
BORONG,SELATANINDONESIA.COM – Di saat banyak kepala daerah menunggu anggaran dari pusat seperti menanti hujan di musim kemarau, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Melki Laka Lena memilih cara lain. Wakil Ketua Umum DPP Golkar itu menyatroni kementerian larut malam, membawa rombongan lengkap bupati dan wali kota, lalu “memaksa” menteri menetapkan anggaran di tempat.
Langkah tak lazim itu jadi buah bibir dalam diskusi bulanan para alumni Seminari Pius XII Kisol (Sanpio) di Kupang, Rabu, 9 April lalu. Dihadiri puluhan alumni lintas generasi, Gubernur Melki membagikan kisah di balik strategi politik yang berani itu. Bahkan strategi yang membuat menteri sampai geleng-geleng kepala.
“Kami Ketok Pintu, Bukan Kirim Surat”
Tak tanggung-tanggung, Gubernur Melki mengajak seluruh kepala daerah se-NTT sowan ke Jakarta. Bukan untuk pelesiran. Mereka datang dengan proposal konkret, data pendukung, dan satu tekad: membawa pulang anggaran pembangunan.
“Kami rapat dengan Pak Bahlil (Menteri ESDM) dari jam 11 malam sampai jam 1 pagi. Bupati-bupati semua ikut. Tengah malam kami tidak pulang sebelum angka ditetapkan,” kisah Melki disambut tawa para alumni Sanpio.
Menurut Melki, pertemuan itu bukan basa-basi politik. “Kami paksa langsung tetapkan. Kalau tidak, kapan lagi?” ujarnya.
Hasilnya tak main-main. NTT diganjar proyek hilirisasi garam dan rumput laut. Dua komoditas andalan daerah pesisir timur Indonesia yang selama ini kurang diperhatikan pusat.
Politik Gaya Timur: Blak-blakan, Tapi Tembus
Gaya Gubernur Melki yang ceplas-ceplos dan tidak terlalu formal mungkin mengejutkan Jakarta, tapi di mata para alumni Sanpio, itulah wajah baru kepemimpinan daerah.
“Ini pendekatan politik yang tidak biasa. Bukan menunggu bola, tapi menjemputnya langsung di jantung kekuasaan,” kata Rudy Jeharum, mantan frater dan alumni Sanpio.
Dosen FISIP Undana, Eren Holivil, menyebut langkah itu sebagai “politik jaringan produktif” yang mengubah relasi kekuasaan pusat-daerah.
“Melki tidak sekadar menggunakan koneksi partai, dia mengubahnya jadi jalur distribusi kebijakan,” ujar Eren.
Antara Optimisme dan Tantangan
Langkah ini, menurut para alumni Sanpio, baru permulaan. Namun, permulaan yang bisa jadi titik balik. “Kalau cara begini konsisten lima tahun, NTT bisa lepas dari bayang-bayang keterpinggiran,” ujar Aloysius Sukardan, tokoh senior alumni.
Di tengah gejolak global dan ekonomi nasional yang belum stabil, NTT menunjukkan cara baru untuk bertahan dan bahkan melompat. Tidak menunggu giliran, tapi mengetuk langsung pintu kekuasaan.
Dengan gaya blak-blakan dan strategi berani, Melki Laka Lena membuktikan satu hal: pembangunan bukan soal anggaran, tapi keberanian menjemputnya.*/)irvan/llt