KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Penetapan status tersangka terhadap mantan Direktur Pemasaran dan Kredit Bank NTT Absalom Sine oleh OJK dinilia sebagai tindakan semena-mena. Bahkan, tindakan yang dilakukan oleh Absalom Sine saat itu tidak menimbulkan kerugian maupun potensi kerugian pada Bank NTT. Malahan Bank NTT diuntungkan dengan pemberian fasilitas kredit kepada PT Budimas Pundinusa.
Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 7/Pid.Pra/2024/PN. Jkt.Pst, tanggal 19 Juli 2024 telah mencabut status tersangka dari Absalom Sine. Putusan tersebut telah membuktikan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dilakukan dengan semena-mena.
Salah satu Kuasa Hukum Absalom Sine, Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H, menyebut, dengan putusan tersebut maka selayaknya dihentikan segala tindakan dan upaya lebih lanjut dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Absalom Sine.
“Terlepas dari Putusan Praperadilan tersebut, nyatanya kami ingin jujur menyampaikan bahwa penetapan Absalom Sine sebagai tersangka sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan juga urgensi penetapan tersangka,” sebut Rian Kapitan ketika menghubungi SelatanIndonesia.com, Sabtu (20/7/2024).
Menurt Rian Kapitan, dikatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebab kedudukan PT. Bank NTT sebagai suatu Perseroan Terbatas mengakibatkan perolehan bukti dan data atas dugaan pelanggaran Absalom Sine sebagai mantan Direktur Pemasaran Kredit sekaligus Plt. Direktur PT. Bank Pembangunan Daerah NTT hanya dapat dilakukan menggunakan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
“Pasal 138 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa jika terdapat dugaan perbuatan melawan hukum oleh Direksi, maka permintaan data/dokumen diajukan ke Pengadilan Negeri oleh Pemegang Saham atau gabungan beberapa Pemegang Saham yang mempunyai satu per sepuluh saham di Bank NTT dengan menggunakan hak suaranya. Atau kedua, pihak yang secara tegas ditentukan dalam Anggaran Dasar PT. Bank Pembangunan Daerah NTT dan/atau Kejaksaan karena kepentikan Umum, serta itupun harus terlebih dahulu diajukan ke RUPS,” jelasnya.
Faktanya, ujar Rian Kapitan, OJK tidak termasuk sebagai lembaga yang diberi wewenang oleh Pasal 138 Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun Anggaran Dasar PT. Bank Pembangunan Daerah NTT. “Sehingga segala tindakan dalam memperoleh bukti dan menggunakan bukti yang disita dari PT. Bank Pembangunan Daerah NTT justru merupakan penyalahgunaan kewenangan atau perbuatan melawan hukum yang sangat merugikan PT. Bank Pembangunan Daerah NTT dan Absalom Sine secara pribadi,” ujranya.
Tidak hanya itu, dijelaskan Rian Kapitan, kemudian dilihat dari urgensi proses hukum terhadap Absalom Sine oleh OJK ini juga menjadi tidak wajar menurut penilaianya. “Sebab, kendatipun Pasal 49 Ayat (1) huruf a dan b jo 49 Ayat (2) huruf b UU Perbankan yang digunkan oleh OJK, merupakan jenis perbuatan pidana formil yang tidak menekankan kepada kerugian riil kepada PT. Bank Pembangunan Daerah NTT melainkan cukup adanya potensi kerugian Bank akibat perbuatan Absalom Sine yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran Kredit dan Plt. Dirut PT. Bank Pembangunan Daerah NTT. Namun faktanya terhadap beberapa bidang tanah yang menjadi agunan/jaminan dalam pemberian fasilitas kredit senilai Rp. 100 miliar (seratus miliar rupiah) kepada PT. Budimas Pundinusa telah diambil alih oleh PT. Bank Pembangunan Daerah NTT serta secara faktual nilai agunan/jaminan tersebut justru mencapai seratus milliar lebih atau melebihi nilai kredit Rp. 100 miliar (seratus miliar rupiah) yang diberikan oleh Bank NTT kepada PT. Budimas Pundinusa,” jelasnya.
Sehingga menurut dia, kerugian maupun potensi kerugian pada Bank NTT sama sekali tidak ada. “Malahan Bank NTT diuntungkan dengan pemberian fasilitas kredit tersebut. Oleh sebab itu, tindakan OJK dalam memproses kasus ini memang sangat tidak wajar dan sangat mencoreng nama baik dari Absalom Sine sebab bertentangan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan tidak ada manfaatnya sama sekali jika dilihat dari keuntungan yang diperoleh dari PT. Bank Pembangunan Daerah NTT dalam pemberian fasilitas kredit tersebut,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, kepiawaian tiga pendekar hukum sekaligus pengajar di Fakultas Hukum Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang berhasil mementahkan putusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menetapkan mantan Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT, Absalom Sine sebagi tersangka. Ketiganya adalah Dr. Melkianus Ndaomanu, S.H., M.Hum, Dr. Yanto Ekon, S.H., M.Hum, dan Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H,
Pembatalan status tersangka terhadap Absalom Sine dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) pada Jumat (19/7/2024). Sidang praperadilan dengan nomor perkara 7 / Pid.Pra / 2024 / PN. Jkt.Pst ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam amar purusan, hakim praperadilan mengatakan penetapan Absalom Sine sebagai tersangka oleh OJK tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, karena tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sebelumnya, OJK menetapkan Absalom Sine sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana Pasal 49 Ayat (1) huruf a dan b jo 49 Ayat (2) huruf b UU perbankan.
Dugaan ini terkait pemberian fasilitas kredit senilai Rp100 miliar (seratus miliar rupiah) kepada PT. Budimas Pundinusa. Kasus ini telah memasuki tahap pelimpahan berkas perkara dan tersangka kepada Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.
Absalom Sine, kemudian melalui tim kuasa hukumnya, Dr. Melkianus Ndaomanu, S.H., M.Hum, Dr. Yanto Ekon, S.H., M.Hum, dan Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H, mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mereka mengajukan dua alasan penting, pertama, penetapan tersangka tidak didahului dengan pemeriksaan Absalom Sine sebagai calon tersangka, sesuai amanah putusan Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan poin kedua menyebut penetapan Absalom Sine sebagai tersangka tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup relevan dengan unsur-unsur pasal yang dituduhkan.
Dalam sidang praperadilan, kuasa hukum Absalom Sine mengajukan 23 bukti surat dan satu ahli hukum acara pidana dari Universitas Islam Indonesia, Prof. Dr. Muzhakkir, S.H., M.H, untuk memperkuat dalil permohonan mereka.*/Laurens Leba Tukan