KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Badan Anggaran DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur punya sejumlah alasan mendasar ketika melakukan pemangkasan terhadap sebagian besar anggaran yang diajukan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan Tim Penggerak PKK.
Dari Rp 150 miliar yang diajukan oleh Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Banggar DPRD memangkas hingga tersisa Rp 20 miiar untuk tahun anggaran 2022. “Ada temuan BPK berkenaan dengan pelaksanaan program yang dikelola oleh PKK dan menurut informasi pemerintah yang disampaikan dalam rapat Badan Anggaran, belum selesai ditindaklanjuti. Temuan BPK itu menurut kami cukup serius,” sebut Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Dr. Inche Sayuna kepada SelatanIndonesia.com, Minggu ( 5/12/2021).
Sekretaris DPD I Partai Golkar Provinsi NTT ini mengatakan, dalam temuan BPK tersebut dijelaskan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur belum memiliki kebijakan mengenai pedoman pelaksanaan koordinasi perangkat daerah lintas sektor tingkat provinsi yang dilengkapi dengan tugas dan kewajiban, serta mekanisme kerjasama keterlibatan pihak lain termasuk TP PKK NTT. “Pemberian makanan tambahan (PMT) gagal karena tidak menggunakan data riil balita kurus. Juga kelompok penerima manfaat dari kegiatan kawasan Rumah Pangan Lestari tidak tepat sasaran dan tidak di lokasi prioritas stunting,” ujar Inche Sayuna.
Ia menambahkan, selain masih tersisa catatan Temuan BPK yang harus ditindaklanjuti, dalam kunjungan DPRD ke beberapa kabupaten/Kota yang disampaikan dalam laporan anggota DPRD bahwa ada sejumlah persoalan berkaitan dengan pelaksanaan desa model oleh PKK. “Tidak fokus ke pemberantasan stanting, konsep pemberdayaan yang dibangun PKK ada sejumlah kegagalan di lapangan. Juga ada boncengan muatan kepentingan yayasan tertentu dibalik program desa model yang digagas PKK,” bebernya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Inche Sayuna mengatakan, pada tahun anggaran 2022 Banggar DPRD NTT hanya menganggarkan Rp 20 miliar kepada PKK tetapi dengan catatan agar bisa menyelesaikan temuan BPK dan sekaligus membenahi catatan-catatan yang sudah disampaikan oleh DPRD NTT.
Politisi perempuan dari Dapil Timor Tengah Selatan ini mengatakan, untuk TP PKK sebagai salah satu organisasi yang dipercaya untuk menjadi mitra Dinas PMD, Banggar DPRD NTT telah menyetujui anggaran selama 2 tahun anggaran untuk program yang dirancang oleh PKK dalam kerangka mendukung pemberantasan stanting. “Namun, pada tahun anggaran 2022 kami mendiskusikan cukup serius soal usulan anggaran sebesar Rp 150 miliar yang diusulkan oleh PMD untuk dikelola oleh PKK dengan program desa model,” katanya.
Dikatakan Inche, DPRD dan Pemerintah Provinsi NTT punya semangat yang kuat dalam mendukung percepatan pencegahan stunting di wilayah NTT dan sudah dilakukan selama 3 Tahun Anggaran yakni TA 2019, TA 2020 dan TA 2021. “Dalam evaluasi DPRD Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur belum mencapai output (hasil) program sebagaimana ditetapkan dalam APBD oleh karena ternyata terdapat permasalahan signifikan yang menghambat pencapaian program percepatan pencegahan stunting di wilayah Nusa Tenggara Timur,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi NTT meminta Pemerintah agar upaya percepatan pencegahan stunting di wilayah Nusa Tenggara Timur perlu dilanjutkan, dengan catatan memperbaiki berbagai permasalahan tersebut di atas. Pasalnya, dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan ketersediaan utilitas yang masih terbatas, stunting masih tetap mengancam kelompok prioritas yang mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak yang berusia 0-23 Tahun.
“Yang perlu diingat juga adalah ini kerja konvergensi sehingga dasar penyusanan program pencegahan dan penanganan stunting harus berbasis 1000 HPK dan semua pihak tidak boleh bersembunyi dibalik tagline,” tegas Inche Sayuna.
Pemangkasan anggaran tersebut memantik reaksi kecewa dari Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Ny. Julie Sutrisno Laiskodat. Ia mengaku menyesalkan dan kecewa lantaran anggaran untuk penanganan stunting dan desa model dipangkas Badan Anggaran DPRD NTT. Padahal menurutnya, replikasi yang di lakukan TP. PKK NTT dan Dekranasda ini sangat membantu Pemerintah propinsi NTT dalam penanganan gizi buruk, pencegahan stunting, peningkatan ekonomi masyarakat dan peningkatan SDM. Dan, jika anggaran ini tidak dipangkas tentunya, setiap tahun ada puluha desa model yang akan dikembangkan di NTT.
Dilansir dari Kupangberita.com, Julie Laiskodat mengatakan, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV tentang penanganan stunting dan Komisi II DPRD NTT tentang Dekranasda NTT yang sudah berlabel ISO termasuk desa model direspon secara baik. “Tetapi pada saat komisi mengangkat ke anggaran kami tidak didukung, dan desa model dicoret. Perjuangan saya tidak akan stagnan, saya akan tetap berjuang mencari CSR dan NGO lain,” ujar Julie Laiskodat, Kamis (2/12/2021) di Kantor Bupati Kupang.***Laurens Leba Tukan