MAUMERE,SELATANINDONESIA.COM – Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) adalah sebuah strategi yang bertujuan untuk menggaungkan langkah-langkah pengendalian inflasi dari sisi supply secara lebih integratif, masif, dan berdampak Nasional dalam pengendalian komoditas pangan yang sangat diperlukan masyarakat.
Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat memimpin High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT bersama seluruh Bupati se-daratan Flores, Lembata dan Alor, Deputi Bidang Agribisnis Kemenko Perekonomian, Deputi Pimpinan BI NTT, Dirut Bank NTT, para Camat dan Kepala Desa se-Kabupaten Sikka. Forum tersebut diselenggarakan untuk melaksanakan arahan Bapak Presiden Presiden Joko Widodo dalam mengantisipasi dampak Krisis Pangan dengan strategi Penguatan Ketahanan Pangan berbasis tanaman pangan lokal yaitu Sorgum, Jagung, Kelor, dan tanaman Hortikultura.
Tampil pula dalam forum itu, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng. Meski tidak hadir secara langsung, politisi senior asal Kabupaten Sikka itu menorehkan sejumlah gagasan cerdas untuk NTT. Melki Mekeng mengatakan, saat ini Indonesia tengah dihadapkan pada berbagai tantangan seperti ketidakpastian ekonomi global dan risiko stagflasi.
“Maka, upaya sinergi antar daerah diperlukan untuk mencukupi kelangkaan pangan, serta meningkatkan kapasitas produksi sebagai langkah antisipasi gejolak ketahanan pangan. Sinergi dan langkah bersama yang dapat ditempuh ditujukan untuk mengendalikan inflasi pangan pada 2022. Hal ini karena inflasi pangan memiliki bobot yang cukup besar dari komposisi pengeluaran masyarakat, sehingga pengendalian inflasi akan memberikan dampak sosial yang besar untuk kesejahteraan masyarakat,” sebut Melki Mekeng dalam paparannya yang disampaikan melalui rekaman video yang diputar dalam forum yang digelar di Kantor Bupati Sikka, Minggu (11/9/2022).
Melki Mekeng mengatakan, pengendalian inflasi pangan tidak saja menjadi urusan dan tugas pemerintah, tapi diperlukannya keterlibatan masyarakat dalam menggelorakan semangat kegotongroyongan untuk mengendalikan inflasi pangan dimulai dari tingkat rumah tangga, pemerintah daerah, hingga pemerintah pusat.
Selain itu, sinergi dan kolaborasi berbagai pihak akan menjadi modal utama dalam mengatasi permasalahan inflasi. “Dalam upaya pengendalian inflasi pangan diperlukan implementasi kebijakan riil yang bisa dirasakan langsung oleh para petani dan peternak. Untuk itu saya mengajak seluruh elemen instansi vertikal, pemerintah daerah, dan seluruh lapisan masyarakat untuk bersama bergandeng tangan kita kendalikan inflasi pangan. Inflasi pangan ini masalah perut, langsung ke rakyat. Kita harus turunkan inflasi pangan ini karena ini bukan masalah ekonomi, ini masalah sosial, masalah rakyat. Kita harus berjuang dan bersatu menurunkan tekanan inflasi ini,” ujar Melki Mekeng.
Mantan Ketua Badan Anggaran DPR RI ini mengatakan, jika belajar dari keberhasilan penanganan pandemi Covid-19, Indonesia memiliki dua senjata untuk mengatasi permasalahan, yakni kegotongroyongan dan pemanfaatan digitalisasi. “Hal ini pun berlaku bagi penanganan inflasi, di mana kedua senjata ini diyakini dapat menjadi kunci sukses Indonesia dalam menghadapi inflasi. Kegotongroyongan merupakan modal utama kita kendalikan inflasi pangan. Dengan sinergi, kolaborasi dan keterlibatan masyarakat, kita bisa menang melawan inflasi,” tegas Melki Mekeng.
Diperlukan Gotong Royong Melawan Inflasi
Melki Mekeng mengatakan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) harus melakukan terobosan berbasis gerakan gotong-royong dan menyatakan “perang” untuk menekan laju inflasi sebagai dampak krisis ekonomi global yang kini tengah terjadi.
“Gerakan gotong-royong ini harus digaungkan baik antar-TPID kabupaten/kota maupun antar TPID Provinsi. Tugas TPID sekarang menjadi jauh lebih berat karena harus bergerak seperti tim sepakbola yang memainkan total football dengan target bukan hanya inflasi di daerah masing-masing namun juga memitigasi daerah yang surplus dan defisit bahan pangan tertentu untuk kemudian dilakukan perdagangan domestic,” sebut Melki Mekeng.
Ia menyarankan, ego kedaerahan harus ditinggalkan demi kepentingan Nasional dalam rangka menekan laju inflasi. TPIP harus bisa menjadi semacam dirigen bagi orkestra TPID Provinsi. Sedangkan TPID Provinsi harus secara nyata membangun sinergi dan kolaborasi antar-TPI kabupaten/kota. “Selain gotong royong, juga diambil langkah-langkah antisipasi melalui strategi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. Strategi keterjangkauan harga dilakukan dengan pemanfaatan anggaran belanja pemerintah dalam rangka stabilisasi harga,” sebutnya.
Mekeng menambahkan, strategi ketersediaan pasokan dilakukan melalui berbagai program dalam kerangka memenuhi kebutuhan pangan yang mudah diakses masyarakat. Implementasi paling sederhana adalah pemenuhan kebutuhan hortikultura secara mandiri skala rumah tangga akan berdampak pada penurunan tekanan permintaan di pasar yang pada akhirnya berkontribusi terhadap stabilitas harga.
Disebutkan, kemudian strategi kelancaran distribusi dilakukan dengan mendorong kerjasama antardaerah dalam rangka memenuhi pasokan komoditas pangan. Salah satu implementasi strategi ini adalah digitalisasi pasar tradisional yang akan memperluas pasar dan memperpendek rantai distribusi sehingga menekan biaya.
“Tidak kalah pentingnya adalah strategi dalam pengelolaan komunikasi yang efektif melalui pemanfaatan teknologi informasi. Pertimbangan strategi komunikasi ini adalah untuk menangkal terjadinya informasi asimetris terhadap perkembangan harga di pasar. Keterikatan masyarakat terhadap media sosial saat ini bisa menjadi celah terjadinya disinformasi yang berpotensi menimbulkan gejolak harga,” ujar Melki Mekeng.
Tampil pula dalam forum tersebut Deputi Kepala BI Perwakilan NTT Daniel Agus, Dirut Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho, dan Bupati Sikka Roberto Diogo atau yang akrab disapa Robby Idong.***Laurens Leba Tukan