Statement 7 Maret dan Refleksi Ketua DPRD Lembata

215
Ketua DPRD Kabupaten Lembata, Petrus Gero

LEWOLEBA,SELATANINDONESIA.COM – 69 tahun silam, tepatnya pada 7 Maret 1954 para tokoh hebat Lembata menyatakan komitmen perjuangan Lembata menjadi Daerah Otonom. Tekad itu terpatri dalam sebuah dokumen sejarah yang dikenal dengan Statement 7 Maret.

Ketua DPRD Kabupaten Lembata, Petrus Gero merefleksikan bahwa komitmen para pejuang itu dengan tujuan mulia agar masyarakat Lembata dapat keluar dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan keterisolasian.

Ketua DPD II Golkar Kabupaten Lembata itu mengajak seluruh elemen masyarakat Lembata untuk terus bekerja dan berjuang membangun Lembata dalam kapasitas dan kemampuan masing-masing. “Mari berjuang bersama mengisi otonomi daerah yang sudah kita miliki dengan karya pembangunan di berbagai bidang terutama membangun manusia Lembata yang sehat masyarakatnya, sehat ekonominya dan sehat buminya,” sebut Petrus Gero ketika dihubungi SelatanIndonesia.com dari Kupang, Selasa (7/3/2023).

Petrus Gero menyampaikan terima kasih kepada para penjasa atas karya dan perjuangan sebagai pencetus Statement 7 Maret 1954 yang menjadi tonggak sejarah lahirnya Kabupaten Lembata.

Para Pencetus itu diantaranya, Petrus Gute Betekeneng, Mas Abdulsalam Sarabiti, S.Ambarak Badjeher, Stanislaus Lela Tufan, J. Bumi Liliweri. Theodorus Touran Layar, Yohanes Baha Tolok, Paulus Ributoran Tapoona, Bernardus Boli Krova, B.Sanga Kei, Antonius Fernandez, Fransiskus Paji Letor, Bernardus Bala Klide, Petrus Wuring Beding, Lambertus Kelake Kedang, P.Nuba Mato, Daton Keraf, S.M.Betekeneng, Jan Notan Da Proma, J. Emi Pureklolon, Johanes Lasan Bataona dan Sio Amuntoda. Juga tokoh hebat Yan Kia Poli, Pemegang Amanat Rakyat Lomblen saat itu.

Dikutip dari SatuNTT.com, setahun silam, Thomas B. Ataladjar menulis,Jangan Biarkan Tanah Sakral itu Kosong”. Ia menulis tentang jasa para Kakang dan Kapitan, para Kepala Kampung dan Temukung, para guru kepala dan guru bantu sekolah rakyat serta seluruh Rakyat Lomblen yang mendukung perjuangan dan terlibat dalam peristiwa akbar dan monumental di Hadakewa saat itu dan sesudahnya.

Mereka telah menghasilkan sebuah produk sejarah politik Lembata yang luar biasa,yakni Statement 7 Maret 1954. Pertanyaannya, mengapa di atas tanah sakral tempat dicetuskannya Statement 7 Maret 1954 itu masih kosong? Menurut Thomas, rasanya tidak cukup sekedar kata Terima Kasih buat segala perjuangan tulus para pejuang Lembata nan ikhlas ini demi Lembata. Monumen dan Museum Perjuangan Rakyat Lembata Sudah Saatnya Dibangun.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap