KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Menempati posisi jabatan sebagai Komisaris di lembaga keuangan khususnya Bank, harus tunduk pada lex spesialis atau aturan khusus. Pasalnya, ada undang-undang perbankan, dan Peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
OJK adalal lembaga yang bertanggung jawab membina perbankan nasional. Tujuannya, agar bank-bank bisa tumbuh berkelanjutan, untuk membiayai pembangunan ekonomi Indonesia.
“Karena itu, pergantian direksi dan komisaris harus tunduk pada regulasi khusus UU perbankan, UU OJK, dan semua POJK itu. Tidak tunduk pada syarat-syarat calon direksi dan komisaris dalam Permendagri No 27. Itu untuk perusahan daerah umum, bukan khusus. Kalau khusus, tunduk pada UU perbankan. Rezimnya rezim hukum perbankan, bukan rezim otonomi daerah,” sebut Pengamat Hukum Perbankan Petrus E. Jemadu di Kupang, akhir pekan lalu.
Piet Jemadu menegaskan, dalam POJK terbaru nomor 17 tahun 2023, pergantian direktur utama dan direktur kepatuhan, apalagi antar waktu atau belum selesai masa jabatan, maka satu bulan sebelumnya harus diberitahukan kepada OJK. “Begitu juga posisi komisaris. Yang ingin menjadi Komisaris harus memiliki sertifikat manajemen risiko atau BSMR (Badan Sertifikasi Manajemen Risiko) level 4, karena Bank NTT sudah menjadi Bank Devisa,” sebutnya.
“Dulu kami mau jadi komisaris, harus sampai BSMR level 2. Sekarang sampai level 4, karena Bank NTT masuk bank devisa,” sebut Piet Jemadu yang pernah menjadi Komisaris Independen Bank NTT.
Ia berharap, RUPS tahunan dan RUPS Luar Biasa yang akan digelar besok Rabu (8/5/2024) bisa berjalan dengan baik. RUPS juga diharapkan bisa menghasilkan keputusan yang paling urgen saat ini yakni menyelamatkan Bank NTT dari pemenuhan modal inti minimum Rp3 Triliun.
Piet Jemadu juga mengingatkan, seorang PSP (Pemegang Saham Pengendali) tidak boleh seenaknya mengganti pengurus Bank NTT.
POJK Nomor 11 Tahun 2023
Sebelumnya, POJK Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Tata Kelola Bank Umum Pasal 11 beleid menyebutkan bahwa pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum periode masa jabatan berakhir wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari OJK sebelum diputuskan dalam RUPS.
“Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian terhadap kelayakan rencana pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan,” demikian kutipan POJK 17/2023.
Adapun sejumlah pertimbangan OJK adalah alasan pemegang saham bank melakukan penggantian direktur utama dan juga calon penggantinya. Hal ini harus disampaikan bank paling lambat 1 bulan sebelum RUPS mengenai agenda pemberhentian dan penggantian dirut.
Apabila rencana pemberhentian dan penggatian dirut atau direktur yang membawahi fungsi kepatuhan ditolak, OJK berhak melarang bank untuk melakukan agenda tersebut.
“Untuk pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum berakhirnya masa jabatannya harus mendapatkan persetujuan OJK sebelum diputus dalam RUPS,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae seperti dikutip dari Infobanknews.com.
Lebih lanjut Dian menambahkan, bahwa pada intinya POJK Tata Kelola mengatur mengenai penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik oleh bank dalam penyelenggaraan kegiatan usahanya, yaitu mencakup prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan kewajaran.
Selanjutnya untuk memastikan penerapannya oleh bank, OJK akan melakukan penilaian terhadap penerapan tata kelola yang baik pada bank, termasuk pemberian sanksi berupa teguran tertulis bagi bank yang melanggar hingga pengenaan sanksi administrasi berupa pembatasan kegiatan usaha.
“Untuk memastikan pemahaman dan penerapan secara dini oleh bank, OJK telah melakukan sosialisasi kepada Direksi dan komisaris bank,” tandas Dian. (*/AB/LLT