JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Dugaan korupsi kembali muncul di Kabuaten Sikka. Kali ini dugaan korupsi itu berdasarkan temuan dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan NTT dengan angka yang cukup fantastik, di tengah masyarakat Sikka sedang menghadapi devisit anggaran, ancaman Covid-19 dan bencana alam yang tidak henti-hentinya.
“Kami desa KPK agar segera tangkap pelakuknya karena korupsi di tengah bencana dunia dan rakyat susah akibat bencana yang berkepanjangan, dalam sistim hukum positif kita, ancaman pidananya adalah hukuman mati, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (2) UU Tipikor,” sebut Koordinator Tim Penegak Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, SH dalam keterangan tertulisnya kepada SelatanIndonesia.com, Minggu (6/3/2022).
Dijelaskan Petrus, temuan penyimpangan pengelolaan keuangan Negara dan Hasil Pemeriksaan BPK RI, tidak bisa disandingkan dengan bantahan Yohanes Leba, Kepala BPBD Sikka bahwa temuan penyimpangan dana BPBD Sikka sebesar Rp 10 miliar, hanyalah masalah kekeliruan administrasi. “Publik Sikka lebih percaya temuan dan LHP BPK RI, ketimbang klarifikasi Yohanes Laba,” tegas Petrus.
Menurut Petrus, LHP BPK RI merupakan hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan yang dituangkan dalam LHP BPK sebagai Keputusan BPK.
Peran Media Mengawasi
Petrus mengatakan, peran pemberitaan media di Sikka sangat dibutuhkan untuk mengungkap hasil audit BPK RI meski disebut-sebut masih bersifat sementara. “Menjadi sesuatu yang penting dan menunjukkan bahwa dana sebesar Rp 10 miliar TA 2021 di BPBD Sikka telah dijebol oleh oknum-oknum tertentu dan para oknum itu dipastikan mulai mencari kambing hitam dan mencoba berlindung dibalik dalih ada kekeliruan administrasi,” ujarnya.
Petrus mengatakan, Kepala BPBD Sikka Yohanes Laba, dalam tanggapannya ke media online Sikka berdalilh bahwa temuan BPK RI, hanyalah masalah kekeliruan administrasi. Padahal, menurut Petrus, Yohanes Laba seharusnya menyadari bahwa temuan mengenai penjebolan dana BPBD Sikka Rp 10 miliar ini bukan temuan Inspektorat Kabupaten Sikka. “Ini adalah temuan BPK RI yang akan dituangkan dalam LHP BPK RI sebagai Keputusan BPK RI yang sifatnya final,” tegasnya.
Ia menambahkan, sudah menjadi rahasia umum, bahwa para koruptor selalu berlindung di balik alasan kekeliruan adminsitasi, kemudian merasa diri sedang dikriminalisasi dan sebagainya. “Padahal justru pada alasan kekeliruan administrasi itu, koruptor jadikan sebagai senjata atau modus bahkan “post factum” untuk mementahkan fakta, guna menyamarkan hasil korupsi yang pada gilirannya anak buah pegawai kecil selalu dijadikan tumbal sementara tuannya berleha-leha,” ujar Petrus.
Siapa Yang Bertanggung Jawab
Petrus menjelsakan, lembaga BPBD Sikka merupakan unsur pendukung tugas Bupati Sikka dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang penanggulangan bencana. Ia dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Bupati Sikka Roby Idong. Itu pasalnya, menurut dia, temuan penyimpangan dana BPBD Sikka Rp. 10 miliar, tentu Bupati Roby Idong adalah penanggungjawab tertinggi bahkan terdepan.
Karena itu Kejari Sikka harus lebih dini melakukan tindakan hukum, dan tidak boleh menunggu LHP BPK RI yang definitif baru Kejaksaan memulai penyelidikan dan penyidikan. “Kajari Sikka atau Kapolres Sikka sebaiknya dari sekarang memulai suatu penyelidikan dengan memeriksa Bupati Sikka Roby Idong, Kepala BPBD Sikka Yohanes Laba dkk guna dimintai pertanggungjawaban pidana korupsi,” katanya.
DPRD Sikka, menurut Petrus tidak boleh hanya berhenti pada sikap mengungkap hal ihwal temuan sementara BPK ini, saat Rapat Dengar Pendapat, melainkan DPRD Sikka harus tindaklanjuti dengan penggunaan “hak angket” agar DPRD bisa mengungkap dugaan korupsi dana BPBD. Sekaligus, sebagai dukungan politik kepada Kejaksaan dan Kepolisian dalam mengungkap dugaan korupsi diduga melibatkan tanggung jawab Bupati Sikka Roby Idong.
