Tentang Dana Nakes Flotim, Transfer dari Kemenkes Masuk Pos Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Bukan Retribusi

3811
Kepala BP4D Kabupaten Flores Timur, Nia Corebima. Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Polemik tentang dana tenaga Kesehatan (nakes) di Kabupaten Flores Timur diperjelas oleh Kepala BP4D, Nia Corebima. Kepada SelatanIndonesia.com di Kupang, Selasa (18/10/2022) Nia Corebima menjelaskan, tahun ini ada transfer dari Kementrian Kesehatan RI yang masuk ke rekening RSUD dr. Hendrik Fernandez sebagai pergantian biaya pelayanan pasien Covid-19.

Dijelaskan, dana tersebut bukan retribusi melainkan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah karena merupakan dana transfer. “Dengan demikian  tidak ada kewajiban membayar Jasa Pelayanan Nakes.   Pendasarannya ada pada hasil evaluasi Ranperda Kabupaten Flotim tentang Perubahan APBD tahun 2022 di Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT,” sebut Nia Corebima.

Ia mengatakan, Jasa Pelayanan bagi para nakes di RSUD hanya  diperoleh dari  Pendapatan  Retribusi jasa pelayanan kesehatan di RSUD, yang sudah direncanakan dalam DPA setiap tahun. Sedangkan penggantian biaya pelayanan Covid tidak direncanakan oleh RSUD,  “Tetapi ini kan transfer yang tidak bersifat khusus maka dia akan masuk ke lain-lain pendapatan daerah yang sah maka tidak ada hak 40% itu,” tegasnya.

Nia Corebima mengatakan, sesuai dengan regulasi yang berlaku, setiap Rumah Sakit Umum Daerah dalam melakukan pelayanan terhadap pasien Covid, harus melakukan pelaporan dan menginput dalam aplikasi Kemenkes. Dari biaya pelayanan yang diberikan, maka Kemenkes RI menggantikan biaya yang dikeluarkan sesuai standar yang ditetapkan dalam KMK.  “Selama ini biaya pelayanan pasien Covid 19 menggunakan  dana APBD II, selanjutnya digantikan oleh Pemerintah Pusat, karena sebenarnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan, kenapa dana tersebut ditransfer ke RSUD dr. Hendrik Fernandez, karena pemahaman Kemenkes bahwa semua RSUD sudah menjadi BLUD. Padahal, RSUD dr. Hendrik Fernandez Larantuka  belum menjadi BLUD. Demikian pula sistem remunerasi  juga belum diatur secara baik di RSUD dr. Hendrik Fernandez Larantuka.

“Pada saat uangnya ditransfer dari Kemenkes masuk ke rekening RSUD dr. Hendrik Fernadez, pihak RSUD wajib menyetorkan ke kas daerah dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan BKAD agar penyetoran ke kas daerah pada pos pendapatan yang sesuai aturan. Yang terjadi adalah bendahara RSUD menyetor ke pos retribusi. Sehingga mereka menganggap sebagai pendapatan retribusi. Perlu dibedakan klaim kepada  BPJS dan dana yg bersifat transfer. Apabila klaim pembayaran kepada BPJS maka mengacu pada Permenkes tentang JKN,   penghasilan dari klaim BPJS tersebut jasa nakes sebesar  30-50% . Untuk RSUD dr. Hendrik Fernandez jasa pelayanan nakes terhadap klaim ke BPJS adalah sebesar  40%, karena itu pangkuannya di retribusi. Itu yang menjadi polemik karena mereka menganggap itu sebagai retribusi penghasilan rumah sakit,” jelas Nia Corebima.

Ia menambahkan, sejak awal TAPD Flotim juga melihat itu bukan sebagai retribusi karena bukan merencanakan pendapat. “Juga ini bukan klaim ke BPJS, ini transfer dari Kemenkes,” tandasnya.

Nia Corebima menambahkan, pada saat evaluasi, polemik itu diangkat dan memang terjadi kontroversi. “Kita lalu minta pihak Pemprov NTT sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah untuk memutuskan ini. Maka pada saat evaluasi APBD Perubahan, hal ini diangkat oleh Pimpinan DPRD dan pihak TAPD juga diminta klarifikasi. Maka keluarlah petunjuk dari Pemprov NTT melalui BKD NTT terkait dengan evaluasi perubahan APBD. Dia harus dialihkan dari retribusi ke lain-lain pendapatan daerah yang sah karena ini bersifat transfer,” jelasnya.

Dijelaskan Nia Corebima, dalam penyempurnaan belum lama ini di DPRD dan hasil evaluasi di tingkat Provinsi NTT semua bersepakat untuk mengacu pada petunjuk BKD Provinsi NTT sehingga sudah disepakati bahwa tidak ada hak untuk Nakes. “Manakala ada hak-hak lain yang belum dibayar oleh Pemda maka harus direview terlebih dahulu oleh APIP maka baru bisa dianggarkan di tahun 2023. Biaya transfer dari Kementrian Kesehatan sebesar Rp 14 milliar lebih sejak 2021 sampai 2022 yang masuk sebagai pos lain-lain pendapatan daerah yang sah,” jelasnya.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap