Presiden Jatahi NTT Tanam 15 Ribu Hektar Sorgum

469
Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo ketika meninjau Kebun Sorgum di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi NTT, kamis (2/6/2022) Foto: BPMISetpres/Laily Rachev)

KUPANG.SELATANINDONESIA.COM – Presiden Joko Widodo telah menjatahkan NTT 15 ribu hektar lahan untuk sorgum.  Dinas Pertanian Tanaman Pangan  Provinsi NTT sedang menyiapkan skenario untuk  pengembangan sorgum di NTT.

Di NTT tahun ini merupakan tahun ketiga pengembangan sorgum. “Pada tahun pertama 2020 kita di NTT menanam 2.800 Ha, tahun 2021 kita menanam 3.200 Ha. Hasil dari itu semua hanya untuk konsumsi dan oleh komunitas petani sorgum mengambil semuanya untuk pengolahan industri, juga untuk benih dan kebutuhan lain. Tahun 2022 ini kita menanam 3.200 Ha, dan semuanya dijadikan benih untuk nanti tahun depan sesuai arahan Bapak Presiden dan Menteri Pertanian, di tahun 2023 Indonesia akan menanam sorgum sekitar 400 ribu Ha. Kita NTT dijatahi 15 ribu Ha,” kata Kadis Pertanian Tanaman Pangan Provinsi NTT, Lecky F. Koly, Kamis (25/8/2022).

Sorgum menjadi isu menarik menyusul terbatasnya stok gandum akibat perang Ukraina dan Rusia. Selama ini Indonesia mengimpor gandum dari Ukraina. Sebagai gantinya, pemerintah mengembangkan sorgum untuk menjawab kebutuhan dalam gandum dalam negeri.

Lecky Koly mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten se-NTT untuk menyiapkan lahan. “Kita akan tanam di Sumba Timur 1.000 Ha, lalu siasanya di Lembata, Flotim, Sikka, Nagekeo, Sabu Raijua, Rote Ndao, dan Alor. Juga beberapa kabupaten di daratan Timor, Manggarai Timur dan Sumba seluruhnya. Ini kita siapkan untuk dijadikan produksi benih, sekaligus juga kita mempersiapkan penanaman di tahun 2023 seluas 15 ribu Ha,” kata Lecky Koly.

Dijelaskan Lecky Koly, alokasi 15 ribu Ha itu selain untuk menjawabi arahan Persiden dan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat, juga sebagai upaya untuk diversifikasi pangan non beras guna mengurangi   ketergantungan pada beras yang semakin hari semakin meningkat.

“Pengembangan sorgum juga akan menjadi bahan substitusi gandum untuk pemenuhan berbagai kebutuhan bahan makanan. Karena itu kami dari Pemrpov NTT meminta kepada Pemerintah Pusat untuk bagaimana kebijakan sorgum. Karena arahan Bapak Presiden untuk dikembangkan dalam skala yang luas, maka harus ada serapan pasarnya,” jelas Lecky Koly.

Ia menambahkan, Pemerintah Pusat mesti memastikan kepada siapa sorgum itu akan diserap. “Karena dalam skala luas, jika tidak ada penyerapan dan dikembalikan untuk konsusmi masyarakat lokal saja, maka akan dikaji lagi karena bahan makanan lokal NTT juga banyak, bukan hanya sorgum, tetapi ada ubi, pisang dan sebagainya,” katanya.

Tidak hanya itu, kata Lecky Koly, NTT menjadikan sorgum sekaligus sebagai instrumen untuk penurunan angka kemiskinan dan stunting. “Karena dengan daya serap tinggi di pasar maka otomatis kita bisa masuk ke instrumen ekonominya. Kita bisa padukan dengan pola TJPS (Tanam Jagung Panen Sapi) sehingga instrumen untuk penyelesaian masalah sosial ekonomi masyaraat NTT itu bukan hanya jagung saja tetapi juga sorgum. Di samping itu karena sorgum ini sudah dikenal luas oleh masyarakat NTT dari aspek sosial budaya maka kita jadikan peluang,” kata Lecky Koly.

Lecky Koly memastikan Pemprov NTT sudah sangat siap berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten dan masyarakat melaksanakan arahan Persiden Jokowi untuk pengembangan 15 ribu Ha sogum di NTT tahun 2023. “Bahkan nama-nama petani dari masing-masing kabupaten sudah ada di kita,” sebutnya.

Dijelaskannya, sorgum memiliki karakter tumbuh yang sangat bagus di NTT. Pola tanamnya monokultur sehingga bakal diintegrasikan dengan ternak. “Kemarin itu ekosistem pembiayaan peternakan sudah ada. Dan karena 1 Ha sorgum bisa menghasilkan 40-50 ton biomasa untuk kepentingan pakan ternak dan gula untuk bioethanol. Sehingga nanti sorgum itu tidak sekadar untuk panen biji beras sorgum saja tetapi dari batangnya akan diolah untuk menambah rantai ekonomi bagi kepentingan pakan ternak. Juga batangnya bisa dipres menjadi gula sebagai pemanis pengganti gula pasir, sehingga akan sangat berguna jika kita kembangkan dalam skala luas,” jelasnya.

Lecky Koli mengatakan, beberapa hari lalu Pemprov NTT didatangi Kedutaan Besar Swedia untuk RI. Mereka sangat membutuhkan biomasa-biomasa hasil pertanian baik itu padi jerami, jagung, dan sorgum serta kakao untuk dijadikan berbagai macam produk yang berguna untuk kepentingan masyarakat NTT termasuk untuk bahan seperti batu bata untuk bangunan.

“Ini semua tentu akan terintegrasi dalam kebijakan pengembangan komoditas sehingga tidak akan ada sisa sampah, semua diolah. Ini peluang bagi kita untuk dikerjakan. Kita mengajak semua masyarakat NTT berkolaborasi dalam skema pentahelix,” ujarnya.

Sekali Tanam, Panen Tiga Kali

Lecky  Koly juga menjelaskan, sorgum memiliki karakter tanam yang sangat menguntungkan petani. “Sorgum ini tanam satu kali panen tiga kali. Dan kita bisa tanam di musim hujan dan di akhir musim hujan. Tanaman ini sangat tahan dengan cuaca kering. Panen pertama 4 bulan, kita tebang batangnya lalu tumbuh tunas baru, tiga bulan lagi panen. Lalu tebas lagi dan tiga bulan lagi panen. Setelah itu baru kita bongkar untuk tanam baru lagi,” jelasnya.

Karena itu, kata Lecky Koly, daerah-daerah dengan lahan marginal yang kering seperti Solor, Adonara, Alor, Pantar, Lembata dan daerah-daerah lain yang kering sangat cocok dengan tanaman sorgum. “Tetapi kepastian harga menjdi sangat penting untuk memotivasi masyarakat kita dalam mengembangkan sorgum. Maka, pola ekosistem seperti TJPS itu yang dipakai, karena kekuatan ada di pasar untuk mengantisipasi penumpukan produk,” ujar Lecky Koly. ***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap