Darah Rote di Tubuh Gubernur Maluku

105
Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa didampingi istrinya, Maya Baby Rampen, serta Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena dan Agus Ririmase ketika berkunjung ke kampung halaman leluhurnya di Edalode, Kecamatan Pante Baru, Kabupaten Rote Ndao, Minggu (18/5/2025). Foto: Edy Naga

Hendrik Lewerissa menelusuri jejak leluhur dari Edalode, kampung terpencil di Selatan Indonesia. Di sana, sejarah keluarga yang lama terpendam menemukan jalannya pulang, sekaligus membuka lembaran baru hubungan kultural antara Maluku dan Nusa Tenggara Timur.

ROTENDAO,SELATANINDONESIA.COM – Tak banyak yang menyangka bahwa Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menyimpan akar yang tertanam jauh di selatan Nusantara, di tanah kering bebatuan Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Edalode, sebuah dusun kecil di Kecamatan Pantai Baru, Kabupaten Rote Ndao, tempat neneknya dilahirkan dan meninggalkan jejak sejarah keluarga yang nyaris terlupakan. Nenek sang Gubernur Maluku ini bernama Regina Pakuleo.

Minggu pagi (18/5/2025), Lewerissa kembali ke tanah leluhur itu. Didampingi istrinya, Maya Baby Rampen, serta Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena dan Agus Ririmase, mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kupang, rombongan ini menyeberangi lautan dari Kupang menggunakan kapal SAR KN Antareja milik Basarnas. Mereka berlabuh di Pelabuhan Ba’a, lalu melanjutkan perjalanan darat ke Edalode.

Di sana, suasana haru menyelimuti pertemuan di rumah almarhum Alter Manubulu, kerabat dekat dari garis nenek Gubernur Lewerissa. Nama-nama lama disebut ulang, para leluhur yang dahulu hidup dalam keheningan kampung, kini kembali hidup dalam ingatan dan darah keturunan mereka.

Rote–Ambon: Jembatan Sejarah dan Darah

Kunjungan ini tak hanya mempererat hubungan pribadi. Ia juga membuka kembali lembar sejarah lama tentang migrasi orang Rote ke Maluku, yang dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka.

Informasi yang dihimpun SelatanIndonesia.com, pada masa penjajahan Belanda, orang-orang dari Rote, Sabu, dan daerah kepulauan NTT lainnya banyak direkrut sebagai tenaga administrasi, guru, pelaut, serta serdadu Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL). Karena pendidikan Barat yang diperoleh dari zending dan misi Protestan di Rote, banyak dari mereka dianggap mumpuni dan disiplin. Mereka kemudian ditempatkan di berbagai wilayah Hindia Belanda, termasuk di kepulauan Maluku.

Beberapa dari mereka menetap dan menikah di tanah baru, seperti di Ambon, Seram, dan Saparua. Meski hidup di tempat asing, identitas kultural sebagai orang Rote tetap dijaga. Itu terlihat dalam cara bicara, nilai hidup, musik tradisional sasando yang tetap dimainkan, hingga makanan khas yang diwariskan secara turun-temurun. Garis silsilah ini perlahan larut dalam masyarakat lokal, tetapi sesekali muncul Kembali seperti dalam sosok Hendrik Lewerissa.

“Darah orang Rote itu darah petarung. Tahan banting dan setia pada tanahnya, meski ia merantau jauh,” ujar seorang tua adat dari Edalode, yang menyambut kedatangan Gubernur dengan sirih pinang dan selendang tenun khas Rote.

Ziarah Identitas

Bagi Lewerissa, perjalanan ini bukan sekadar nostalgia. Ia menyebutnya sebagai ziarah identitas. “Saya tumbuh sebagai anak Ambon, tetapi hari ini saya merasakan bahwa sebagian dari jiwa saya telah lama hidup di tanah Rote. Saya pulang untuk menyatukan dua dunia dalam diri saya,” katanya.

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena menyambut hangat pengakuan itu. Ia menegaskan pentingnya jalinan antarwilayah di Indonesia Timur yang memiliki sejarah migrasi dan ikatan darah yang panjang. “Ini bukan hanya cerita keluarga. Ini narasi kolektif tentang bagaimana bangsa ini dibentuk dari pelayaran, perantauan, dan pertemuan antarpulau,” ujarnya.

Setelah acara keluarga di tempat leluhur eks kerajaan Korbafo era dulu, Gubernur Lawerissa sempat ziarah ke makam raja Korbafo terakhir, Ch. P. Manubulu. Di sana, ia berdiri menghadap makam raja Korbafo. Ditemani angin dan hawah magis Rote Ndao, seolah ia mendengarkan bisikan leluhurnya yang telah lama menunggu kepulangan ini.

Rombongan kemudian kembali ke Kupang, tapi sebuah penggal sejarah kini telah dijahit kembali. Di tubuh seorang Gubernur Maluku, darah Rote kembali menemukan nadinya.*/laurens leba tukan

 

Center Align Buttons in Bootstrap