KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Keunggulan melalui top of mind atau head to head secara perorangan sebenarnnya hanya gambaran atau kebanggaan semu. Sejatinya yang ditunggu adalah rilis elektabilitas dari simulasi paket.
Alasannya karena kontestasi pilkada atau pilpres melibatkan pasangan calon, bukan kandidat perorangan. Atau dengan kata lain, menang atau kalah dalam pilkada (juga pilpres) ditentukan oleh elektabilitas paket, bukan keunggulan elektabilitas perorangan.
Masyarakat mesti kritis dalam membaca angka dan data-data dari hasil survei. Pengamat Politik dari FISIP Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Dr. Marianus Kleden, menjelaskan, dalam data hasil survai pilkada, misalnya, ada data tentang top of mind dari sejumlah orang atau tokoh yang disurvei lebih lebih menjelaskan siapa yang paling banyak dibicarakan.
Marianus mengatalkan itu kepada wartwan di Kupang, Sabtu (27/7/2024), menyusul hasil survei dari Lembaga Survei SMRC yang dirilis beberapa hari lalu. Dalam survei itu, top of mind menempatkan nama Viktor Bungtilu Laiskodat pada tempat pertama, disusul belasan nama berikutnya.
Menurut Marinus, lembaga Survei SMRC cukup kredibel. Dari segi metodologi tidak ada yang salah. Pertanyaan yang diajukan sebenarnya pertanyaan tentang elektabilitas, bukan pertanyaan tentang top of mind.
“Pertanyaan tentang top of mind harus berbunyi: Menurut Anda Gubernur siapa yang paling banyak dibicarakan masyarakat NTT? Jelas jawabannya adalah Viktor Bungtilu Laiskodat, tapi bukan karena prestasi melainkan karena notoriousness (keterkenalan) atau notoriety-nya,” jelas Marianus.
Dia menyebut beberapa hal yang menjelaskan mengapa Viktor Laiskodat menjadi terkenal. “Sumba, sekolah jam 04.00 pagi, garam, dan PAW Ratu Wula adalah contoh-contoh notoriety-nya. Orang yang paling notorious bukan berarti orang yang paling elektabel (dipilih),” tegasnya.
Karena itu, Marianus meminta masyarakat betul-betul kritis dan paham bagaimana membaca angka-angka dan data-data hasil sebuah survei.
Dari rilis survey SMRC tersebut menunjukan, calon Gubernur NTT Eamanuel Melkiades Laka Lena ketika diduetkan dengan Jane Natalia Suryanto atau Gabriel Beri Bina, pasangan ini tetap mengungguli kandidat lain.
Sebagai contoh, simulasi pasangan cagub-cawagub Melki Laka Lena-Gabriel Beri Bina, SMRC memotret keterpilihan paket ini pada angka 34,3 persen. Kedua, pasangan Simon Petrus Kamlasi-Andre Garu meraih 22,0 persen, dan ketiga Ansi Lema-Refafi Gah 21,7 persen. Akan tetapi yang harus menjadi perhatian serius bagi setiap pasangan adalah masih adanya suara bimbang sebesar 21,4 persen.
Contoh kedua, masih menurut SMRC, Cagub Melki Laka Lena tetap unggul jika dipaketkan dengan Jane Natalia Suryanto. Pasangan Melki Laka Lena-Jane berada di angka 36,6 persen, posisi kedua Simon Petrus Kamlasi-Andre Garu meraih 22,7 persen, dan posisi ketiga Ansi Lema-Refafi Gah sebesar 19,1 persen. Dalam simulasi ini, tercatat sebanyak 21,6 persen responden yang belum menetukan pilihan atau masih ragu-ragu.
Demikian antara lain rilis survei SMRC yang beredar luas di masyarakat sejak kemarin. Artinya, survei SMRC membuktikan bahwa Cagub dari Golkar Melki Laka Lena tetap unggul siginifikan dari pasangan lain jika diduetkan dengan Gab Beri Bina atau Jane Natalia Suryanto.
Sedangka dalam top of mind (perorangan), sejumlah tokoh masih mengungguli Melki Laka Lena. Kendati, diketahui bahwa top of mind merupakan gambaran elektabilitas masih semu karena belum dalam bentuk paket. Padahal, keterpilihan yang ditunggu dan lebih representative dalam kontestasi Pilkada adalah elektabilitas dalam bentuk pasangan calon (paket).**/TK/JDz/Laurens Leba Tukan