
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Duka mendalam menyelimuti umat Katolik dan seluruh masyarakat di Nusa Tenggara Timur. Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, telah berpulang ke rumah Bapa. Sosok yang dikenal sederhana, bersahaja, dan sangat dekat dengan umat ini meninggalkan jejak pelayanan yang begitu kuat di berbagai pelosok, termasuk di Kabupaten Alor.
Kenangan tentang beliau datang dari mantan Bupati Alor dua periode, Ans Takalapeta. Dalam refleksinya, ia menyampaikan kesan mendalam atas figur Mgr. Petrus Turang yang sangat merakyat, dan tak segan turun langsung menyapa umat di akar rumput.
“Ketika saya masih menjabat di Alor, Bapak Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang—yang wilayah pelayanannya juga mencakup Alor—selalu menyempatkan diri berkunjung, minimal setahun sekali. Bahkan, beberapa tahun berturut-turut, beliau memilih merayakan Tahun Baru bersama umat di Alor,” tutur Ans Takalapeta di Kupang, Senin (7/4/2025).
Hubungan hangat antara Ans Takalapeta dan Mgr. Turang berawal dari komunikasi akrab melalui Romo Maxi Un Bria, yang kala itu bertugas di Paroki Gembala Yang Baik Kalabahi. Dari situ, benih kedekatan dan saling percaya mulai tumbuh.
“Beliau bukan hanya hadir secara simbolis. Beliau benar-benar menyatu dengan kehidupan masyarakat. Duduk bersama kami di kokor—beranda rumah adat Alor—ikut dalam acara-acara umat, bahkan berdiskusi soal hal-hal yang sangat kontekstual,” kenangnya.
Salah satu diskusi yang membekas adalah soal ketahanan pangan di Alor. Mgr. Turang sempat menyampaikan keheranannya: dengan kondisi geografis Alor yang bergunung dan lahan datar yang terbatas, mengapa hampir tak pernah terdengar krisis pangan?
“Saya bilang ke beliau, mari lihat langsung ke lapangan. Dan benar saja, dalam kunjungan ke desa-desa, beliau dijamu dengan beragam makanan: nasi beras ladang, nasi jagung, jagung bose, ubi-ubian, pisang rebus, sayur pakis, dan lauk lokal. Dari situ kami sepakat, kekuatan pangan Alor terletak pada keberagaman pola produksi dan konsumsi—ini warisan kearifan lokal,” ujar Ans.
Bagi Ans Takalapeta, setiap perjumpaan dengan Mgr. Turang bukan hanya momen seremonial, melainkan sumber semangat baru dalam pelayanan. “Kami merasa disegarkan setiap kali bertemu beliau. Ada energi baru, ada meterai kepemimpinan spiritual yang menguatkan langkah kami,” tambahnya.
Kini, Sang Gembala yang setia itu telah kembali kepada Sang Gembala Agung. Namun warisan keteladanan, kesederhanaan, dan kasih pelayanannya akan terus hidup dalam memori umat—khususnya di tanah Alor yang pernah begitu dekat dengan hatinya.
“Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan.” Selamat jalan, Mgr. Petrus Turang. Damailah dalam pelukan kasih abadi.*/)llt