Bela Rasa untuk Stunting dari Waibakul

49
Bupati Sumba Tengah, Paulus S. K. Limu ketika berbicara dalam apel gabungan di halaman Kantor Bupati Sumba Tengah, Senin (23/6/2025). Foto: ProkopimSTeng

Bupati Paulus Limu menggerakkan ASN Sumba Tengah menjadi garda terdepan melawan stunting lewat gerakan solidaritas yang menyentuh akar persoalan.

WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM – Pagi itu, udara di Waibakul masih dingin. Namun, semangat ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah yang berdiri di lapangan kantor Bupati terasa hangat dan bergelora. Di bawah bendera merah putih yang baru saja dikibarkan, Bupati Drs. Paulus S. K. Limu berdiri tegak memimpin apel gabungan, Senin (23/6/2025).

Tapi kali ini, bukan sekadar apel rutin. Di hadapan para pejabat struktural, fungsional, pegawai kontrak hingga kepala perangkat daerah, Bupati Paulus menyampaikan seruan moral yang lebih dalam ketimbang sekadar himbauan administrative, seruan untuk bela rasa.

“Kita tidak bisa lagi berdiam diri,” ujar Bupati dengan suara yang mantap. “Setiap ASN harus berpartisipasi aktif, dengan ketulusan dan keikhlasan, membantu menyelamatkan ibu hamil dan balita yang tengah berjuang melawan gizi buruk dan stunting.” Suatu kalimat yang segera disambut dengan kesunyian penuh perhatian.

Dalam data yang disampaikan Bupati, setidaknya ada 4.415 ibu hamil dan bayi di Sumba Tengah yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK). Tak kurang dari 1.007 balita juga tercatat mengalami stunting. Sebuah angka yang, menurutnya, bisa melonjak hingga 4.000 jika tidak ditangani sejak dini.

Langkah cepat dibutuhkan. Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah telah menetapkan Surat Keputusan yang mewajibkan keterlibatan seluruh pimpinan OPD hingga staf pelaksana dalam gerakan penanganan langsung. Setiap ASN diminta “mengangkat satu anak” sebagai bentuk nyata solidaritas kemanusiaan.

“Kalau satu ASN saja mau terlibat membantu satu anak, bayangkan dampak yang bisa kita hasilkan,” kata Bupati Paulus. “Itu bukan sekadar angka statistik yang turun. Itu nyawa. Itu masa depan.”

Gerakan yang disebutnya sebagai Aksi Bela Rasa dan Bela Kasih ini bukanlah proyek birokrasi. Tidak harus dengan anggaran besar. Cukup dengan PMT (Pemberian Makanan Tambahan), edukasi, pendampingan, atau sekadar membagikan susu, telur, dan perhatian.

Dan inisiatif ini akan diperkuat dengan kolaborasi lintas sektor—dari perangkat desa, PKK kecamatan dan desa, hingga para kepala dusun. “Kita bangun intervensi sosial dari hati,” kata Bupati.

Namun, di balik angka-angka yang mencekam, ada sinyal harapan. Asupan kalori masyarakat Sumba Tengah kini telah mencapai 2.600 kalori per kapita, melebihi standar nasional. Ini, kata Bupati, adalah modal optimis untuk menyampaikan pesan edukatif kepada para ibu hamil dan menyusui, terutama yang masih rentan mengalami KEK.

Tentu saja, perubahan tidak datang dari atas semata. Diperlukan kesadaran kolektif. Dari ASN yang memilih untuk tidak hanya duduk di balik meja kantor, melainkan turun langsung ke masyarakat. Dari pemimpin yang tak hanya menyusun program, tapi juga memberi teladan aksi.

“Jika kita bantu mereka,” ucap Paulus, “pribadi kita pun akan merasakan kebahagiaan karena belas kasih dan bela rasa.”

Apel pagi itu pun ditutup dengan sebuah janji, solidaritas akan menjadi bagian dari budaya birokrasi. Dari lapangan Waibakul, Bupati Sumba Tengah mengingatkan kembali apa arti pelayanan publik sesungguhnya, menjadi manusia bagi manusia lain.*/)ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap