SURABAYA,SELATANINDONESIA.COM – Pengacara muda asal Adonara, Flores Timur yang karirnya kini melejit di Jawa Timur, punya pikiran cerdas tenatang Restorative Justice. Martin Tokan, Fouder MT Law Office di Surbaya ini menyebut, mindset aparat penegak hukum dan mindset masayarkat Indonesia harus berubah.
“Kalau kita bicara perubahan paradigma dari hukum pidana klasik ke hukum pidana modern, yang paling sulit bukan merumuskan aturan, tetapi yang paling sulit adalah penegakan. Bagaimana menyadarkan masyarakat bahwa menggunakan hukum pidana bukan sebagai sarana balas dendam. Jika itu yang terjadi maka kita sedang ada di jaman sekian seribu tahun ke belakang. Hukum pidana dalam perkembangan moderen tidak seperti itu,” sebut Martin Tokan kepada SelatanIndonesia.com, Minggu (3/7/2022).
Disebutkan, di Eropa Barat sudah amat jarang pengadilan menjatuhkan pidana penjara terhadap pelaku. Dan itu tidak terlepas dari perkembangan hukum pidana modern, “Perlu kita ketahui fungsi hukum pidana ada tiga yaitu melindungi kepentingan individu, melindungi kepentingan masyarakat, dan melindungi kepentingan negara,” jelasnya.
Ia membeberkan contoh perkara Nenek Minah yang mengarah kepada konsep RJ (Restorative Justice). “Yang perlu kita ketahui, RJ adalah pemulihan keadilan,” sebutnya.
Dikatakannya, secara konsep pemulihan keadilan tidak menitik beratkan pada penghukuman. “Perlu kita ketahui, istilah dalam hukum Belanda Rechterlijk Pardon merupakan bentuk dari modifikasi atas kepastian hukum yang bersifat kaku. Menuju kepastian hukum yang bersifat fleksibel. Hal ini berangkat dari beberapa perkara yang sebenarnya telah memenuhi rumusan delik tindak pidana, namun perbuatannya tidak layak untuk di jatuhkan pemidanaan. Yang artinya adalah pemafaan hakim, tidak terlepas dari RJ (Restorative Justice). Artinya seseorang yang melakukan kejahatan tetap dinyatakan bersalah tidak diikuti oleh pemidanaan,” jelasnya.
Martin Tokan menambahkan, kasus Neneh Minah yang mencuri 3 buah kakao terjadi tarik menarik antara Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan. “Nenek Minah tetap diproses dan Nenek Minah dinyatakan bersalah dijatuhkan hukuman percobaan. Artinya Nenek Minah tidak perlu menjalani pidana. Putusan pengadilan tetap menjatuhkan bersalah untuk kepastian hukum, tetapi hakim juga mengedapankan kemanfaatan dan keadilan karana tidak ada manfaatnya memidana Nenek yang berusia 55 tahun hanya karena 3 buah kakao,” ujarnya.
Dikatakan Martin Tokan, pesan menarik yang patut dicontohi dari kasus Nenek Minah yang mencuri 3 buah kakao yang tidak punya ongkos bolak balik ke persidangan dan diongkosi oleh jaksa untuk datang ke persidangan. “Saya kira ini sukses story dan ini adalah cerita-cerita yang baik yang perlu disosialisasikan. Bisa bayangkan, penuntut umum dia yang harusnya menuntut terdakwa justru memberi ongkos kepada Nenek Minah untuk datang ke persidangan,” ujarnya.
Djelaskan Martin Tokan, RJ baru muncul tahun 1977 yang diperkanalkan oleh Albert Eglash dalam kritik Terhadap Hukum Pidana.***Laurens Leba Tukan