Oleh Pius Rengka
Kompetisi perebutan kursi Bupati Wakil Bupati di Kabupaten Malaka, November 2024, telah tergelar di Betun, Ibukota Kabupaten Malaka, lima bulan belakangan. Tiga nama kesohor disebut-sebut yaitu Bupati Perdana Malaka, dr. Stef Bria Seran, MPH, Dr. Simon Nahak, S.H dan Kim Taolin, melonjak ke panggung diskursus masyarakat di sana, juga tersebut di kalangan diaspora Malaka di mana-mana.
Postur konfigurasi kompetisi politik ini, tampaknya semacam tanding ulang. Tak beda dengan kompetisi lima tahunan lalu. Kecuali Kim Taolin memilih pisah dari Simon Nahak, entah apa pun argumennya. Simon Nahak merapat ke Felix Nahak calon wakilnya. Masuk akal, karena Simon membutuhkan sokongan partai pengusung. Felix Nahak diduga pilihan tepat, lantaran tokoh muda ini Ketua NasDem setempat.
Dokter Stef Bria Seran, MPH, lebih pantas disebut “dipanggil pulang” oleh rakyat Malaka. Mereka memanggilnya pulang lantaran terkenang prestasi dan reputasinya 10 tahun silam. Banyak dokumen reputatif yang disimpan di lemari ingatan rakyat Malaka. Itu bukti dari ketulusan kelurusan ucapan dan perbuatan.
Catatan reputatif masing-masing kompetitor bukan sesuatu yang enteng. Simon Nahak kandidat petahana terdekat, mendokumentasikan prestasi dan reputasinya amat gampang dilihat dan dicermati sebab jarak waktu ingatan dengan kenyataan amat pendek. Sedangkan Kim Taolin belum apa-apa sudah diganggu dengan isu kinerja buruk karena konon katanya, tokoh muda ini jarang masuk kantor. Terminologi yang dipakai media, “makan gaji buta”, lantaran dia dituding jarang masuk kantor mengerjakan tugas wajibnya.
Bagi kita yang berdiri di tepi lalu lintas jalan politik Malaka, semua gosip ini diterima sebagai bagian dari jemari usil tiap urusan politik Pilkada. Kita maklum.
Lalu, apa saja catatan reputasi dan prestasi Simon Nahak? Rakyat Malaka mencatat. Mereka merekam jejak sejarah ahli hukum ini dari waktu ke waktu 5 tahun belakangan ini. Dibandingkan dengan catatan prestasi dan reputasi Bupati Perdana Malaka dr. Stef Bria Seran MPH, rakyat Malaka pun tahu pasti. Mereka mahfum. Mereka sanggup menimbang.
Meski kepemimpinan politik dr. Stef Bria Seran MPH, telah sangat lama berlalu, tetapi kenangan akan dirinya tidak pernah sirna. Sulit dilupakan, mengingat sederetan gebrakan, loncatan dan warta jurnalis Malaka pada saat itu cukup riuh.
Ketika kabupaten nun jauh di selatan Timor itu, dipimpin dokter yang dikenal tegas, lugas, lurus dan cerdas itu, nyaris tak pernah sepi dari kabar dan diskusi di antara lawan maupun kawan politik. Tiada hari tanpa mereka berbicara Malaka.
Laporan terkini yang diperoleh dari lapangan menyebutkan dengan jelas tentang pentingnya menengok catatan sejarah yang membiduki arah dukungan politik rakyat Malaka. Sahabat jurnalis kritis, Frido Raebessi, dari Betun menyebutkan, arus swing voters dan split voters mengalir bolak balik bagai air sungai Benenain. Tetapi, kata Frido, kenangan selalu padanya mengundang gugatan serentak kerinduan. Gugatan karena ada bandingan, tetapi kerinduan karena ada undangan untuk segera kembali memberesi situasi Malaka.
Arus lawan politik lama, katanya, mengalir kembali mendukung dr. Stef Bria Seran. Sedangkan, barisan Simon Nahak, kini merapatkan barisan di tengah kembara dia mencari dukungan partai politik. Lalu Kim Taolin, juga bergelora dengan kaumnya.
Satu hal yang pasti diketahui dan diakui, bahwa Malaka banyak berubah sejak Malaka dipimpin Bupati Perdana Malaka, dr. Stef Bria Seran MPH. Bupati Dr. Simon Nahak, juga mengukir perubahan di Betun.
Itu semua bagian dari historia kepemimpinan politik Malaka. Karenanya, reputasi dan prestasi masing-masing calon, telah menjadi refleksi dan catatan sejarah rakyat di sana. Tinggal Kim Taolin mau memberi bukti apa, selain dia berjanji mau buat apa.
Tanding politik:
Stadion pertandingan politik pun sudah siap. Bola politik disepak-sepak hingga meluas karena stadion pertandingan dicahayai lampu nan terang dari aneka tiang warta media online yang merilis narasi tentang serba masa silam yang gemilang tentang mereka. Sebagai penonton dari tepi riuh rendah tarung ide politik Malaka, ijinkan saya ikut berpikir.
