yang difungsikan untuk menadah air hujan agar tak menetes sampai  ke lantai. “Kalau malam, kami semua dengan mama tidur di sini jadi itu ember untuk tada hujan supaya jangan tembus di lante,” ujar Fatima Abdullah putri sulung Nenek Siti.

Perempuan rentah  bernama lengkap Siti Abdullah ini lahir di Waiwerang, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur 78 tahun silam. Ia ditinggal mati suaminya Pius Peka sejak ketiga putrinya masih balita. Semasa hidupnya, Alm. Pius Peka bekerja sebagai penjaga malam di Gedung Pramuka milik pemerintah Provinsi NTT.

Lantaran pendengarannya mulai terganggu, setiap percakapan dengan para wartawan tak bisa ditangkap oleh Nenek Siti. “Mama punya telinga tidak bisa dengar apa-apa lagi,” kata Fatimah.

Nenek Siti hanya meneteskan air mata ketika Joz Diaz wartawan senior dan Pemred Mediantt.com menyerahkan bantuan sembako yang merupakan hasil patungan para pewarta yang tergerak untuk membantu Nenek Siti.

“Hari ini bertepatan dengan hari kasih sayang, kami para wartawan datang menjumpai Nenek Siti untuk sekedar membawa sedikit ole-ole dan semoga bisa bermanfaat untuk Nenek dan cucu-cucu,” ujar Jos Diaz.

Air mata Nenek Siti makin deras mengalir di raut pipihnya yang kian keriput ketika Izakh Kaesmetan menyerahkan amplop berisikan uang hasil patungan para wartawan.

“Ini sedikit sumbangan dari teman-teman wartawan setelah menerima kabar dari teman kami Ketua Karang Taruna Penfui Jefry Tapobali yang mengatakan bahwa Nenek Siti sangat membutuhkan bantuan,” kata Izhak, Pemred Lensantt.com.

Nenek Siti tidak mampu berkata-kata, putri sulungnya Fatimah Abdullah yang juga janda empat anak ini yang menemaninya saban hari. Untuk menyambung hidup, Fatimah berjualan kue di depan gubuk tua peninggalan ayahnya yang terletak persis di depan jalan nasional dua jalur menuju Jembatan Petuk, lingkar luar Kota Kupang di RT 16 RW 7 Kelurahan Penfui. “Kalau rame, bisa dapat uang sampai 100.000, tapi sepih paling banyak 40.000, itu untuk beli beras dan sayur,” ujarnya.

Sesuai pengakuan Fatimah, ketika Jonas Salean menjadi Walikota Kupang, Nenek Siti sempat mendapatkan bantuan beras raskin. “Sekarang mama hanya dapat bantuan PKH Lansia,” katanya.

Dia juga mengatakan, sering kali petugas dari kelurahan datang mengambil data tentangnya dan Nenek Siti, tetapi data itu untuk apa ia mengaku tidak tahu. “Saya dengan mama hanya berdoa untuk bapak-bapak wartawan, kami berharap ada bantuan untuk perbaiki rumah kami ini,” ujar Fatimah.***laurens leba tukan

Center Align Buttons in Bootstrap