
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM — Tangan dingin Direktur Utama Ibrahim Imang, Lembaga Penjamin Kredit Daerah (Jamkrida) Nusa Tenggara Timur terus melaju dengan peran pentingnya sebagai jembatan antara pelaku UMKM dan lembaga keuangan. Sejak bergabung pada 2019, Ibrahim tak sekadar memimpin, tapi membentuk arah baru bagi pertumbuhan UMKM di NTT yang selama ini terseok karena akses modal yang terbatas.
Jamkrida NTT, yang berdiri sejak 2014, merupakan satu dari 20 lembaga sejenis di seluruh Indonesia, dan yang pertama di kawasan Indonesia Timur. “Jamkrida ini seperti versi daerah dari Jamkrindo di pusat. Kami hadir bukan untuk mencari keuntungan semata, tapi menjadi solusi atas gap antara kebutuhan UMKM dan kehati-hatian perbankan,” ujar Ibrahim saat ditemui SelatanIndonesia.com di kantornya yang berdiri megah, bukan dari modal pemerintah, melainkan dari hasil keuntungan murni Jamkrida, Rabu (9/4/2025).
Menurutnya, bank konvensional kerap enggan membiayai usaha kecil karena risiko tinggi dan syarat yang tak mudah dipenuhi. Di sinilah peran Jamkrida menjadi vital. “Kami menjamin risiko kredit UMKM agar bank merasa aman menyalurkan dana. Kalau terjadi kredit macet, kami yang bayar sesuai porsi jaminan,” jelasnya.
Namun, meski menjadi pengaman risiko, Jamkrida bukan berarti membebaskan nasabah dari kewajiban. “Kami hanya menyelamatkan posisi keuangan bank. Nasabah tetap wajib melunasi kreditnya. Tapi begitu kami bayar klaim, bunganya stop. Itu saja sudah sangat membantu pelaku usaha,” jelasnya.
Berbeda dengan lembaga keuangan lain, Jamkrida NTT bekerja dengan sistem bisnis risiko. Nasabahnya bukan individu, melainkan institusi seperti bank, koperasi, atau BPR. “Jamkrida ini ibarat ‘penjaga gawang’ di balik layar. UMKM belum tentu kenal kami, tapi manfaatnya bisa mereka rasakan,” tambah Ibrahim.
Yang membuat Jamkrida NTT unik adalah soal pengelolaan modal. Total penyertaan modal dari Pemprov NTT sebesar Rp129 miliar sepenuhnya disimpan dalam bentuk deposito dan Surat Berharga Negara. Tidak satu rupiah pun boleh digunakan untuk operasional. “Modalnya tetap utuh. Bahkan gedung kami ini dibangun dari hasil usaha, bukan dari uang negara. Jadi kalau pun suatu saat kami tutup, modal Pemda bisa kembali 100 persen,” tegasnya.
Ia menegaskan, sumber operasional berasal dari bunga deposito dan premi penjaminan yang dibayarkan lembaga keuangan. Namun, Ibrahim mengakui, premi yang diterima tidak sebanding dengan risiko yang diambil. “Ini bukan bisnis besar, tapi bisnis kepercayaan dan keberpihakan kepada pelaku usaha kecil,” tegasnya.
Meski namanya belum setenar lembaga keuangan lain, kiprah Jamkrida NTT perlahan tapi pasti membawa angin segar bagi UMKM. Di balik layar, ada Ibrahim Imang dan tim yang terus bekerja menyeimbangkan kepentingan bank dan semangat wirausaha rakyat kecil.*/)llt