Tulisan ini, mungkin agak terasa agak kurang berimbang, tetapi saya berusaha agar roh kudus objektivitas membimbing saya agar tulisan ini dibangun di atas fundasi informasi, baik yang disalurteruskan melalui media online dari Malaka, group Malaka Menuju Kemajuan, maupun informasi yang diperoleh dari nara sumber lain yang objektif menarasikan kenyataan.
Kontingen politik datang ke arena tarung ide di Malaka. Tetapi, mereka tak selalu datang pada waktu yang sama. Tiap kontingen politik mengenakan busana penciri masing-masing, dan kekuatan pendukung di baliknya. Mereka disambut bak raja. Juga diteriaki demi mempertajam sekat dukungan.
Para kontingen membawa bekal senyum semanis-manisnya seperti cara para gadis jelita asal Malaka biasa tersenyum begitu. Saya ingat persis, apa dan bagaimana dokumen sejarah tentang Malaka sejak kabupaten itu belum mekar berdiri sendiri.
Banyak pihak sudah menduga, narasi bernuansa motivasi sambil refleksi kenangan akan mereka, pasti mencuat ke panggung publik. Tetapi, mimpi Malaka ke depan itu penting walau merujuk catatan gemilang sejarah awal pembangunan Malaka.
Semua pemikir di Malaka tahu persis. Sutradara utama pembentuk dan perancang skenario awal kondisi terpasang sejarah perubahan di sana, tak lain tak bukan adalah Bupati Pertama Malaka, Dokter Stef Bria Seran.
Dokter Stef merias Betun sedemikian rupa agar kota itu layak bagi rakyat dan para tamu. Para tetamu harus merasa nyaman dan terawat baik selama periode urusan apa pun yang berlangsung di sana. Tekad itu, diucapkan Dokter Stef Bria Seran dalam banyak kesempatan pertemuan dengan para staf di Pemda Malaka dan kepada para sahabatnya. Saya mencatatnya sebagai sejarah kepemimpinan politik di Betun, pusat pusaran turbulensi politik Malaka.
Pada masa awal, semua pihak terkesan “dikasari” untuk bekerja ekstra keras dan tuntas di bawah kendali super ketat Bupati Stef Bria Seran. Hal itu dilakukannya karena bupati sendiri sangat ingin semua hal diurus beres, jelas, terang. Ia pun berhasrat kuat menyandingkan Malaka dengan kabupaten lain di NTT. Kecerdasan, kepemimpinan yang kuat, kerja keras, sungguh diperlukan.
Dokter Stef merasa perlu dan patut memberi contoh cara terbaik mengelola pemerintahan baru dengan spirit kecepatan (dromokrasi), dan bagaimana pula menerima tamu yang datang ke Betun. Turbulensi politik tak terhindarkan. Kultur birokrasi dipacu cepat di tengah kondisi rakyat dan fasilitas negara terbatas bahkan minus. Ketegangan memang terjadi, tetapi implikasinya jauh dan padat.
Usia muda kabupaten itu tidak persis sama dengan persiapan asal-asalan. Usia muda tidak jadi alasan pemaaf dan pembenar untuk bekerja super santai. Revolusi tindakan diperlukan jika Malaka mau lekas maju. Bupati optimis, Malaka nantinya menjadi salah satu kabupaten terdepan di provinsi kepulauan ini. Bukan tanpa alasan cukup. Sumberdaya manusia Malaka mumpuni. Banyak orang cerdas dari Malaka. Tanah mereka subur. Dataran luas, pantai yang menawan dan berbatasan berhadapan dengan Timor Leste.
Meski Malaka kabupaten termuda, tetapi pemerintah berani menggelar pesta olahraga paling akbar di provinsi, El Tari Memorial Cup, ketika kabupaten lain belum cukup punya nyali serupa. Orang menyebutnya nekad, tetapi lainnya menyebut keberanian berakal.
Kepemimpinan dr. Stef Bria Seran belum 4 tahun, kala itu. Tetapi, sebagai dirigen pembangunan Malaka, dia piawai tampil menggerakkan semua lini. Ciri utamanya adalah kerja cepat, cekatan, tuntas dan keras. Kultur kerja berubah, cara pandang berubah arah. Lalu dia dikesankan kasar, keras. Bahkan cenderung otoriter. Padahal gerakan perubahan itulah yang mengendalikan seluruh tindakannya. Rejim dromokrasi itulah yang membakar semangatnya bergerak dan mengajak rakyat untuk melakukan gerakan semesta.
Saya ingat persis, ketika pertandingan El Tari Memorial Cup digelar, media massa menyebutkan, para gadis Malaka yang dikenal jelita itu, dikerahkan dan dilatih siang malam cara menerima para tamu dengan tarian khas masing-masing seturut adat istiadat tamu. Para kontingen sumringah gembira. Usai diterima secara adat beraneka rupa itu, para kontingen diinapkan gratis di tempat yang disediakan.
