KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Namanya sudah tidak asing bagi public di Nusa Tenggara Timur, apa lagi di Kabupaten cendana, Timor Tengah Selatan (TTS). Sejak tahun 1992, ia mendirikan Sanggar Suara Perempuan dan berhasil mendidik sejumlah relawannya yang kini menyebar di berbagai instansi dan lembaga.
Dia adalah, Rambu Atanau Mella. Perempuan kelahiran Sumba Timur, 8 Maret 1963 ini punya kepedulian yang kokoh untuk berjuang demi kaumnya. Berkat kerja kerasnya bersama para prelawan, pada 1997, Sanggar Suara Perempuan makin dikenal dan berbadan hukum menjadi Yayasan Sanggar Suara Perempuan.
Pasangan hidup mantan Bupati TTS dua periode Paul Mella ini tidak menyangka akan menerima Penghargaan Hari Kartini Tahun 2022 dari Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM). Rambu Mella, sapaan akrab Rambu Atanau Mella, tidak membayangkan akan meraih penghargaan itu karena bagi dia, masih banyak hal yang belum dilakukannya sejak 1997 fokus memperjuangkan hak-hak perempuan.
Ia bersama 22 wanita dari seluruh Kabupaten dan Kota di NTT dinobatkan untuk menerima penghargaan tersebut. Rambu Mella mewakili Kabupaten Timor Tengah Selatan.
“Banyak hal yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak perempuan yang masih perlu diperjuangkannya. “Kehidupan saya sebagian besar untuk memperjuangkan hak-hak perempuan,” sebut Eambu Mella yang kini Direktis Yayasan Sanggar Suara Perempuan kepada wartwan di Rumah Makan Taman Laut Handayani Kupang, Kamis (21/4/2022). Ia didampingi sejumlah aktivis perempuan diantaranya Pendiri Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinaleloe.
Rambu Mella mengaku dekat selama ini bersama perempuan marjinal yang tidak diuntungkan dalam banyak hal. “Mungkin hal ini yang dinilai dan dilihat oleh negara sehingga memberikan penghargaan tersebut kepada saya. Dan, dengan penghargaan ini membuat saya terus bekerja memperjuangkan hak-hak perempuan. Itu cita-cita utama saya,” katanya.
Ia mengakui banyaknya perubahan seiring berkembangnya sebuah era dibandingkan dengan sebelumnya. Perubahan ini dirasakan perempuan terutama di perkotaan. Namun di pedesaan belum banyak perubahan yang didapatkan perempuan dalam pemenuhan hak-haknya. “Tugas ini belum berakhir,” sebutnya.
Rambu Mella punya visi besar yaitu perjuangan terhadap perempuan yang diupayakan bukan saja oleh kaum perempuan tetapi juga oleh kaum pria di NTT. “Tidak ada perjuangan yang berat bila semuanya saling berjuang bersama-sama, tidak saja satu pihak yang berperan. Karena ada kesamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Saya pikir di Indonesia ini perempuan lebih banyak jumlahnya tetapi sebagian besar itu penonton, penerima pembangunan, tetapi saya bayangkan perempuan dapat terlibat aktif dalam pembangunan,” katanya.
Pekerjaan memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mencapai derajat yang sama masih menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar. Ia mencintai perjuangan ini dan pencapaian itu adalah hal yang besar untuk diraih. “Tuhan masih mengijinkan untuk menikmati hidup, saya tetap pada prinsip perjuangan yang sama. Sejak dulu tidak pernah berpikir kemana-mana lagi,” kata wanita yang pernah menerima American Women Award 2015 lalu.
Menurut dia, budaya patriarki di NTT masih sangat kuat yang memandang laki-laki sebagai kaum utama yang dianggap sebagai pengambil keputusan, penerus marga, penerus keturunan dan suku. “Misalnya untuk bersekolah, pada keluarga ekonomi tidak mampu dengan budaya ini, maka anak yang diprioritaskan adalah laki-laki untuk bersekolah di dibandingkan perempuan. Perempuan selalu jadi nomor dua. Sejak dalam keluarga pun anak perempuan dan laki-laki tidak dapat dibedakan seharusnya karena kesetaraan hak yang sama untuk pendidikan, kesehatan dan hak hidup lainnya,” tegas dia.
Rambu Mella hingga saat ini merupakan anggota tim advokasi kekerasan terhadap perempuan dan anak di TTS dari tahun 2000. Juga anggota Tim Kerja Kabupaten Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2006 hingga kini. Bahkan, ia menjadi Koordinator Terpadu pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dari 2019 hingga 2024.
Pendiri dan Koordinator Rumah Perempuan NTT, Libby Sinlaeloe mengatakan, Ibu Ramu Mella adalah sosok pejuang hak-hak perempuan yang selalu menjadi panutan bagi para aktivis perempuan di NTT. “Ibu Rambu Mella adalah perempuan berjasah dan sangat berpreatasi. Ia hadir sebagai sosok yang berada pada garis terdepan untuk membela hak-hak perempuan yang sering diabaikan,” ujar Libby yang juga Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Provinsi NTT ini. */)RenoMatrekano
Editor: Laurens Leba Tukan