Umbu Rudi Kabunang: Etik Saja Tak Cukup, Harus Proses Pidana

164
Anggota Fraksi Golkar DPR RI dapil NTT 2, Dr. Umbu Rudi Kabunang

Anggota DPR RI Fraksi Golkar dari Dapil NTT 2, Dr. Umbu Rudi Kabunang, mendesak Polri tak hanya berhenti pada sanksi etik terhadap oknum polisi pelaku pelecehan seksual di Sumba Barat Daya. Ia menuntut keadilan bagi korban dan pemulihan wajah kepolisian di NTT yang mulai pudar.

JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Suara Dr. Umbu Rudi Kabunang terdengar meninggi di ujung telepon, Selasa pagi (11/6/2025). Legislator Golkar dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur 2 itu tak bisa menyembunyikan kemarahannya. “Ini sudah keterlaluan. Sudah terlalu banyak kasus serupa. Polri harus tegas. Jangan lindungi pelaku,” ujarnya dari balik telpon.

Yang membuatnya naik pitam adalah dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum anggota Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, terhadap seorang korban pemerkosaan yang sedang dalam proses penanganan. Bagi Umbu Rudi, kasus ini bukan hanya pelanggaran etik semata, tapi kejahatan yang harus ditindak secara pidana.

Pelimpahan kasus dari Polres SBD ke Polda NTT, menurut dia, memang bagian dari prosedur. Tapi, “Jangan berhenti pada pelanggaran etik. Harus diproses secara pidana. Itu satu-satunya jalan untuk memenuhi rasa keadilan korban dan masyarakat,” katanya lantang.

Sebagai legislator yang mewakili wilayah rawan kekerasan seksual, Umbu Rudi merasa bertanggung jawab bersuara. Terlebih, ini bukan kali pertama institusi kepolisian di NTT tersandung kasus serupa. Ia menyebut dua kasus besar lainnya yang mencoreng institusi: dugaan kekerasan seksual oleh eks Kapolres Ngada terhadap anak di bawah umur, termasuk anak berusia enam tahun, dan dugaan pelecehan oleh anggota Lalu Lintas di Kupang terhadap pelanggar lalu lintas.

“Yang di Ngada, yang di Kupang, dan sekarang di SBD. Ini pola. Ini sistemik. Dan semua ini pelakunya anggota Polri. Apa lagi yang harus ditunggu untuk berbenah?” serunya.

Menurut Umbu Rudi, kasus-kasus tersebut menggambarkan rusaknya disiplin dan lemahnya pengawasan di tubuh kepolisian. “Kalau tidak segera ditindak secara hukum, ini bisa jadi preseden buruk. Warga kehilangan kepercayaan. Korban kehilangan harapan.”

Ia berharap Kapolda NTT dan jajaran bawahannya tidak tinggal diam. Proses etik memang perlu, tapi hukum pidana harus ditegakkan. “Kalau institusi ini masih mau dipercaya, jangan ada perlindungan. Jangan ada kompromi,” katanya.

Umbu Rudi tidak hanya bicara soal satu oknum atau satu kasus. Ia menempatkan persoalan ini dalam konteks lebih luas, membenahi institusi yang mulai kehilangan legitimasi moral di mata publik. Ia menyebutnya “krisis kepercayaan.”

“Polisi itu pelindung masyarakat, bukan pelaku. Kalau yang seharusnya melindungi justru melecehkan, ke mana lagi rakyat harus berlindung?”

Sebagai legislator, ia mengaku siap memanggil pejabat terkait ke DPR jika tidak ada perkembangan berarti dalam penanganan kasus tersebut. “Kalau perlu kami dorong pembentukan tim pengawas dari DPR RI. Supaya semua transparan.”

Suara Umbu Rudi bergema di Senayan dan Sumba, membawa pesan sederhana, hukum harus ditegakkan, korban harus dibela, dan pelaku harus dihukum. “Hukum tidak boleh tumpul ke atas, tajam ke bawah. Kita harus ingatkan institusi penegak hukum soal prinsip ini, setiap saat.”

Dan pagi itu di Jakarta, suara wakil rakyat dari Pulau Sumba ini tak terdengar seperti basa-basi politik. Ia terdengar seperti suara hati rakyat yang lelah dan marah. */laurens leba tukan

 

Center Align Buttons in Bootstrap