KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Sidang Pra Peradilan oleh BPR Christa Jaya terhadap Polda NTT yang mengeluarkan SP3 terhadap Notaris Albert Riwu Kore memasuki tahapan keterangan ahli oleh Michael Feka.
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kupang, Senin (7/2/2022), dipimpin oleh Hakim Tunggal, Reza Tyrama. Pihak penggugat BPR Christa Jaya diwakili kuasa hukumnya Bildat Tonak dan Samuel David Adoe.
Mickael Feka mengatakan, ia diminta sebagai ahli berdasarkan dikeluarkannya SP3 laporan polisi terhadap Notaris Albert Riwu Kore. “Saya diminta sebagai saksi oleh pemohon praperadilan yaitu BPR Crista Jaya yang diwakili oleh Kuasa Hukumnya untuk memberikan pendapat sebagai ahli terkait dalam perkara praperadilan ini, yaitu terkait dengan SP3 tidak cukup alat bukti,” sebut Feka kepada wartwan usai persidangan.
Menurut Feka, dalam kasus tersebut telah memenuhi dua unsur bukti, dimana Albert Riwu Kore selaku PPAT bertanggungjawab atas hilangnya 9 sertifikat milik BPR Crista Jaya. “Kalau menurut saya, kasus ini sudah cukup alat bukti dan berdasarkan teori-teori pertanggung jawaban yang telah saya sampaikan dalam persidangan hari ini. Alasan saya kasus ini telah memenuhi unsur pidana itu ialah, yang dipersengketakan itu ialah sertifikat, buktinya BPR Crista Jaya sampai hari ini mengalami kerugian dengan 9 sertifikat,” sebutnya.
Ditambahkan Feka, kalau sertifikat itu dikembalikan ke BPR Crista Jaya, maka perbuatan melawan hukumnya sudah tidak ada.”Terkait dengan perbuatan Albert Riwu Kore selaku PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) telah terbukti memenuhi unsur pidana pasal 372 jo 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan dan pemerataan penggelapan. Berdasarkan teori pada pertanggungjawaban strict liability atau (tanggung jawab mutlak) iya,” tegasnya.
Sebagai ahli, Feka menyampaikan saat memberikan keterangannya dalam persidangan ia tidak pernah masuk dalam pokok perkara, namun ia memberikan keterangan sesuai dengan kapasitas dia sebagai ahli hukum pidana. “Saya sekalipun diajukan oleh pemohon, ketika pertanyaan masuk dalam pokok persoalan saya cut, tidak bisa masuk dalam pokok persoalan. Saya berusaha menjelaskan secara objektif, berdasarkan teori-teori, jika ada yang membantah silahkan menggunakan teori juga,” jelasnya.
Ia menambahkan, terkait keterangannya dalam persidangan bila ada pihak yang tidak setuju, maka dapat memberikan keberatan sesuai teori yang objektif. “Teori pertanggungjawaban yang saya sampaikan tadi dalam persidangan, bila tidak setuju maka bisa mengajukan keberatan dengan teori lain tentang objektif terkait kasus ini,” katanya.
Menurutnya, keterangan yang diberikan olehnya merupakan keterangan yang bersifat objektif sesuai kapasitasnya. “Maksudnya supaya saya memberikan keterangan yang objektif, memberikan pendapat semata-mata keahlian saya dibidang hukum pidana. Jika ada yang tidak sependapat dengan saya silahkan ajukan teori-teori lain, untuk membantah teori-teori yang saya sampaikan tadi dalam sidang. Sebagai ahli saya menilai kasus tadi telah melalui unsur 372 jo. 374,” jelasnya.
Lanjutnya, bahwa hingga saat ini pihak BPR Crista Jaya, belum menerima sertifikat tersebut sehingga Albert Riwu Kore selaku PPAT, telah memenuhi unsur pidana. “Per hari ini, BPR Crista Jaya belum menerima itu, sehingga saya menyatakan telah memenuhi unsur pidananya, karena barang itu (sertifikat), dalam penguasaan terlapor dalam hal ini pak Albert sebagai pejabat PPAT untuk membuat APHT. Di dalam persidangan juga saya menyatakan tidak ada hubungan hukum antara pak Raffi dan pak Albert, namun yang ada ialah hubungan langsung antara pak Albert dengan Raffi, maka itu memang hal yang tidak wajar,” ujarnya.
Kuasa Hukum dari BPR Christa Jaya, Bildat Tonak, SH, mengatakan, saksi ahli telah menjelaskan bahwa dalam kasus BPR Christa Jaya dan Notaris Albert Riwu Kore, telah tercukupinya dua alat bukti. Sehingga, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, minimal terdapat dua alat bukti. “Apabila kita merujuk pada pendapat ahli, apakah dalam perkara ini terpenuhi dua alat bukti tersebut atau tidak. Sesuai dengan fakta persidangan, yang jelas ini bahwa adanya dua alat bukti untuk menyatakan diduga terlapor sebagai tersangka,” unjarnya.
Thonak mengatakan, kemudian ada penyangkalan-penyakalan dari bapak Albert tidak mengetahui akan adanya surat ini dan sebagainya, keterangan saksi ahli bahwa keterangan calon terlapor atau calon tersangka hanya berlaku bagi dirinya sendiri karena dia punya hak membantah. “Tetapi bukti surat adalah bukti yang sempurna dan harus dipercayai dengan apa yang tertulis. Bagi kami, perkara ini telah tercukupi dua alat bukti dan apa yang dilakukan Polda NTT dengan menyebut SP3 mungkin tidak procedural,” tandasnya.*)Wilmak/PT
Editor: Laurens Leba Tukan