
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyampaikan rasa prihatin lantaran realisasi Belanja Daerah Tahun Anggaran berjalan hingga 8 September 2022, baru mencapai 52,45 persen.
Keprihatinan Fraksi Partai Golkar pimpinan Hugo Rehi Kalembu dan H. Mohammad Ansor itu disampaikan juru bicara Maximilianus Adipati Pari ketika menyampaikan Pemandangan Umum Fraksi Partai Golkar terhadap RAPBD Tahun Anggaran 2023 dalam Rapat Paripurna yang digelar, Selasa (18/10/2022).
Maximilianus memaparkan rincian sejumlah data diantaranya tentang Belanja Operasi. “Khusus Belanja Pegawai yang ditargetkan sebesar Rp 1,7 Trilyun lebih, baru direalisir 52,76%. Fraksi Partai Golkar perlu mengingatkan dan menegaskan kepada Saudara Gubernur, bahwa apapun alasannya, kesejahteraan ASN, berupa gaji, tunjangan dan lain-lain tak boleh dikorbankan kecuali karena force majeur,” tegasnya.
Maximilianus mengatakan, Belanja Modal terealisir sebesar Rp 687,2 Milyar lebih atau 54,69% dari target sebesar Rp 1,2 Trilyun lebih. “Fraksi Partai Golkar meminta Saudara Gubernur agar realisasi fisik belanja modal jalan, jaringan dan irigasi yang didanai Pinjaman Daerah dengan pola konstruksi sistem tahun jamak,agar diusahakan mencapai volume dan kualitas terukur sesuai target RPJMD,” katanya.
Ia menambahkan, dari Nota Keuangan tergambar bahwa target Pendapatan Daerah TA 2023 sebesar Rp 5.239.939.727.326, naik 3,47% dari target APBD-P TA 2022 sebesar Rp 5.063.892.995.891 dan target Belanja Daerah direncanakan sebesar Rp 5.011.178.102.130 atau turun 10,44 % dari target APBD-P TA 2022 sebesar Rp 5.595.612.615.524. Dengan demikian maka terjadi surplus anggaran sebesar Rp 228,76 Milyar lebih yang perlu dikelola dengan baik.
Meski demikian, Fraksi Partai Golkar menyampaikan apresiasi kepada Gubernur yang telah lebih awal menyiapkan dan mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023 pada pertengahan September 2022. “Karenanya DPRD dapat mengagendakan Persidangan DPRD dalam rangka membahas bersama RAPBD TA 2023, tepat waktu sesuai ketentuan. Harapan Fraksi, agar dengan waktu yang cukup luang, Pemerintah Daerah dan DPRD dapat mendalami dan membahas RAPBD TA 2023 lebih intensif sehingga dapat mengakomodir berbagai aspirasi masyarakat ke dalam program pembangunan daerah dengan memaksimalkan sumber-sumber pendapatan daerah yang dimiliki,” ujarnya.
Maximilanus juga memaparkan data historis pendapatan daerah Tahun 2017-2021. Disebutkan, Fraksi Partai Golkar menyatakan keprihatinan yang dalam atas terjadinya penurunan pencapaian target Pendapatan Daerah yang semakin tajam.
“Data historis menunjukan: TA 2017 sebesar 97,98%; TA 2018 sebesar 97,37%; TA 2019 sebesar 96,29%; TA 2020 sebesar 92,84%, dan TA 2021 sebesar 90,32%. Sedangkan untuk TA 2022 sampai dengan 8 September 2022, realisasi pendapatan daerah baru mencapai 52,75%. Secara khusus, realisasi PAD TA 2022 baru mencapai 46,71% dari target sebesar Rp 1,9 trilyun lebih sehingga estimasi untuk pencapaian target PAD pada Desember 2022, akan berkisar antara 60-70%.” katanua.
Karena itu, Fraksi Partai Golkar mengharapkan kerja keras dari jajaran Pemerintah Daerah yang mengelola sumber-sumber pendapatan daerah agar harapan untuk mencapai target 100% bisa terwujud pada akhir Tahun Anggaran 2022.
Maximilianus menambahkan, estimasi Pendapatan Daerah pada TA 2023 direncanakan sebesar Rp 5.239.939.727.326 meningkat sebesar 3,48% dari target APBD-P 2022 sebesar Rp 5.063.892.995.891. Sementara itu, PAD pada TA 2023 ditargetkan sebesar Rp 2.100.000.000.000. “Penentuan target PAD sebesar Rp 2,1 Trilyun tersebut menunjukkan tingginya optimisme Pemda untuk meraih prestasi, kendati realisasi PAD sampai dengan 8 September 2022 baru mencapai 46,71% dari target sebesar Rp 1,9 Trilyun lebih. Fraksi Partai Golkar meminta agar dasar optimisme ini perlu di gambarkan kepada Sidang DPRD,” ujarnya.
