Oleh Jay Yusuf
Berita terakhir mengenai jumlah supporter yang meninggal di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur mencapai 187 orang termasuk dua anggota Polri. Ini adalah gambaran akan ketidak mampuan dalam menerima sebuah perubahan dari alam. Sejarah indah Arema FC Malang selama 23 tahun tidak terkalahkan di kandang sendiri akhirnya rontok.
Yaaa… sebuah kemelekatan pada histori yang melahirkan fanatisme yang berlebihan. Dan ketika sebuah perubahan datang sebagai keniscayaan alam disikapi dengan kemarahan brutal. Energi murka yang terangkai secara kolektif oleh para supporter Aremania, akhirnya balik bagai boomerang. Hukum alam menunjukan sulamannya bagi mereka yang tidak paham akan sebuah perubahan.
Wahai para supporter mania Indonesia, belajarlah pada supporter LOmbelen Mania, pendukung setia Persebata Kabupaten Lembata, NTT. Belajarlah pada masyarakat pemburu ikan paus, bagaimana memperlakukan tim kesebelasan tamu yang datang bertanding sekaligus merontokan impian tuan rumah menjadi juara.
Empat hari yang lalu tepatnya tanggal 29 September 2022 dalam final Liga III, El Tari Memorial Cup (ETMC) III, Persebata Lembata sebagai tuan rumah menjamu Perse Ende. Pada pertandingan normal hasilnya imbang 2 : 2 sehingga sampai pada perpanjangan waktu namun tetap draw. Adu pinalti tidak terhindarkan. Tuan rumah Persebata Lembata akhirnya menerima kekalahan, skor akhir 2-3 hasil adu pinalti.
Penonton yang hadir menurut laporan panitia dari penjualan karcis sekitar 15.000 orang. Dan, 97% adalah supporter Persebata Lembata. Ada kekecewaan disana, namun kekecewaan ini disikapi dengan bijaksana bahwa tuan rumah haruslah ramah terhadap para tamunya. Rasa welas asih akhirnya mekar seirama kesadaran dalam kebersamaan yang harmoni akan sebuah turnamen. Cintapun akhirnya mekar disana saat tim Perse Ende meninggalkan pulau lembata.
Luar biasa…Lapangan tempat pertandingan itu sangat sederhana dan tidak layak pada turnamen Liga II. Ia hanya pantas di liga III, bahkan lebih pantas pada kejuaraan tingkat Kecamatan. Lapangan hanya dipagari kayu seadanya dan tidak layak disebut pagar keamanan dalam menghalau supporter. Karena dorongan seadanya dari supporter secara bersamaan mampu merobohkan pagar itu jika mereka mau melakukannya layaknya Aremania di stadion megah Kanjuruhan.
Lapangan itu hanya memiliki satu tribun kecil sementara pada sisi lain semuanya masih hamparan tanah kosong diselah perbukitan. Bahkan sebagian besar penonton menyaksikan pertandingan dari atas bukit.
Keesokan harinnya saat tim Perse Ende meninggalkan Lembata menuju ke Ende, lebih dari seribu orang supporter Persebata Lembata telah menunggu di Pelabuhan Lewoleba. Sebagian supporter lagi memilih menghadang rombongan mobil team perse Ende menuju pelabuhan. Jalan dipalang. Ada kekawatiran, juga sedikit ketakutan dari kontingen Perse Ende. Sebagian supporter Persebata, Lomblen Mania berteriak bahwa jangan pernah berharap kalian bisa membawa piala itu keluar dari tanah Lembata. Suasana semakin tegang dan hening. Melihat suasana demikian, akhirnya supporter Persebata Lembata membongkar sandiwara unik itu.
Mereka akhirnya dengan senyum dan rasa persahabatan merangkul semua team Perse Ende. Ini hanya prank. Maaf….kami hanya ingin ikut bahagia dengan cara yang berbeda dalam mengantar anda semua.
Perjalanan dilanjutkan sampai ke Pelabuhan Lewoleba. Disana sudah ada supporter Persebata yang memadati pelabuhan. Terjadi sambutan dalam suasan harmoni, mereka saling merangkul, ada tetesan air mata dikedua belah pihak. Tangisan cinta mengiringi team Perse Ende menaiki kapal cepat. Perlahan kapal menjauh dari pelabuhan Lewoleba, namun tangisan diatas kapal serta lambaian tangan terus mewarnai suasana indah siang itu. Begitu juga tangisan dan lambaian tangan dari pelabuhan, tidak seorangpun supporter Persebata Lembata beranjak pergi dari pelabuhan sampai kapal pembawa rombongan Perse Ende hilang dari pandangan mata. Kami juara dua dan kami ingin mengantar sang juara dalam suasana kekeluargaan, ungkap seorang supporter Persebata Lembata.
Sahabatku semua, kejadian ini sepertinya tidak pernah terjadi sebelumnya dimanapun di Indonesia ini pada sebuah turmanen sepak bola. Tuan rumah yang kalah dalam laga final mampu berbesar hati. Bahkan lebih dari itu, mereka merubah kekecewaan menjadi kesadaran cinta akan makna sebuah pertandingan sepak bola yang tidak hanya profesional ditengah keterbatasan fasilitas stadion tetapi menunjukan kepada kita semua bahkan Indonesia akan makna sebuah perhelatan yang harmoni. Pertandingan yang bukan sebatas fair play tetapi ada compassion (welas asih) yang mekar di hati para supporter Persebata Lembata. Selamat buat para supporter Lembata, kalian luar biasa. */)#beritasepakbola/Jay Yusuf-Putra Adonara.