Dilansir dari SuaraSikka.com, hasil audit sementara BPK RI, menunjukkan dana Rp 10 miliar Tahun 2021 di BPBD Sikka diketahui jebol. Institusi ini diminta segera pertanggungjawabkan. Ihwal temuan sementara BPK ini awalnya terungkap di Komisi 3 DPRD Kabupaten Sikka, Rabu (1/3/2022), saat Rapat Dengar Pendapat bersama Forum Peduli Penanggulangan Bencana (FPPB) Sikka.
Anggota Komisi 3 Fabianus Toa yang menyinggung hal ini. Dia menyentil ketidakhadiran BPBD Sikka saat RDP. “Mereka ada pemeriksaan BPK. Dengar-dengarnya, ini kabar burung, ada sekitar Rp 10 miliar yang belum bisa dipertanggungjawabkan,” ungkap dia.
Rupanya informasi ini tidak sekedar kabar burung. Hasil penelusuran media ini, mengarah kepada kebenaran informasi yang disampaikan Fabianus Toa. “Ada indikasi temuan,” demikian keterangan seorang sumber terpercaya yang meminta namanya tidak disebutkan, Jumat (4/3/2022).
Namun sumber ini tidak menyebutkan berapa besar nominal yang jebol di BPBD Sikka. Ketika dikonfirmasi angka Rp 10 miliar sebagaimana informasi anggota Komisi 3 DPRD Sikka, sumber ini tidak mau mengungkapkannya.
BPBD Sikka diberi waktu 10 hari untuk mempertanggungjawabkan hasil audit BPK RI. Batas waktu yang ditentukan hingga 10 Maret 2022, atau tinggal 6 hari lagi.
Pada tempat terpisah, Kepala BPBD Sikka Yohanes Laba yang dihubungi di ruang kerjanya, Jumat (4/3/2022), beralasan hasil audit sementara BPK RI lebih kepada masalah administrasi. “Ya, ini pra audit. Saya sudah koordinasi dengan bendahara, bukti-buktinya ada, hanya harus dilengkapi saat verifikasi,” ujar dia.
Kepala BPBD Sikka ini tidak memberikan banyak keterangan. Dia beralasan laporan hasil audit sementara sudah berada di tangan Sekda Sikka Adrianus Firminus Parera. “Sudah disampaikan ke Sekda,” ungkap dia.
Informasi yang dihimpun, BPK RI menemukan dugaan penyalahgunaan keuangan pada sejumlah item kegiatan yang bersumber dari biaya tidak terduga (BTT) dan belanja rutin pada BPBD Sikka. Yohanes Laba yang belum menjadi Kepala BPBD Sikka mengakui lemahnya administrasi pada institusi yang dipimpinnya. Kondisi ini memaksa dia untuk melakukan pembenahan administrasi, sekaligus berhati-hati dalam mengambil kebijakan.
Akibat temuan BPK RI, BPBD Sikka saat ini kesulitan melaksanakan program kegiatan, terutama beberapa kegiatan tanggap darurat. Dia mencontohkan pekerjaan jembatan jebol di Desa Wolowiro Kecamatan Paga, dan penyelesaian masalah banjir di Kelurahan Wailiti Kecamatan Alok Barat, kini dilakukan pihak ketiga.
Dua kasus bencana ini menjadi prioritas untuk segera ditangani. Pihak ketiga menyanggupi membiayai pekerjaan dengan mengeluarkan uang sendiri, yang nanti akan dibayar kemudian.
BTT Naik Drastis
Catatan media, APBD 2021 mengalokasikan anggaran BTT senilai
sebesar Rp 5.355.673.480. Dalam perkembangan, pos ini mengalami kenaikan drastis sebesar 247,95 persen. Pada Perubahan APBD 2021 yang dimulai 1 Nopember 2021, Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo mengusulkan anggaran BTT sebesar Rp 18.634.884.635,16, atau bertambah Rp 13.279.211.155,16.
Menurut pendalaman Fraksi PAN, kenaikan drastis tersebut terjadi pada tiga kali perubahan APBD yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, tanpa persetujuan DPRD Sikka. Perubahan pertama dari semula Rp 5.355.673.480 menjadi Rp 15.365.637.961,50. Kemudian perubahan kedua dari semula Rp 5.355.673.480 menjadi Rp 19.365.673.961,50, dan perubahan ketiga dari Rp 5.355.673.480 menjadi Rp 21.291.909.093,55.*/eny)
Editor: Laurens Leba Tukan