Maximilianus yang juga Ketua DPD AMPI NTT menyebutkan, dari sisi Pembiayaan Daerah, penerimaan Pembiayaan Daerah direncanakan sebesar Rp 4.159.731.999, dan pengeluaran pembiayaan direncanakan sebesar Rp 232.921.357.195. “Diharapkan dengan kebijakan ini sudah memperhitungkan kemampuan daerah untuk dapat mengatasi permasalahan alokasi pembayaran kembali bunga pinjaman di tengah penanganan dampak covid-19 dan pengaruh resesi ekonomi nasional dan global,” sebutnya.
Dari gambaran pada Pengantar Nota keuangan, maupun dalam Nota Keuangan atas RAPBD TA 2023, terlihat kapasitas Fiskal di NTT masih lemah dan ketergantungan pada dana trasfer pusat masih sangat besar. Itu pasalnya, Fraksi Partai Golkar terus meminta agar pemanfaatan aset-aset daerah dalam Kerjasama Operasional dengan Pihak Ketiga digiatkan dan pengelolaan empat BUMD agar lebih profesional.
Fraksi Partai Golkar mengemukakan beberapa atensi untuk melengkapi pembahasan terhadap postur RAPBD TA 2023. Sejumlah atensi itu diharapkan dapat mendukung pencapaian target tahun terakhir pelaksanaan RPJMD Perubahan 2018-2023. “Sehubungan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, dan berkaitan dengan Perda Penyertaan Modal pada Bank NTT, maka deviden Bank NTT hendaknya disetor seluruhnya ke kas Daerah sebagai penerimaan PAD. Selanjutnya baru diatur sebagai penyertaan modal sesuai mekanisme yang berlaku,” katanya.
Selain itu, untuk Kawasan Indusri (KI) Bolok, sesuai ketentuan Perda, perlu diberikan dukungan penyertaan modal yang memadai serta dukungan alokasi pembangunan semua prasarana dan sarana investasi di wilayah KI Bolok. Dengan demikian akan mewujudkan kawasan industri yang dapat mempercepat upaya peningkatan perekonomian daerah dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
“Kepada PT Jamkrida yang mulai memberikan deviden bagi PAD, perlu terus mendapat perhatian penyertaan modal dan arahan untuk pengelolaaan secara profesional. Dan, bagi PT Flobamor yang ditunjuk mengelola destinasi wisata Labuan Bajo agar lebih intensif menjembatani program nasional dan daerah serta tetap memperhatikan Cor Business.” ujarnya.
Darurat Stunting
Secara Nasional, Provinsi NTT adalah daerah dengan angka Prevalensi Stunting yang tertinggi. Fraksi Partai Golkar mempertimbangkan beberapa hal dalam rangka percepatan penurunan angka prevalensi stunting di NTT. “Pemerintah Daerah NTT hendaknya menyelaraskan manajemen data dan informasi dengan manajemen nasional di bawah koordinasi BKKBN sehingga terjadi sinkronisasi dan kolaborasi program intervensi,” ujar Maximilianus.
Ia juga mengingatkan agar Pemda memastikan bahwa pada semua jenjang tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan hingga desa/kelurahan sudah terbentuk dan berfungsinya Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penanggulangan Stunting.
“Untuk mengetahui dampak intervensi terhadap pencegahan dan penanggulangan stunting, agar pada setiap TPPS dipertimbangkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemantauan dan Evaluasi yang secara berjenjang mengadakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan secara periodik sehingga memudahkan tindakan turun tangan lebih dini,” jelasnya.
Mengingat NTT sebagai wilayah darurat stunting, Pemerintah Daerah agar berkomunikasi dengan Bappenas dan Lembaga Nasional terkait dalam koordinasi dan kolaborasi program percepatan penurunan angka stunting dalam jangka menengah. Dengan demikian target nasional penurunan stunting dalam RPJMN pada tahun 2024 sebesar 14% dapat tercapai dan juga target RPJMD Provinsi NTT tentang penurunan stunting pada tahun 2023 menjadi 10-12% bisa dicapai.
Rapat paripurna itu dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD NTT, Christian Mboeik dan para anggota DPRD NTT dan dihadiri Wakil Gubernur NTT, Josef A. Nae Soi serta para pimpinan OPD Provinsi NTT.***Laurens Leba Tukan