KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Jumlah warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terpapar Covid-19 hingga kini telah mencapai angka 4.052 kasus (data, Gugus Tugas Covid-19 Prov. NTT, Jumat 22/1/2021). Peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 ini bahkan menembus rekor harian mencapai 297 orang dan pasien yang meninggal akibat Covid-19 sudah 110 orang.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi NTT, Hugo Rehi Kalembu kepada SelatanIndonesia.com, Sabtu (23/1/2021) menawarkan solusi perubahan strategi baik dari segi pendanaan maupun dari segi operasi penanganan Covid-19 di NTT.
Disebutkan Hugo, jika pada tahun 2020 dilakukan refocusing dan realokasi anggaran untuk membiayai tiga kegiatan secara simultan yaitu penanganan kesehatan, pemberdayaan ekonomi dan jaring pengaman sosial (JPS) dengan jumlah Rp 1,1 Trilyun yang terdiri Rp 853 miliar dari APBD Kabupaten/Kota dan Rp 264 miliar dari APBD Provinsi NTT, maka pada tahun 2021, yang dibutuhkan akan jauh lebih besar lagi dengan tambahnya satu kegiatan sebagai arahan pemerintah pusat, yaitu kewajiban Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk menyediakan 4% dana dari DAU DBH untuk membiayai kegiatan vaksinasi yang sekarang sudah dimulai.
“Itulah sebabnya, perlu segera dilakukan koordinasi antara Pemprov dan Pememerintah Kabupaten/Kot, bukan saja untuk mempersamakan persepsi tetapi terutama untuk menyerasikan langkah yang berujung pada lahirnya MoU operasi penangan Covid-19 di NTT baik aspek pembiayaan maupun aspek operasi lapangannya,” sebut Hugo.
Dikatakan Hugo, Fraksi Partai Golkar DPRD NTT, menyarankan agar baik Pamda Provinsi maupun Kabupaten/Kota segera melakukan refocusing dan realokasi anggaran, sehingga dalam MoU sudah tertera jelas mana kegiatan yang dibiayai APBD Provisi dan mana yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota, dan mana yang dibiayai secara konkuren dengan proporsinya masing- masing.
“Khusus untuk kegiatan penanganan Covid-19, APBD Provinsi NTT fokus pada, bantuan hibah bagi penyelesaian pemasangan instalasi tes PCR serta fasilitas pendukungnya serta izin operasional khususnya pada RSAL, RS Undana, RS Bhayangkarà, RST Wirasakti. Juga insentif bagi tenaga Kesehatan tingkat rujukan, biaya pengangkutan sample swab dari Kabupaten/Kota ke Kupang, serta pengadaan alat tes antigen dan operasional vaksinasi 3,6 juta (70%) warga NTT ditanggung bersama Kabupaten/Kota,” jelas Hugo.
Ia menambahkan, sedangkan APBD Kabupaten/Kota sebaiknya, khusus penangangan Covid-19 difokuskan pada kegiatan untuk membaiayi insentif tenaga Kesehatan tingkat Kabupaten/Kota, operasional penegakan prokes, operasinal pelaksanaa rapid tes antigen, opersional Posko Covid-19 dan penyediaan tempat isolasi mandiri bagi warga yang situasi rumah tak memungkinkan dilakukan isoman. Juga untuk membiayai pengadaan APD bagi Nakes yang bertugas, serta pengadaan alat rapid tes antigen dan pperational kegiatan vaksinasi.
“Strategi operasional yang berintikan pada satgas Covid-19 hendaknya diperkuat dengan pelibatan kekuatan masyarakat secara swakarsa dan swadaya yang berasal dari semua unsur diantaranya embaga agama, lembaga adat, LSM, wirausahawan, organisasi pemuda, organisasi kemasyarakatan, partai politik, organisasi wanita, paguyuban, sekolah dan perguruan tinggi. Posko posko di kampung-kampung dan desa sekarang tidak ada lagi. Kalau ditanya, maka jawabannya, tidak ada dana lagi dari desa. Kondisi ini harus dihilangkan dan kita nyatakan perang semesta terhadap Covid-19. Dalam perang, yang dibutuhkan hanya biaya operasi, biaya logistik dan peralatan untuk menangkan perang dan tidak ada insentif, gaji ,honor dan uang Lelah,” beber Hugo Kalembu.
Politisi senior kelahiran Pulau Sumba ini mengatakan, penegakan protokol kesehatan membutuhkan disiplin sosial. Dan, disiplin sosial membutuhkan pembiasaan yang melibatkan semua komponen masyarakat. “Warga masyarakatlah yang saling mengingatkan dalam pelaksanaan disiplin prokes. Jika ada penindakan terhadap pelanggar prokes, masyarakat tidak resisten tapi mendukung sepenuhnya. Yang dibutuhkan kini adalah kecepatan bertindak dan bukan saling menyalahkan. Dana diefisienkan dan diefektifkan pemanfaatannya dan dijauhkan dari niat dan usaha penyagunaan. Bangkitkan kebersamaan dan keswadaayaan masyarakat. Karena kondisi kita perang terhadap Covid-19 maka penegakan aturan mutlak sifatnya karena menyangkut hidup matinya warga NTT. Sosialisasi dan edukasi menjadi tugas utama pimpinan seluruh komponen masyarakat,” katanya.
Hugo Kalembu mengatakan, sejak bulan Agustus 2020, penerapan new normal dimulai dengan hidup berdampingan bersama Covid-19 dengan syarat penerapan protokol kesehata yang ketat. “Tapi nyatanya, disiplin sosial masyarakat masih rendah. Prokes tak dijalankan, maka akibatnya jumlah warga yang terlapar semakin hari semakin besar jumlah sehingga mencemaskan kita semua. Yang paling mencemaskan kita, bahwa transmisi lokal sudah mendominasi dengan aneka klister diantaran klaster Kantor Gubernur, Kantor Bupati/Walikota, klaster kantor DPRD Provinsi dan Kabupaten, klaster kator Dinas dan Badan, klaster Bank, klaster Rumah Sakit dan Puskesmas, klaster asrama, serta klaster keluarga,” sebutnya.
Menurut Hugo, peningkatan kasus yang kian meroket setiap waktu ini diakibatkan sejumlah alasan diantaranya, delay data sample, terjadi karena lambatnya pengangkutan sample swab dari Kabupaten ke Kupang. “Delay sample data juga bisa jadi karena kapasitas periksa laboratorium swab RSUD Prof. W. Z. Yohanes Kupang terbatas karena hanya memiliki satu alat tes PCR sehingga sample swab tertumpuk di unit penampungan sambil menunggu pemeriksaan,” katanya.
Selain itu, jumlah sample naik tajam karena adanya kemudahan melalui Rapid Test Antigen sehingga warga masyarakat berbondong-bondong untuk ikut rapid tes antigen baik di posko Covid-19 maupun di di Rumah Sakit, Klinik dan di Apotik yang ada dokter prakteknya.
“Juga karena positif rate Covid-19 memang tinggi. Artinya dengan merebaknya kasus transmisi lokal dengan pelbagai varian klasternya akibat lemahnya disiplin sosial, dapat meningkatlan angka kasus terpapar Covid-19. Ini harus menjadi Pekerjaan Rumah bagi Satgas Covid-19 NTT untuk dikaji demi penentuan langkah penanganan lebih lanjut,” pungkas Hugo Kalembu. ***Laurens Leba Tukan