
JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Lebih dari 200 anggota Forum Perempuan Diaspora Nusa Tenggara Timur (FPD NTT) Jakarta turun ke jalan dalam Pawai Budaya bertema “Menolak Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan di NTT”.
Aksi ini berlangsung saat Car Free Day di Jakarta, dimulai pukul 07:00 WIB, dengan rute dari Bundaran HI menuju Sarinah, Jakarta Pusat. Dengan aksi diam sepanjang perjalanan, para peserta menyampaikan pesan kuat menolak kekerasan seksual.
Pawai ini merupakan respons atas kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS). FWLS telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual terhadap empat korban, tiga di antaranya anak-anak berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta satu korban dewasa berusia 20 tahun. Ia juga diduga merekam dan menyebarluaskan video asusila tersebut.
Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan seksual di NTT. Data menunjukkan, hingga Agustus 2024, terdapat 277 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT, dengan prediksi angka tersebut akan melebihi tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi NTT menerima 287 laporan kekerasan berbasis gender.

Dalam pawai tersebut, FPD NTT Jakarta menyampaikan beberapa tuntutan utama:
- Mengutuk keras tindakan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh FWLS.
- Menuntut hukuman tegas bagi pelaku, termasuk hukuman kebiri dan penjara seumur hidup, serta pemberhentian tidak hormat dari Kepolisian Republik Indonesia.
- Memberikan perlindungan dan pemulihan hak bagi korban, memastikan hak-hak mereka dipenuhi dan dilindungi.
- Menyelesaikan semua kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan yang terjadi di NTT.
Ketua FPD NTT Jakarta, Sere Aba, menyatakan harapannya agar aksi ini menggugah kesadaran publik untuk tidak tinggal diam terhadap meningkatnya kekerasan seksual, khususnya di NTT. Ia juga mendesak pemerintah, aparat kepolisian, dan semua pihak terkait untuk segera mengambil langkah tegas dalam memberikan hukuman serta rasa aman bagi seluruh perempuan dan anak di NTT.
Kasus FWLS juga menarik perhatian nasional. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menekankan pentingnya perlindungan maksimal bagi para korban dan berharap pelaku dihukum berat tanpa toleransi.
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Asty Laka Lena juga mengecam keras tindak yang dilakukan FWLS. “Sebagai seorang ibu, dan Ketua Tim Penggerak PKK NTT, kami terus memantau kasus hukum ini agar kedailan bagi korban dapat tercapai. Juga pelaku kekersan seksual harus dihukum seberat-beratnya,” tegas Asty Laka Lena.
Polda NTT menegaskan bahwa proses penegakan hukum terhadap FWLS dilakukan secara transparan, profesional, dan akuntabel.
Pawai Budaya ini menjadi simbol solidaritas dan komitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak di NTT, serta mendorong perubahan nyata dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia.*/)rilis/llt