
WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM — Matahari belum sepenuhnya meninggi ketika Bupati Sumba Tengah, Drs. Paulus S. K. Limu, melangkah ke petak sawah yang menguning di Desa Matawoga, Kecamatan Katiku Tana. Rabu (16/4/2025), dengan lengan jaket digulung dan topi caping melekat di kepala, ia memulai panen perdana padi hibrida varietas unggul Intani 602/Sridewi. Bibit yang digadang-gadang sebagai game changer produksi pangan di wilayah ini.
Ini bukan panen biasa. Di balik bulir-bulir padi yang dipetik hari itu, tersimpan ambisi besar pemerintah daerah untuk mengubah wajah pertanian Sumba Tengah dari lahan subsisten menuju pertanian modern berbasis teknologi dan kolaborasi lintas sektor.
Uji Coba yang Menjanjikan
Varietas Sridewi merupakan benih unggulan hasil kemitraan Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) dan PT BISI Internasional. Padi ini diklaim mampu menghasilkan hingga 12,5 ton per hektar. Hari itu, dari satu hektar sawah milik Kelompok Tani Kawita Kamoruk, hasil panen mencapai 8,1 ton—angka yang sudah lebih tinggi dari rata-rata panen padi lokal di Sumba Tengah, yakni 4,5 ton per hektar.
“Ini baru langkah awal, tapi arahnya sudah benar. Kita tidak bisa lagi menanam padi dengan cara lama,” ujar Bupati Paulus di hadapan petani, penyuluh pertanian, dan sejumlah pejabat yang hadir.
Politik Pangan dan Potensi Desa
Panen ini menjadi lebih strategis karena berkelindan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan Pemda. Program bernilai Rp6–7 miliar itu diharapkan menjadi pasar tetap bagi para petani. “Ada dana besar yang akan berputar di desa. Ini kesempatan emas untuk petani menjual hasilnya tanpa bingung cari pembeli,” ujar Paulus.
Ia juga melempar gagasan pembentukan Koperasi Merah Putih yang dikendalikan melalui BUMDes—strategi ekonomi desa yang diharapkan mampu menurunkan biaya produksi dan memperkuat posisi tawar petani.
Teknologi, Kolaborasi, dan Harapan
Dalam acara panen, PT BISI menyampaikan keunggulan teknis varietas Sridewi: tahan cekaman air, efisien pupuk, dan potensi anakan tinggi. Dari satu benih bisa tumbuh hingga 76 anakan, dengan potensi panen mencapai 13 ton per hektar. PT BISI juga membuka ruang kemitraan dengan BUMDes, sebuah model bisnis baru yang menjanjikan.
Sementara itu, WVI menegaskan pentingnya inklusi ekonomi. “Kami ingin pertanian menjadi ruang hidup yang layak bagi semua, terutama keluarga miskin,” kata perwakilan WVI.
Kepala Dinas Pertanian menyebutkan baru 49 hektar sawah yang dipanen dari total 1.245 hektar di Kecamatan Katiku Tana. Khusus Desa Matawoga, target luas tanam adalah 162 hektar—yang saat ini baru menyentuh 1 hektar panen perdana.
Smart Green House: Investasi Masa Depan
Usai panen, Bupati tak langsung pulang. Ia meninjau Smart Green House milik Kelompok Tani Wali Ati yang sedang mengembangkan 420 anakan melon. Tanaman ini diperkirakan siap panen dalam 75 hari.
“Melon ini bukan sekadar buah, tapi simbol perubahan. Kalau dikelola dengan benar, kita bisa bicara ekspor dari desa,” ucap Paulus.
PR Infrastruktur dan Mesin yang Sakit
Kepala Desa Matawoga meminta tambahan combine harvester karena lahan panen cukup luas. Saat ini baru tersedia 13 unit, dengan 10 lainnya dalam perbaikan. Bupati merespons cepat: Rp1 miliar telah digelontorkan untuk memperbaiki mesin-mesin tersebut.
“Jangan sampai alat-alat pertanian ini rusak karena malas rawat. Mesin giling, UV dryer, semua harus dijaga,” ujarnya dengan nada tegas.
Menuju Desa Mandiri Pangan
Acara ini dihadiri oleh Ketua Komisi II DPRD, Kapolsek Katikutana, Camat Katiku Tana, Ketua Tim Penggerak PKK, perwakilan WVI dan PT BISI, serta para petani yang datang dengan harapan di matanya.
Panen ini bukan hanya tentang padi yang tumbuh. Ia adalah titik awal dari perjalanan panjang menuju kedaulatan pangan dan kesejahteraan desa. Seperti harapan yang tumbuh di ladang, semua butuh waktu, ketekunan, dan keberanian untuk berubah.*/)prokopimS-Teng/llt