Fasilitas penginapan gratis disiapkan satu tahun. Banyak gedung direnovasi agar layak dan nyaman untuk istirahat para kontingen. Maka kesan “revolusi” selalu mewarnai semua jenis gerakan perubahan di sana. Kata revolusi seolah kohesif dengan gaya kepemimpinan politik dr. Stef Bria Seran.
Banyak media mewartakan bahwa lima bulan sebelum acara El Tari Memorial Cup berlangsung, dr. Stef terjun langsung siang malam ke lapangan mengontrol jalannya persiapan terakhir. Dia ingin semua jelas, beres dan terukur. Finishing touch dari bupati merupakan puncak skenario persiapan menjadi prima.
“Bupati selalu begitu. Beliau tak akan pernah puas hanya menerima laporan staf. Dan, dia tidak merasa cukup memerintah staf dari balik meja kerjanya. Beliau selalu mengontrol bahkan ikut mengatur di lapangan,” ujar seorang staf Kominfo Pemda Malaka, Selasa (2 Juli 2019) yang enggan namanya disiarkan media.
Para jurnalis mengenal Dokter Stef sebagai news maker. Dia tegas, tetapi terkesan keras. Dia lugas, tetapi terkesan tak jaga perasaan orang. Ucapannya lurus, terang dan langsung. Suasana berubah, situasi lapangan permainan berubah.
Perjalanan kepemimpinannya diliputi riuh berita juru warta karena dr. Stef tak luput dari perhatian pers dan para politisi. Dia tak hanya dicintai para pendukungnya, tetapi juga dirujuk lawan tanding politiknya. Sesekali dia dihujat secara privat terutama oleh lawan politik.
Tindakan dan ucapannya sanggup merebut perhatian media massa. Khabar positif tidak sedikit. Jalan raya kabupaten antarkecamatan dan desa dibangun. Arus banjir bandang sungai Benenain dijinakkan. Revolusi pertanian berderap maju, produksi bawang merah melimpah. Semua warta itu menggema ke seluruh NTT. Dia mengerjakan semua itu dalam rentang waktu 3 tahun awal kepemimpinanya.
Lahan pertanian berproduksi. Para penyindir diajak ke meja perundingan berdiskusi tentang masa depan Malaka agar tidak hanya berselancar di media sosial.
Revolusi Pertanian membantu petani. Tanah rakyat diolah dengan mesin modern. Sedangkan tambak garam industri, membuahkan turbulensi politik. Remah keributan kasus ini, mungkin akan didaur ulang, menjelang ajang Pilkada tahun 2024. “Pembangunan itu berproses, berencana, fokus, disiplin membuka bertahap dan terukur serta berubah. Itu makna development,” kata dr. Stef Bria Seran,MPH.
Salah satu pengagumnya kala itu, Pius Muti, menyebut Dokter Stef begini: “Dokter Stef Bria Seran itu adalah seorang yang bekerja melampaui kewajibannya. Dia punya komitment sangat kuat agar Malaka lekas maju,” puji Pius Muti kala itu (catatan: Pius Muti mengucapkan itu pakai bahasa Inggris). Belakangan ini saya dengar Bung Pius Muti memilih jalan berseberangan dengan Dokter Stef mungkin karena dirinya terlalu lama berpisah tempat tinggal. Pius Muti di Betun, dr. Stef Bria Seran di Kupang. Dia kini merajut tikar persahabatan dengan Simon Nahak dkk.
Namun, hujan kritik dari berbagai elemen tak pernah sepi juga. Di media online para cendekiawan Malaka diaspora melontarkan kritik pedas. Terkesan seolah-olah tak banyak perubahan di sana. Tetapi kritikan itu ditafsir Pemda Malaka bagai sejenis kerinduan para cerdik pandai diaspora agar Malaka bangkit lebih lekas lagi.
Bernado Seran, S.H., MH., mengatakan, Pemerintah Malaka justru sangat suka menerima masukan, apalagi masukan dari kaum cerdik cendekia diaspora Malaka. “Kritikan itu perlu untuk memproduksi kemajuan,” ujar mantan jurnalis politik ini.
“Kritik hanya bermakna produktif, jika para tukang kritik sanggup menunjukkan titik lemah dan titik kuat pembangunan di Malaka, sambil memberi solusi terbaik yang harus dilakukan aparatur pemerintah,” ujar Bernando, doktor hukum alumnus FH UGM Yogyakarta ini.
Uniknya, kala itu, para kontingen El Tari Memorial Cup menginap gratis di banyak tempat yang disediakan. Team kesehatan pun disiagakan 24 jam selama masa pertandingan berjalan. Coba sebut satu saja, di kabupaten mana di NTT yang melakukan hal persis serupa dengan apa yang dilakukan Kabupaten Malaka?
Ketika ditanya, mengapa Anda melakukan hal senekat ini? Dokter Stef Bria Seran menjawab begini: “Saya melakukan itu demi kebaikan masyarakat umum”. Ucapan itu, seperti mengulangi nasihat orang Latin: Pro bono publico = untuk kebaikan masyarakat umum. Begitulah. (**)