
Rote Ndao bersiap menjadi episentrum industri garam nasional. Pemerintah dan rakyat mulai berpacu dengan waktu.
BA’A,SELATANINDONESIA.COM – Langit Rote Ndao siang itu cerah, dengan angin laut yang membawa aroma asin dari pantai-pantai selatan. Di Desa Daiama, Rabu (18/6/2025), puluhan warga berkumpul dalam sebuah balai pertemuan. Mereka duduk mendengarkan penjelasan para pejabat tentang rencana besar yang bisa mengubah wajah tanah kelahiran mereka, Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN).
Sosialisasi ini digelar tak lama setelah kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Gubernur Melki Laka Lena yang menandai dimulainya pembangunan K-SIGN di tanah paling selatan Indonesia itu. Targetnya ambisius, menjadikan Rote Ndao sebagai lumbung garam nasional untuk mendukung program swasembada garam Presiden Prabowo Subianto.
“Kita tidak bisa bergantung pada garam impor terus-menerus,” ujar Bupati Rote Ndao, Paulus Henuk, SH, dalam sambutannya. “Ini momentum bersejarah untuk Rote. Kita harus terlibat.”
Dalam tahap pertama, proyek ini akan membuka lebih dari seribu hektare lahan. Tahap kedua dan ketiga menyusul dengan luasan mencapai total lebih dari 13.000 hektare. Pemerintah Kabupaten Rote Ndao kini tengah berpacu menyiapkan lahan bersama masyarakat sebagai pemilik tanah ulayat.
Bupati Henuk tak menampik, keberhasilan proyek ini sangat tergantung pada kerja sama masyarakat. Karena itu, ia menghimbau para pemilik lahan untuk segera mendaftarkan diri sebagai peserta program pembangunan.
Dampaknya tak main-main. Bupati Henuk memperkirakan K-SIGN akan menyerap hingga 26 ribu tenaga kerja langsung, dan tambahan 20 ribu di sektor pendukung seperti logistik, perdagangan, dan jasa. Sebuah lompatan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya di pulau yang dulunya hanya dikenal karena musik sasando dan tenun ikat.
“Garam ini akan membawa perubahan. Bukan hanya pada ekonomi kita, tapi juga pada cara kita melihat masa depan,” katanya.
Di sisi lain, pemerintah pusat menargetkan Indonesia tak lagi mengimpor garam pada 2027. Proyek ini menjadi salah satu tumpuan untuk merealisasikan janji itu.
Hadir dalam kegiatan ini Wakil Bupati Apremoi Dethan, Sekda Jonas M. Selly, para asisten dan pimpinan perangkat daerah, serta unsur Forkopimca. Semua terlihat serius, menyadari bahwa waktu kian sempit. Tanah-tanah mesti dipetakan, disepakati, dan disiapkan dengan cermat agar tak menimbulkan konflik sosial di kemudian hari.
“Ini bukan hanya proyek pembangunan,” ucap Sekda Selly. “Ini sejarah yang sedang ditulis bersama.”
Di ujung pertemuan, beberapa tokoh masyarakat tampak berdiskusi hangat. Ada keraguan, ada harapan. Tapi satu hal yang pasti, garam kini bukan lagi sekadar bumbu dapur. Ia telah menjadi simbol kedaulatan dan harga diri bangsa dari Selatan NKRI.*/Bidkom_DKISP Rote Ndao/Laurens Leba Tukan